Diagnosis Tuberkulosis Paru
Diagnosis tuberkulosis paru atau TBC paru ditegakkan berdasarkan gejala batuk kronis yang dapat disertai dahak berdarah, penurunan berat badan, keringat malam, sesak, dan demam. Pemeriksaan fisik toraks dapat menemukan kelainan suara napas. Selain itu, pemeriksaan penunjang seperti rontgen toraks, pemeriksaan sputum basil tahan asam atau BTA, dan tes Mantoux juga dapat dilakukan untuk diagnosis.[1,4]
Anamnesis
Gejala umum tuberkulosis paru adalah batuk berdahak yang dapat bersifat kronis dan mungkin disertai darah. Nyeri dada, lemas, penurunan berat badan, demam, sesak napas, penurunan nafsu makan, rasa menggigil, dan keringat malam juga merupakan gejala yang umum terjadi.
Individu usia lanjut dengan infeksi TB umumnya tidak menunjukkan tanda dan gejala yang tipikal karena respons imun tubuh yang menurun. Infeksi TB aktif pada kelompok usia lanjut dapat terlihat seperti pneumonitis yang tidak kunjung membaik.[1,2,7,8]
Pemeriksaan Fisik
Pada pasien tuberkulosis paru, pemeriksaan fisik paru menunjukkan kelainan suara napas, terutama di lobus atas paru. Auskultasi dapat menemukan ronki basah, suara napas bronkial, suara napas amforik, dan penurunan suara napas vesikuler di apeks paru yang menandakan konsolidasi paru.[2,9]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding TB paru cukup banyak karena gejala dan tandanya menyerupai banyak penyakit sistemik lain. Beberapa diagnosis banding tuberkulosis paru meliputi pneumonia, keganasan, infeksi jamur paru, sarkoidosis, dan abses paru.[1,2]
Pneumonia
Pada kasus pneumonia (terutama yang disebabkan oleh bakteri), gejala yang dirasakan umumnya serupa dengan tuberkulosis paru, yakni demam, batuk berdahak dengan dahak purulen atau darah, dan napas yang berat.
Namun, gejala penurunan berat badan dan keringat malam umumnya jarang dijumpai pada kasus pneumonia. Selain itu, pencitraan radiologi dapat menemukan infiltrat di lapang paru dan pemeriksaan laboratorium dapat menemukan peningkatan C-reactive protein (CRP) dalam darah.[10]
Kanker Paru
Diagnosis banding lain dari tuberkulosis paru adalah kanker paru dengan gejala yang serupa, yaitu batuk darah, sesak napas, dan penurunan berat badan. Pemeriksaan yang dapat membedakan diagnosis kanker paru adalah CT scan, bronkoskopi, ataupun PET scan (positron emission tomography).[11]
Sarkoidosis
Sarkoidosis adalah penyakit multisistem yang menimbulkan granuloma nonkaseosa pada berbagai organ, terutama paru-paru. Gejala dapat berupa batuk kering persisten, lemas, sesak napas, dan pembesaran nodus limfatikus. Biopsi umumnya dilakukan untuk menegakkan diagnosis sarkoidosis dengan menemukan granuloma nonkaseosa tanpa adanya Mycobacterium dan jamur.[12]
Abses Paru
Pada kasus abses paru, pasien dapat memiliki keluhan batuk, demam, penurunan berat badan, lemas, dan rasa menggigil. Abses paru dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan rontgen toraks dan CT scan dengan gambaran berupa lesi kavitas dan infiltrat.[13]
Pemeriksaan Penunjang
Skrining TB bisa dilakukan dengan tes Mantoux atau IGRA (interferon release assays). Selain itu, pasien yang dicurigai mengalami TB dapat menjalani pewarnaan BTA (basil tahan asam) dan kultur sputum. Pemeriksaan radiologis seperti rontgen toraks juga dapat menunjang diagnosis.
Tes Tuberkulin Kulit atau Tes Mantoux
Tes tuberkulin kulit atau tes Mantoux dilakukan dengan menginjeksi purified protein derivate (PPD). Pemeriksaan ini merupakan skrining tradisional untuk mengetahui adanya paparan tuberkulosis. Setelah injeksi pada kulit, hasil akan diinterpretasikan bersama dengan risiko paparan masing-masing pasien.
