Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Sindrom Serotonin general_alomedika 2025-03-17T13:14:29+07:00 2025-03-17T13:14:29+07:00
Sindrom Serotonin
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Sindrom Serotonin

Oleh :
dr. Nindy Adhilah
Share To Social Media:

Diagnosis sindrom serotonin dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik karena tidak ada pemeriksaan penunjang spesifik yang dapat membantu menegakkan diagnosis kondisi ini. Kadar serotonin dalam darah tidak bisa dijadikan indikator terjadinya sindrom serotonin, sehingga penilaian klinis yang cermat sangat diperlukan.[8,9]

Anamnesis

Sindrom serotonin dapat muncul pada penggunaan obat terapeutik, adanya interaksi obat, ataupun penggunaan dengan sengaja dengan tujuan self poisoning. Kondisi ini ditandai dengan trias gejala eksitasi neuromuskuler, disfungsi otonom, serta perubahan status mental. Gejala biasanya muncul dalam 24 jam pertama sejak peningkatan dosis obat serotonergik atau penggunaan kombinasi dua obat serotonergik.

Gejala yang dialami pasien sangat bervariasi dari gejala ringan hingga berat. Poin penting yang perlu digali saat anamnesis adalah riwayat penggunaan obat pasien, seperti penggunaan antidepresan, antinyeri golongan opioid, serta obat-obatan terlarang seperti amfetamin atau ekstasi.[2,8,9,15]

Trias klasik sindrom serotonin meliputi:

  • Perubahan status mental: ansietas, agitasi, konfusi
  • Eksitasi neuromuskuler: rigiditas, hiperkinesis termasuk mioklonus dan tremor
  • Disfungsi otonom: diaforesis, takikardia, hipertermia, hipertensi, muntah, dan diare

Pada kasus yang ringan, pasien umumnya tidak mengeluhkan hipertermia. Gejala otonom dan neuromuskular juga akan bermanifestasi ringan. Pada kasus derajat sedang, pasien akan mengeluhkan hipertermia yang bila diukur melebihi 40℃, disertai dengan abnormalitas pergerakan mata, agitasi, perubahan wicara, dan kewaspadaan berlebihan.

Pada kasus berat, suhu tubuh bisa melebihi 41℃, disertai dengan gejala instabilitas hemodinamik, delirium, dan rigiditas otot. Selain itu, pasien juga bisa datang dengan gejala komplikasi sindrom serotonin. Potensi komplikasi mencakup kejang, gagal ginjal, asidosis metabolik, rhabdomyolysis, disseminated intravascular coagulation, acute respiratory distress syndrome, gagal napas, hingga kematian.[1]

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan tanda vital, dapat ditemukan hipertermia. Dalam kondisi berat, hipertermia bisa melebihi 41℃. Pasien juga bisa mengalami hipertensi, takikardia, gangguan kesadaran, dan tanda instabilitas hemodinamik.

Selain itu, akan didapatkan gejala neuromuskular yang mencakup tremor, peningkatan refleks, klonus, pemeriksaan Babinski yang positif secara bilateral, dan hipertonus. Keluhan neuromuskuler paling sering mengenai ekstremitas bawah.

Tanda disfungsi otonom juga dapat muncul, mencakup midriasis, diaforesis, takikardi, takipnea, hipertermia, aritmia, dan hipertensi.

Perubahan status mental ditandai dengan agitasi, insomnia, ansietas, disorientasi, dan delirium.[3,6,9]

Kriteria Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis sindrom serotonin, terdapat beberapa kriteria diagnosis yang dapat digunakan, yaitu kriteria Sternbach, kriteria Radomski, dan Hunter Serotonin Toxicity Criteria (HSTC). HSTC memiliki spesifisitas 97% dan sensitivitas 84%, lebih baik jika dibandingkan dengan baku emas berupa toksikologi medis.

Dibandingkan dengan kriteria Sternbach, HSTC memiliki akurasi lebih tinggi dan lebih kurang mungkin menyebabkan deteksi sindrom serotonin dini, ringan, atau subakut terlewatkan.[1,8,15]

Hunter Serotonin Toxicity Criteria

Diagnosis ditegakkan bila terdapat riwayat penggunaan obat serotonergik (konsumsi untuk pertama kali, peningkatan dosis, atau penggunaan ≥2 obat serotonergik) ditambah salah satu kriteria di bawah ini:

  • Klonus spontan
  • Klonus yang diinduksi + agitasi atau diaforesis
  • Klonus okuler + agitasi atau diaforesis
  • Klonus okuler atau klonus yang diinduksi + hipertonus + suhu tubuh >38℃
  • Tremor + Hiperrefleksi[1,8]

Kriteria Radomski

Diagnosis ditegakkan bila terdapat 4 gejala mayor atau 3 gejala mayor + 2 gejala minor.

