Diagnosis Empiema
Diagnosis empiema umumnya ditegakkan dengan bantuan pencitraan berupa rontgen toraks, ultrasound pleura, atau CT scan toraks. Pemeriksaan laboratorium dan analisis mikrobiologis juga dapat membantu diagnosis. Anamnesis dan pemeriksaan fisik juga perlu dilakukan dengan cermat, tetapi tanda dan gejala mungkin non-spesifik.[1,2,4]
Anamnesis
Gambaran klinis pada pasien dewasa dengan empiema tergantung pada perjalanan waktu klinis, imunokompetensi, dan juga organisme penyebab infeksi. Pasien dengan empiema biasanya diawali dengan pneumonia atau inokulasi organisme langsung lewat prosedur medis invasif atau lewat trauma. Tanyakan riwayat-riwayat tersebut dan juga faktor risiko yang mungkin ada, seperti diabetes mellitus, penyalahgunaan obat-obatan secara intravena, imunosupresi, dan penyalahgunaan alkohol.[1-3]
Gambaran klinis yang muncul meliputi batuk, demam, nyeri dada pleuritik, sesak napas, dan produksi dahak. Namun, kebanyakan pasien hanya mengeluhkan satu atau dua gejala di atas. Apabila dibandingkan dengan kondisi pneumonia saja, demam maupun gejala lain pada empiema cenderung lebih memanjang.[1-3]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada toraks bisa menemukan crackles halus sampai kasar, egofoni, peningkatan fremitus vokal dengan konsolidasi yang digantikan dengan penurunan suara napas, dan penurunan fremitus vokal. Egofoni akan tetap ada di bagian atas efusi. Namun, kadang pemeriksaan fisik tidak menemukan tanda yang khas, sehingga diperlukan gambaran radiografis untuk melengkapi pemeriksaan.[1-3]
Diagnosis Banding
Beberapa contoh diagnosis banding adalah kondisi pneumonia saja tanpa empiema, tuberkulosis, dan abses paru. Karena eksklusi dari anamnesis dan pemeriksaan fisik saja mungkin sulit dilakukan, pemeriksaan penunjang seperti pencitraan berperan amat penting.[1-3]
Rontgen toraks umumnya menjadi pemeriksaan awal yang tersedia secara luas. Selain itu, empiema dapat dibedakan lebih lanjut dengan abses paru melalui ultrasound pleura maupun CT scan toraks. Pemeriksaan mikrobiologis juga dapat membantu diagnosis, termasuk untuk membedakan dengan tuberkulosis.[1-3]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang utama untuk kasus empiema adalah pencitraan. Analisis pada cairan pleura dapat membantu mengidentifikasi patogen penyebab.[6]
Pencitraan
Rontgen toraks dan ultrasound (USG) toraks berperan penting dalam evaluasi maupun manajemen empiema. Empiema biasanya pertama ditemukan dari gambaran opasitas di pleura saat rontgen toraks karena rontgen toraks merupakan pencitraan yang paling umum tersedia.[6]
Cairan pleura harus ada minimal 175 mL agar bisa tampak sebagai penumpulan sudut costophrenicus pada rontgen posteroanterior. Efusi lebih kecil mungkin tampak sebagai opasitas lenticular-shaped tetapi mungkin sulit dibedakan dari konsolidasi parenkim. Karena adanya kemungkinan miss dengan rontgen toraks, rontgen toraks umumnya perlu disertai dengan pencitraan lain, misalnya dilanjutkan dengan USG.[6]
Pada masa lalu biasanya dilakukan foto lateral dekubitus untuk melihat perluasan dari efusi. Dengan adanya USG, tes ini jarang dilakukan. USG memudahkan ditemukannya efusi bebas atau terlokalisasi, dan USG bisa membedakan efusi terlokalisasi dengan massa. Hal ini juga baik dilakukan sebagai penentuan lokasi tindakan torakosentesis. Menurut penelitian, USG lebih sensitif daripada rontgen toraks tetapi sedikit kurang sensitif dibandingkan CT scan.[6]
Pada pasien dewasa, evaluasi yang optimal dengan CT scan kontras bisa mengetahui adanya penebalan dinding pleura, gelembung udara kecil di pleura, lesi endobronkial, dan abses paru.[6]
Torakosentesis dan Analisis Cairan Pleura
Torakosentesis dilakukan untuk manajemen efusi tetapi juga untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas. USG diperlukan sebagai penuntun tindakan dengan kondisi efusi yang berkantung. Torakosentesis ini dilakukan dengan syarat:
- Tebal efusi >25 mm pada foto lateral dekubitus atau CT scan
- Efusi loculated
- Ada penebalan pleura parietal dengan kecurigaan empiema[3]
Cairan yang didapatkan dari torakosentesis harus menjalani analisis mikrobiologi dengan pengecatan dan kultur yang baik. Sampel dari cairan harus dikirimkan untuk pemeriksaan hitung sel diferensial dan kimia (yaitu total protein, lactate dehydrogenase, dan glukosa). pH harus diperiksa dengan analisis gas darah sesuai dengan konsensus American College of Chest Physicians (ACCP) dan British Thoracic Society (BTS). Jika tidak analisis gas darah maka pengukuran konsentrasi glukosa harus dilakukan.[3,7]
Secara umum, pH <7,2 atau glukosa <60 mg/dL adalah indikasi dikeluarkannya cairan efusi lewat tube thoracostomy karena merupakan prediktor perjalanan klinis sulit dan cairan mungkin sulit untuk meresap secara spontan. Diagnosis banding pada kondisi pH pleura asam adalah keganasan, tuberkulosis, rheumatoid pleurisy, dan pleuritis lupus.[3,7]
Biomarker baru infeksi (contohnya C-reactive protein, prokalsitonin, dan sTREM-1) diperkirakan mungkin bermanfaat untuk menentukan empiema dari efusi pleura tidak berkomplikasi, tetapi terbukti tidak lebih bermanfaat daripada pemeriksaan tradisional kimia yang ada.[3]
Pemeriksaan Bakteriologis
Kebanyakan organisme yang bertanggung jawab untuk empiema sebenarnya serupa dengan pneumonia. Spesimen kultur (cairan pleura) sebaiknya diambil saat prosedur aspirasi atau drainase, bukan dari kateter atau tube yang sudah dipasang sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko kontaminasi dan inakurasi.[6]
Inokulasikan sampel cairan pleura yang baru saja diambil ke vial kultur darah aerob dan anaerob, beserta dengan kontainer steril untuk pewarnaan gram dan kultur. Bila cairan hanya ada sedikit, inokulasikan ke kontainer standar kultur saja.[6]