Penatalaksanaan Fibrosis Paru Non-Idiopatik
Penatalaksanaan fibrosis paru non-idiopatik yang definitif hanya dapat dilakukan dengan transplantasi paru. Selain itu, penatalaksanaan bersifat suportif, bertujuan mencegah perburukan dan eksaserbasi akut, serta menangani etiologi yang mendasari timbulnya fibrosis.[1]
Berobat Jalan
Pasien fibrosis paru non-idiopatik tanpa komplikasi atau penyulit dapat berobat jalan. Evaluasi fungsi paru dapat dilakukan setiap 3-6 bulan untuk memantau progresivitas penyakit. Eksaserbasi akut karena pneumonia, gagal napas, emboli paru, atau cor pulmonale memerlukan rujukan dan rawat inap.[2]
Persiapan Rujukan
Fibrosis paru non-idiopatik digolongkan sebagai penyakit paru non-idiopatik. Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, penyakit ini masuk ke dalam level of competence tingkat 1 sehingga tidak dapat dilakukan terapi rutin pada fasilitas kesehatan primer. Diwajibkan untuk merujuk ke fasilitas kesehatan sekunder atau tersier guna melakukan manajemen yang komprehensif.[2,27]
Medikamentosa
Medikamentosa yang dipilih untuk penanganan fibrosis paru non-idiopatik tergantung pada penyakit yang mendasari terjadinya fibrosis. Sebagai contoh, kortikosteroid dapat bermanfaat pada kasus fibrosis paru terkait sarkoidosis; antituberkulosis diberikan pada kasus yang berkaitan dengan tuberkulosis paru.[1,2,28]
Kortikosteroid
Golongan obat kortikosteroid, seperti prednison dapat digunakan untuk meredakan episode eksaserbasi akut, terutama pada fibrosis paru non-idiopatik yang berhubungan dengan sarkoidosis atau pneumonitis.[1,2,28]
Agen Immunosupresif / Antifibrotik
Golongan obat ini masih belum direkomendasikan untuk digunakan secara rutin. Namun demikian, siklofosfamid intravena dapat diberikan sebagai terapi lini kedua setelah kortikosteroid pada kasus eksaserbasi akut. Siklofosfamid juga dapat diberikan sebagai lini pertama pada fibrosis paru non-idiopatik yang disebabkan vaskulitis atau skleroderma.[1,2,8,28]
Modalitas Terapi Lainnya
Beberapa obat lain yang sedang dalam tahap penelitian namun berpotensi digunakan di masa mendatang adalah nintedanib dan inhibitor TGF-beta.[2,28]
Pembedahan
Terapi pembedahan berupa transplantasi paru sejauh ini merupakan satu-satunya pilihan terapi yang terbukti secara signifikan meningkatkan kesintasan pada pasien fibrosis paru. Hasil studi di seluruh dunia menyimpulkan tingkat kesintasan sebesar 74% dalam 1 tahun pertama transplantasi paru, 58% pada 3 tahun, 47% pada 5 tahun, dan 24% pada 10 tahun pasca dilakukannya transplantasi paru.[2]
Terapi Suportif
Beberapa terapi suportif yang dapat diberikan pada pasien fibrosis paru adalah:
- Berhenti merokok
- Menghindari obat-obatan yang dapat memicu fibrosis paru
- Menjalani program rehabilitasi paru
- Terapi oksigen supplemental bagi pasien yang mengalami hipoksemia, ditandai dengan PaO2 < 55 mmHg atau Saturasi O2 ≤ 88%[1,2,29]