Diagnosis Sindrom Serotonin
Diagnosis sindrom serotonin dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik karena tidak ada pemeriksaan penunjang spesifik yang dapat membantu menegakkan diagnosis kondisi ini. Kadar serotonin dalam darah tidak bisa dijadikan indikator terjadinya sindrom serotonin, sehingga penilaian klinis yang cermat sangat diperlukan.[8,9]
Anamnesis
Sindrom serotonin dapat muncul pada penggunaan obat terapeutik, adanya interaksi obat, ataupun penggunaan dengan sengaja dengan tujuan self poisoning. Kondisi ini ditandai dengan trias gejala eksitasi neuromuskuler, disfungsi otonom, serta perubahan status mental. Gejala biasanya muncul dalam 24 jam pertama sejak peningkatan dosis obat serotonergik atau penggunaan kombinasi dua obat serotonergik.
Gejala yang dialami pasien sangat bervariasi dari gejala ringan hingga berat. Poin penting yang perlu digali saat anamnesis adalah riwayat penggunaan obat pasien, seperti penggunaan antidepresan, antinyeri golongan opioid, serta obat-obatan terlarang seperti amfetamin atau ekstasi.[2,8,9,15]
Trias klasik sindrom serotonin meliputi:
- Perubahan status mental: ansietas, agitasi, konfusi
- Eksitasi neuromuskuler: rigiditas, hiperkinesis termasuk mioklonus dan tremor
- Disfungsi otonom: diaforesis, takikardia, hipertermia, hipertensi, muntah, dan diare
Pada kasus yang ringan, pasien umumnya tidak mengeluhkan hipertermia. Gejala otonom dan neuromuskular juga akan bermanifestasi ringan. Pada kasus derajat sedang, pasien akan mengeluhkan hipertermia yang bila diukur melebihi 40℃, disertai dengan abnormalitas pergerakan mata, agitasi, perubahan wicara, dan kewaspadaan berlebihan.
Pada kasus berat, suhu tubuh bisa melebihi 41℃, disertai dengan gejala instabilitas hemodinamik, delirium, dan rigiditas otot. Selain itu, pasien juga bisa datang dengan gejala komplikasi sindrom serotonin. Potensi komplikasi mencakup kejang, gagal ginjal, asidosis metabolik, rhabdomyolysis, disseminated intravascular coagulation, acute respiratory distress syndrome, gagal napas, hingga kematian.[1]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tanda vital, dapat ditemukan hipertermia. Dalam kondisi berat, hipertermia bisa melebihi 41℃. Pasien juga bisa mengalami hipertensi, takikardia, gangguan kesadaran, dan tanda instabilitas hemodinamik.
Selain itu, akan didapatkan gejala neuromuskular yang mencakup tremor, peningkatan refleks, klonus, pemeriksaan Babinski yang positif secara bilateral, dan hipertonus. Keluhan neuromuskuler paling sering mengenai ekstremitas bawah.
Tanda disfungsi otonom juga dapat muncul, mencakup midriasis, diaforesis, takikardi, takipnea, hipertermia, aritmia, dan hipertensi.
Perubahan status mental ditandai dengan agitasi, insomnia, ansietas, disorientasi, dan delirium.[3,6,9]
Kriteria Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis sindrom serotonin, terdapat beberapa kriteria diagnosis yang dapat digunakan, yaitu kriteria Sternbach, kriteria Radomski, dan Hunter Serotonin Toxicity Criteria (HSTC). HSTC memiliki spesifisitas 97% dan sensitivitas 84%, lebih baik jika dibandingkan dengan baku emas berupa toksikologi medis.
Dibandingkan dengan kriteria Sternbach, HSTC memiliki akurasi lebih tinggi dan lebih kurang mungkin menyebabkan deteksi sindrom serotonin dini, ringan, atau subakut terlewatkan.[1,8,15]
Hunter Serotonin Toxicity Criteria
Diagnosis ditegakkan bila terdapat riwayat penggunaan obat serotonergik (konsumsi untuk pertama kali, peningkatan dosis, atau penggunaan ≥2 obat serotonergik) ditambah salah satu kriteria di bawah ini:
- Klonus spontan
- Klonus yang diinduksi + agitasi atau diaforesis
- Klonus okuler + agitasi atau diaforesis
- Klonus okuler atau klonus yang diinduksi + hipertonus + suhu tubuh >38℃
Tremor + Hiperrefleksi[1,8]
Kriteria Radomski
Diagnosis ditegakkan bila terdapat 4 gejala mayor atau 3 gejala mayor + 2 gejala minor.