Pasien dengan risiko paparan rendah (pasien yang tidak memiliki risiko terpapar TB) memiliki hasil Mantoux positif bila terdapat indurasi pada kulit yang diinjeksikan PPD hingga mencapai ukuran 15 mm. Pasien dengan risiko sedang (pasien yang berasal dari negara endemik TB, tenaga kesehatan, dan sebagainya) memiliki hasil Mantoux positif bila indurasi berukuran >10 mm.
Pasien dengan risiko tinggi (pasien dengan HIV positif, riwayat TB, dan kontak erat dengan pasien TB lain) memiliki hasil Mantoux positif bila indurasi berukuran >5 mm. Pembacaan hasil dilakukan 48–72 jam setelah injeksi 0,1 ml PPD secara intradermal. Suntikan akan menimbulkan gelembung kulit pucat berdiameter 6–10 mm.[1,14]
Interferon Release Assays atau IGRA
IGRA merupakan tes skrining tuberkulosis yang lebih spesifik dengan sensitivitas yang serupa dengan tes Mantoux. Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk skrining infeksi TB laten. Konversi interferon-gamma release assay yang positif merupakan cerminan reaksi hipersensitivitas yang lambat terhadap protein Mycobacterium tuberculosis.
Kekurangan pemeriksaan IGRA bila dibandingkan dengan tes Mantoux adalah biaya yang lebih mahal. Selain itu, tes IGRA membutuhkan sarana laboratorium yang lebih memadai dan proses yang lebih rumit.[1,2,15]
Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik dilakukan dengan tujuan menemukan bakteri tuberkulosis. Umumnya, bahan pemeriksaan diambil dari sputum dan diambil setiap pagi selama 3 hari berturut-turut. Dokter juga mungkin mengambil sputum sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Sputum lalu diberikan pewarnaan Ziehl-Neelsen dengan tingkat spesifisitas yang cukup tinggi untuk menemukan Mycobacterium. Akan tetapi, pemeriksaan ini tidak dapat membedakan Mycobacterium tuberculosis dengan basil tahan asam lainnya.
Pemeriksaan dikatakan positif jika salah satu atau kedua contoh uji dahak menunjukkan hasil basil tahan asam (BTA) positif. Pemeriksaan dikatakan negatif jika kedua uji sputum menunjukkan hasil BTA negatif. Pemeriksaan bakteriologik cukup ekonomis, cepat, dan berguna dalam penegakkan diagnosis tuberkulosis paru.[2,8,15]
Kultur Sputum
Kultur sputum adalah pemeriksaan diagnostik yang sangat sensitif untuk mengisolasi Mycobacterium dan mendeteksi minimal 10 hingga 100 basil. Spesifisitas kultur sputum mencapai >99% dalam mendiagnosis tuberkulosis paru, sehingga kultur merupakan pemeriksaan baku emas. Akan tetapi, pemeriksaan ini memerlukan waktu yang lama (hingga >2 minggu) untuk mendapatkan hasil.[2,16]
Gene Xpert MTB/RIF Assay
Gene Xpert MTB/RIF Assay adalah pemeriksaan yang menggunakan amplifikasi polymerase chain reaction (PCR) real-time multiplex. Metode ini dapat mengidentifikasi bakteri berdasarkan teknik DNA molekular. Pemeriksaan ini merupakan tes diagnostik yang cepat dengan sensitivitas mencapai 98%, terutama dalam mendeteksi resistensi rifampisin. Pemeriksaan yang menggunakan RNA ribosom dan PCR DNA ini dapat selesai dalam waktu 24 jam.[1,2,16]
Pemeriksaan Radiologis
Pada pasien TB paru, rontgen toraks dapat menunjukkan bercak atau nodul infiltrat, terutama di lobus atas paru-paru. Selain itu, rontgen toraks juga dapat menunjukkan pembentukan kavitas, nodul kalsifikasi seperti tuberkuloma, dan lesi nodular kecil banyak yang menunjukkan infeksi TB milier.
Sekitar seperempat pasien dengan TB primer dapat menunjukkan efusi pleura pada rontgennya. CT scan dapat dilakukan untuk melihat adanya limfadenopati dan lebih superior dalam mengevaluasi infeksi TB paru daripada rontgen toraks.[2,15]
Penulisan pertama oleh: dr. DrRiawati MMedPH