Diagnosis Pleuritis
Prinsip penegakan diagnosis pleuritis didasarkan pada penapisan diagnosis atau diagnosis eksklusi. Pleuritis boleh ditetapkan hanya bila kondisi lain yang dapat menimbulkan nyeri dada sudah dieksklusi. Di Indonesia, di mana tuberkulosis masih menjadi penyakit yang endemis, diagnosis pleuritis tuberkulosis harus dicurigai pada semua pasien yang memiliki efusi pleura.
Anamnesis
Keluhan utama pasien dengan pleuritis adalah nyeri dada yang bersifat tajam, terlokalisir, berbatas tegas, dan konsisten. Nyeri sering dipicu oleh gerakan yang melibatkan otot interkostalis, seperti batuk, bersin, bicara, atau bernapas. Pada nyeri pleuritik yang berat, pasien dapat melaporkan sesak napas dan nyeri saat bernapas. Pasien dengan efusi pleura tuberkulosis biasanya mengalami demam akut, di samping nyeri dada pleuritik.
Durasi dan rekurensi gejala dapat membantu menegakkan penyebab pleuritis. Onset gejala, durasi, dan progresi perlu digali untuk menentukan diagnosis banding nyeri dada yang dialami.
Riwayat yang menunjang faktor risiko penyakit kardiovaskuler, tuberkulosis paru, penyakit pencernaan, atau keganasan juga perlu ditanyakan untuk menyingkirkan diagnosis banding.[1,3,4]
Pemeriksaan Fisik
Pada auskultasi, dapat ditemui suara friction rub pleura yang terdengar saat gerakan inspirasi dan ekspirasi. Temuan ini perlu dibedakan dengan suara friction rub yang berasal dari perikarditis, yang munculnya tidak bersamaan dengan gerakan inspirasi dan ekspirasi.
Saat palpasi toraks, dapat ditemukan nyeri tekan atau fenomena guarding yang khas seperti pada peritonitis abdomen. Suara perkusi yang redup, penurunan suara napas, dan resonansi vokal/taktil pada sebelah sisi hemitoraks dapat membedakan efusi pleura dari pneumotoraks (perkusi yang resonan).[9,10]
Diagnosis Banding
Identifikasi kapan timbulnya onset nyeri dada pleuritis umumnya dapat membantu untuk menentukan diagnosis banding. Beberapa penyakit yang dapat bermanifestasi sebagai nyeri dada dan menyerupai pleuritis adalah sebagai berikut.
Penyakit Jantung Iskemik (PJI)
Penyakit jantung iskemik berupa infark miokard akut atau sindrom koroner akut merupakan salah satu kondisi yang paling banyak muncul dalam statistik kunjungan IGD dengan keluhan nyeri dada. Dalam kasus nyeri dada, pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) atau cardiac marker perlu dilakukan untuk menapis kemungkinan PJI.
Riwayat nyeri dada yang umum terjadi pada PJI biasanya timbul dalam hitungan menit hingga jam dan berlangsung terus-menerus tanpa dipicu gerakan otot interkostalis. Nyeri dada pada PJI juga sering disertai dengan keringat dingin (diaforesis) dan adanya suara jantung 3 (S3). Hasil pemeriksaan EKG dapat menunjukkan elevasi ST, depresi ST, atau T inverted.[9,11]
Perikarditis
Nyeri dada pada perikarditis sangat mirip dengan nyeri dada pada pleuritis. Faktor pembeda kedua kondisi ini adalah posisi tubuh yang bisa memicu atau mengurangi nyeri. Nyeri perikarditis sering dipicu saat posisi berbaring telentang (supine) dan mereda ketika duduk tegak.
Pada pemeriksaan EKG, didapati elevasi segmen ST yang diffuse di semua lead. Pada Rontgen toraks, dapat ditemukan kardiomegali bila sudah terjadi tamponade jantung.[9,11]
Pneumonia
Dalam diagnosis pleuritis, pneumonia dapat berperan sebagai diagnosis banding atau justru faktor risiko penyebab pleuritis. Nyeri dada akibat pneumonia biasanya berlangsung subakut (onset harian-mingguan) dan sering disertai dengan gejala batuk, demam, atau sesak napas.