Gejala mayor:
- Demam
- Hiperhidrosis
- Kebingungan
- Hipomanik
- Penurunan kesadaran
- Rigiditas
- Mioklonus
- Tremor
- Hiperrefleksi
Gejala minor:
- Takikardi
- Takipnea, dispnea
- Diare
- Hipotensi atau hipertensi
- Agitasi, gelisah
- Insomnia
- Akathisia
- Fungsi koordinasi terganggu
- Midriasis
Kriteria lain yang harus dipenuhi adalah pasien tidak baru memulai pengobatan atau mendapat peningkatan dosis obat neuroleptik dalam waktu dekat. Berbagai pemeriksaan juga telah dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain, serta keluhan yang muncul bukan merupakan bagian dari kondisi psikiatri yang telah diderita pasien sebelum obat serotonergik diberikan.[8,11]
Kriteria Sternbach
Diagnosis ditegakkan bila terdapat ≥3 gejala di bawah ini:
- Agitasi
- Diaforesis
- Ataksia
- Diare
- Perubahan status mental (kebingungan, hipomanik)
- Hiperrefleksi
- Mioklonus
- Tremor
- Hipertermia
- Badan menggigil
Diagnosis juga dapat ditegakkan jika telah menyingkirkan kemungkinan penyebab lain, seperti intoksikasi, infeksi, gangguan metabolik, penyalahgunaan zat, sindrom putus obat, dan tidak baru mendapatkan obat neuroleptik atau antipsikotik.[8,10]
Diagnosis Banding
Kasus sindrom serotonin ringan sering diabaikan atau dianggap sebagai penyakit lain. Gejala seperti diare atau mual muntah akan dianggap sebagai gangguan gastrointestinal. Keluhan ansietas atau gelisah dianggap sebagai bagian dari kelainan psikiatri yang diderita pasien. Oleh karenanya, penilaian klinis yang cermat sangat diperlukan.[2,8]
Sindrom serotonin perlu dibedakan dengan sindrom neuroleptik maligna, toksisitas antikolinergik, malignant hyperthermia, meningitis atau ensefalitis, dan penyebab agitasi delirium lainnya.
Sindrom Neuroleptik Maligna
Sindrom Neuroleptik Maligna merupakan kondisi yang muncul akibat reaksi idiosinkrasi obat antagonis reseptor dopamin. Obat yang biasanya berperan dalam sindrom ini adalah antipsikotik tipikal seperti haloperidol dan fluphenazine. Gejala yang muncul mirip dengan sindrom serotonin, yaitu hipertermia, rigiditas otot, perubahan status mental, serta disfungsi otonom.
Aspek yang membedakan adalah adanya gejala ekstrapiramidal seperti bradikinesia dan lead-pipe rigidity. Selain itu, awitan munculnya gejala lebih lambat dibandingkan dengan sindrom serotonin, yaitu dalam hitungan hari hingga minggu.[1,6,12]
Toksisitas Antikolinergik
Toksisitas antikolinergik terjadi akibat overdosis obat antikolinergik. Kondisi ini ditandai dengan demam, eritema, anhidrosis, midriasis, retensi urin, serta perubahan status mental seperti delirium, agitasi, dan halusinasi. Pada kasus ini, tidak didapatkan peningkatan tonus otot maupun refleks.[1,6,13]
Malignant Hyperthermia
Malignant hyperthermia dicetuskan penggunaan obat anestesi inhalasi. Gejala yang muncul adalah hipertermia, takikardia, takipnea, asidosis metabolik, rigiditas otot, dan rhabdomyolysis.[1,6]
Toksisitas Simpatomimetik
Sindrom serotonin perlu dibedakan dengan penyebab agitasi delirium lainnya, termasuk toksisitas simpatomimetik dan infeksi pada sar pusat. Hal yang dapat membedakan adalah temuan neuromuskular, dimana pada sindrom serotonin akan ditemukan aktivasi neuromuskular seperti tremor, hiperrefleksi, dan klonus.[15]
Pemeriksaan Penunjang
Tidak didapatkan pemeriksaan penunjang yang spesifik untuk penegakan diagnosis sindrom serotonin. Pemeriksaan kadar serotonin dalam darah tidak perlu dilakukan karena tidak berhubungan dengan derajat manifestasi klinis yang muncul.
Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan sesuai indikasi untuk menyingkirkan diagnosis banding serta mengidentifikasi terjadinya komplikasi, misalnya hitung darah lengkap, serum elektrolit, pemeriksaan fungsi ginjal, pemeriksaan enzim hepar, urinalisis, dan toksikologi.
Meskipun tidak khas, temuan yang biasanya didapatkan pada pasien dengan sindrom serotonin adalah leukositosis, peningkatan kreatinin fosfokinase, peningkatan enzim hepar, gangguan fungsi ginjal, serta kadar bikarbonat serum yang rendah.[1,2,9]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini