Pendahuluan Fraktur Hidung
Fraktur hidung merupakan cedera yang melibatkan patah atau retaknya tulang hidung, sering kali akibat trauma langsung pada area nasal. Gejala klinis yang umum meliputi deformitas hidung, epistaksis, edema, rasa nyeri, serta kesulitan bernapas.[1,2]
Fraktur hidung adalah jenis fraktur pada wajah yang paling sering terjadi. Fraktur hidung paling sering disebabkan oleh trauma fisik seperti terjatuh, kecelakaan dalam olahraga, atau kecelakaan dalam berkendara. Faktur hidung dapat terjadi bersamaan dengan luka lain pada jaringan lunak maupun tulang wajah lain.[1]
Anamnesis perlu fokus pada mekanisme cedera dan gejala yang timbul, seperti deformitas hidung, epistaksis, nyeri, dan kesulitan bernapas. