Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru
Penatalaksanaan tuberkulosis paru atau TBC paru dilakukan dengan pemberian obat antituberkulosis atau OAT, misalnya isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol. Kombinasi obat-obat ini dikonsumsi secara teratur dan diberikan dalam jangka waktu yang tepat meliputi tahap awal dan tahap lanjutan.[8,17]
Artikel ini akan membahas penatalaksanaan tuberkulosis pada orang dewasa. Terapi tuberkulosis untuk anak-anak dapat ditinjau di artikel tuberkulosis paru anak.
Medikamentosa Tuberkulosis Paru Aktif
Pada tahap awal (fase intensif), obat diberikan tiap hari selama 2 bulan, yakni berupa kombinasi isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol. Lalu, pada tahap lanjutan, obat diberikan tiap hari selama 4 bulan, yakni berupa isoniazid dan rifampisin.
Pengobatan fase lanjutan juga dapat diberikan dalam waktu 7 bulan, terutama untuk kelompok pasien dengan TB paru resisten obat, pasien dengan kultur sputum yang tetap positif setelah pengobatan fase intensif 2 bulan, dan pasien dengan HIV yang tidak mendapatkan obat antiretroviral (ARV).
Vitamin B6 juga umum diberikan bersama dengan isoniazid untuk mencegah kerusakan saraf (neuropati). Streptomisin merupakan antibiotik bakterisidal yang memengaruhi sintesis polipeptida. Streptomisin sering kali tidak termasuk dalam regimen obat TB paru lini pertama dikarenakan tingkat resistensinya yang cukup tinggi.
Dosis OAT lini pertama untuk dewasa adalah isoniazid 5 mg/kgBB (dosis maksimal 300 mg/hari), rifampisin 10 mg/kgBB (dosis maksimal 600 mg), pirazinamid 25 mg/kgBB, dan etambutol 15 mg/kgBB. Streptomisin juga dapat diberikan dengan dosis sebesar 15 mg/kgBB. Terapi lini pertama ini dapat diberikan pada pada ibu menyusui.[1,2,8,15,17,18]
Medikamentosa Tuberkulosis Paru yang Resisten
TB paru yang resisten obat disebabkan oleh bakteri tuberkulosis yang resisten terhadap minimal satu regimen obat lini pertama tuberkulosis. Multidrug-resistant TB (MDR-TB) adalah kasus TB yang resisten terhadap >1 OAT, yang meliputi isoniazid dan rifampisin.
Extensively drug-resistant TB (XDR-TB) adalah tipe MDR-TB yang ditandai dengan resistensi terhadap isoniazid dan rifampisin, fluorokuinolon apa pun, dan minimal satu dari tiga obat injeksi lini kedua (amikacin, kanamisin, dan lainnya).
Durasi total pengobatan dapat dilakukan dalam waktu 9–11 bulan, di mana durasi tahap intensif adalah 4–6 bulan dan durasi tahap lanjutan adalah 5 bulan.
TB paru yang resisten terhadap isoniazid (dengan atau tanpa resistensi streptomisin) dapat diterapi dengan rifampisin, pirazinamid, dan etambutol selama 6 bulan. Terapi dapat diperpanjang hingga 9 bulan bila kultur sputum tetap positif setelah 2 bulan.
TB paru yang resisten terhadap rifampisin dapat diberikan isoniazid, flurokuinolon, dan etambutol selama 12–18 bulan, yang disertai dengan pirazinamid selama 2 bulan pertama.[2,15,18]
Evaluasi Terapi Tuberkulosis Paru Aktif
Pasien dalam terapi TB paru perlu menjalani evaluasi berkala untuk menilai respons terhadap terapi OAT. Pemeriksaan sputum basil tahan asam (BTA) dilakukan pada akhir fase intensif. Sputum BTA yang positif pada akhir fase intensif dapat mengindikasikan dosis OAT yang kurang, kepatuhan minum obat yang buruk, adanya komorbiditas, atau adanya resistensi terhadap obat lini pertama.
Pemeriksaan sputum BTA dilakukan kembali pada akhir pengobatan TB. Jika sputum menunjukkan hasil positif, pengobatan bisa dikatakan gagal dan pemeriksaan resistensi obat perlu dilakukan. Pada pasien dengan sputum BTA negatif di akhir fase pengobatan intensif dan akhir fase lanjutan, pemantauan sputum lebih lanjut tidak diperlukan.[2,8]
Terapi Profilaksis pada Tuberkulosis Laten
WHO menyarankan terapi profilaksis pada penderita tuberkulosis laten. Regimen yang direkomendasikan adalah:
- 6H atau 9H: isoniazid tiap hari selama 6 bulan atau 9 bulan
- 3HP: isoniazid dengan rifapentin tiap minggu selama 3 bulan
- 3HR: isoniazid dengan rifampisin tiap hari selama 3 bulan
- 4R: rifampisin tiap hari selama 4 bulan
- 1HP: isoniazid dengan rifapentin tiap hari selama 1 bulan
- H+B6+CPT: isoniazid, vitamin B6, dan kotrimoksazol tiap hari selama 6 bulan khusus untuk orang dengan HIV/AIDS[19]
Penulisan pertama oleh: dr. DrRiawati MMedPH