Gejala mayor:

  • Demam
  • Hiperhidrosis
  • Kebingungan
  • Hipomanik
  • Penurunan kesadaran
  • Rigiditas
  • Mioklonus
  • Tremor
  • Hiperrefleksi

Gejala minor:

  • Takikardi
  • Takipnea, dispnea
  • Diare
  • Hipotensi atau hipertensi
  • Agitasi, gelisah
  • Insomnia
  • Akathisia
  • Fungsi koordinasi terganggu
  • Midriasis

Kriteria lain yang harus dipenuhi adalah pasien tidak baru memulai pengobatan atau mendapat peningkatan dosis obat neuroleptik dalam waktu dekat. Berbagai pemeriksaan juga telah dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain, serta keluhan yang muncul bukan merupakan bagian dari kondisi psikiatri yang telah diderita pasien sebelum obat serotonergik diberikan.[8,11]

Kriteria Sternbach

Diagnosis ditegakkan bila terdapat ≥3 gejala di bawah ini:

  • Agitasi
  • Diaforesis
  • Ataksia
  • Diare
  • Perubahan status mental (kebingungan, hipomanik)
  • Hiperrefleksi
  • Mioklonus
  • Tremor
  • Hipertermia
  • Badan menggigil

Diagnosis juga dapat ditegakkan jika telah menyingkirkan kemungkinan penyebab lain, seperti intoksikasi, infeksi, gangguan metabolik, penyalahgunaan zat, sindrom putus obat, dan tidak baru mendapatkan obat neuroleptik atau antipsikotik.[8,10]

Diagnosis Banding

Kasus sindrom serotonin ringan sering diabaikan atau dianggap sebagai penyakit lain. Gejala seperti diare atau mual muntah akan dianggap sebagai gangguan gastrointestinal. Keluhan ansietas atau gelisah dianggap sebagai bagian dari kelainan psikiatri yang diderita pasien. Oleh karenanya, penilaian klinis yang cermat sangat diperlukan.[2,8]

Sindrom serotonin perlu dibedakan dengan sindrom neuroleptik maligna, toksisitas antikolinergik, malignant hyperthermia, meningitis atau ensefalitis, dan penyebab agitasi delirium lainnya.

Sindrom Neuroleptik Maligna

Sindrom Neuroleptik Maligna merupakan kondisi yang muncul akibat reaksi idiosinkrasi obat antagonis reseptor dopamin. Obat yang biasanya berperan dalam sindrom ini adalah antipsikotik tipikal seperti haloperidol dan fluphenazine. Gejala yang muncul mirip dengan sindrom serotonin, yaitu hipertermia, rigiditas otot, perubahan status mental, serta disfungsi otonom.

Aspek yang membedakan adalah adanya gejala ekstrapiramidal seperti bradikinesia dan lead-pipe rigidity. Selain itu, awitan munculnya gejala lebih lambat dibandingkan dengan sindrom serotonin, yaitu dalam hitungan hari hingga minggu.[1,6,12]

Toksisitas Antikolinergik

Toksisitas antikolinergik terjadi akibat overdosis obat antikolinergik. Kondisi ini ditandai dengan demam, eritema, anhidrosis, midriasis, retensi urin, serta perubahan status mental seperti delirium, agitasi, dan halusinasi. Pada kasus ini, tidak didapatkan peningkatan tonus otot maupun refleks.[1,6,13]

Malignant Hyperthermia

Malignant hyperthermia dicetuskan penggunaan obat anestesi inhalasi. Gejala yang muncul adalah hipertermia, takikardia, takipnea, asidosis metabolik, rigiditas otot, dan rhabdomyolysis.[1,6]

Toksisitas Simpatomimetik

Sindrom serotonin perlu dibedakan dengan penyebab agitasi delirium lainnya, termasuk toksisitas simpatomimetik dan infeksi pada sar pusat. Hal yang dapat membedakan adalah temuan neuromuskular, dimana pada sindrom serotonin akan ditemukan aktivasi neuromuskular seperti tremor, hiperrefleksi, dan klonus.[15]

Pemeriksaan Penunjang

Tidak didapatkan pemeriksaan penunjang yang spesifik untuk penegakan diagnosis sindrom serotonin. Pemeriksaan kadar serotonin dalam darah tidak perlu dilakukan karena tidak berhubungan dengan derajat manifestasi klinis yang muncul.

Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan sesuai indikasi untuk menyingkirkan diagnosis banding serta mengidentifikasi terjadinya komplikasi, misalnya hitung darah lengkap, serum elektrolit, pemeriksaan fungsi ginjal, pemeriksaan enzim hepar, urinalisis, dan toksikologi.

Meskipun tidak khas, temuan yang biasanya didapatkan pada pasien dengan sindrom serotonin adalah leukositosis, peningkatan kreatinin fosfokinase, peningkatan enzim hepar, gangguan fungsi ginjal, serta kadar bikarbonat serum yang rendah.[1,2,9]

 

Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini

Referensi

1. Scotton WJ, Hill LJ, Williams AC, Barnes NM. Serotonin Syndrome: Pathophysiology, Clinical Features, Management, and Potential Future Directions. International Journal of Tryptophan Research. 2019; 12:1-14.
2. Simon LV, Keenaghan M. Serotonin Syndrome. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482377/
3. Bamalan OA, Al Khalili Y. Physiology, Serotonin. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545168/
6. Foong AL, Grindod KA, et al. Demystifying serotonin syndrome (or serotonin toxicity). Canadian Family Physician. 2018; 64: 720-727.
8. Uddin MF, Alweis R, et al. Controversies in Serotonin Syndrome Diagnosis and Management: A Review. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2017; 11(9): OE05-OE07.
9. Volpi-Abadie J, Kaye AM, et al. Serotonin Syndrome. The Ochsner Journal. 2013; 13:533-540.
10. Karkow DC, Kauer JF, et al. Incidence of Serotonin Syndrome With Combined Use of Linezolid and Serotonin Reuptake Inhibitors Compared With Linezolid Monotherapy. Journal of Clinical Psychopharmacology. 2017; 37(5).
11. Grosset KA, Grosset DG. Prescribed Drugs and Neurological Complications. Journal of Neurology Neurosurgery & Psychiatry. 2004; 75(Suppl III):iii2-iii8.
12. Simon LV, Hashmi MF, et al. Neuroleptic Malignant Syndrome. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482282/
13. Broderick ED, Metheny H, Crosby B. Anticholinergic Toxicity. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534798/
15. Boyer E. Serotonin syndrome (serotonin toxicity). Uptodate. 2021.

Epidemiologi Sindrom Serotonin
Penatalaksanaan Sindrom Serotonin

Artikel Terkait

  • Efektivitas dan Keamanan St. John’s Wort untuk Terapi Depresi
    Efektivitas dan Keamanan St. John’s Wort untuk Terapi Depresi
  • Risiko Kombinasi Obat dengan St. John’s Wort
    Risiko Kombinasi Obat dengan St. John’s Wort
Diskusi Terbaru
dr. Siti Wahida Aminina
Dibalas kemarin, 13:41
Sertifikat dr alomedika di tolak di plafom skp
Oleh: dr. Siti Wahida Aminina
2 Balasan
Izin bertanya, adakah sertifikat dokter dokter di tolak dr flatfom skp, kenapa ya? Apa salah masukkan data apa gimana?
dr. Eunike
Dibalas kemarin, 18:00
Tinea di groin yang berulang - ALOPALOOZA Dermatologi
Oleh: dr. Eunike
2 Balasan
Alo Dok. Pasien perempuan 40 tahun dengan keluhan gatal dan rash di selangkangan berulang, apakah perlu salep antijamur kombinasi dengan steroids, ya, karena...
dr.Eurena Maulidya Putri P
Dibalas 23 jam yang lalu
Ikuti Webinar ber-SKP Kemkes - Cegah Preeklamsia dengan Suplementasi Kalsium - Selasa, 27 Mei 2025, Pukul 11.00 – 12.30 WIB
Oleh: dr.Eurena Maulidya Putri P
3 Balasan
ALO Dokter!Ikuti Webinar Alomedika ber-SKP Kemkes "Cegah Preeklamsia dengan Suplementasi Kalsium" untuk mempelajari seberapa efektif kalsium dalam mencegah...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.