Pada auskultasi dapat ditemui rhonki basah atau kering. Pada Rontgen toraks dapat dijumpai infiltrat khas pneumonia bakteri, virus, atau jamur. Pemeriksaan sputum atau swab dapat menentukan mikroorganisme penyebab pneumonia.[1,11]
Tuberkulosis Paru (TB Paru)
Tuberkulosis paru memiliki onset yang kronis. Pada pemeriksaan fisik dada, dapat ditemui rhonki pada auskultasi. Pemeriksaan sputum bakteri tahan asam (BTA) akan menunjukkan hasil positif. Pada beberapa kasus, TB paru dapat menyebar hingga ke pleura dan disebut sebagai pleuritis TB.
Pada pleuritis TB yang tak melibatkan jaringan parenkim paru, pemeriksaan sputum BTA memberikan hasil negatif. Bila dicurigai pleuritis TB, perlu dilakukan biopsi cairan pleura untuk dilakukan pemeriksaan kultur dan biokimia. Pada pleuritis TB, ditemukan kenaikan kadar adenosine deaminase (ADA) pada cairan pleuranya.[11,13]
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
Nyeri dada pada GERD timbul terutama setelah makan atau dipicu dengan posisi berbaring. Nyeri tajam pada GERD sering menjalar hingga ke kerongkongan. Selain nyeri, penderita GERD juga mengeluhkan rasa asam atau pahit di mulutnya akibat refluks isi lambung dan hidrogen klorida (HCl) yang ikut naik ke esofagus dan orofaring.[9,14]
Keganasan di Daerah Toraks
Keganasan di daerah toraks sering menjadi salah satu penyebab keluhan nyeri dada tajam yang terlokalisir di dada. Contoh keganasan yang timbul biasanya dari kanker paru, kanker payudara, limfoma, thymoma, dan kanker esofagus. Onsetnya berlangsung kronis dan disertai dengan keluhan khas keganasan, seperti penurunan berat badan, mudah merasa lelah, serta memiliki riwayat paparan karsinogen jangka panjang, seperti perokok aktif maupun pasif atau sering terpapar radiasi.
Pada pemeriksaan auskultasi, dapat ditemukan suara paru yang menjauh pada bagian paru yang terkena tumor dan dikeluhkan nyeri oleh pasien.[1,9,11]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada kecurigaan pleuritis adalah sebagai berikut.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap dapat memberikan gambaran kasar mengenai patofisiologi yang mendasari keluhan, apakah ke arah infeksi atau autoimun. D-dimer plasma dapat menjadi salah satu langkah penapisan diagnosis emboli paru yang merupakan salah satu kegawatdaruratan sistem respirasi. Pada pleuritis murni tanpa komorbid, seperti deep vein thrombosis (DVT) atau emboli paru, D-dimer plasma darah seharusnya tidak meningkat.[5,11]
Pada kasus yang dicurigai pleuritis tuberkulosis, diagnosis dapat dipastikan dengan ditemukannya Mycobacterium tuberculosis pada cairan pleura atau spesimen biopsi pleura.[3]
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk memberikan gambaran kondisi organ di dalam toraks terutama paru.
Rontgen Toraks:
Rontgen toraks dapat menggambarkan pengembangan paru, massa, dan efusi pleura. Selain itu, Rontgen toraks juga dapat mengeksklusi kemungkinan adanya diseksi aorta atau edema paru yang juga merupakan kegawatan di kardiovaskuler.[5,11]
CT Scan Toraks:
Umumnya, Rontgen toraks cukup untuk mendiagnosis pleuritis dan menyingkirkan kemungkinan lain. CT scan toraks dapat digunakan sebagai pengganti atau pelengkap Rontgen toraks, dan akan memberikan potongan pencitraan yang lebih mendetail dari berbagai sisi sehingga interpretasi radiologi bisa lebih valid. CT scan dapat bermanfaat sebagai langkah diagnosis eksklusi terkait kemungkinan keganasan.[5,11]
USG Toraks:
USG toraks sebagai focused assessment with sonography in trauma (FAST) juga dapat dipakai dalam kondisi nyeri dada, terutama untuk mengeksklusi kegawatan berupa efusi pleura masif akibat trauma atau hemotoraks yang perlu evakuasi segera.[5,11,15]
Elektrokardiografi (EKG)
EKG perlu dilakukan untuk setiap kasus nyeri dada karena merupakan langkah mengeksklusi sindrom koroner akut yang merupakan penyebab tersering nyeri dada. Pada pleuritis murni tanpa komorbid penyakit kardiovaskuler, EKG menunjukkan gambaran normal. EKG juga dapat mengeksklusi nyeri dada yang timbul akibat aritmia jantung atau tamponade jantung.[5,11]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja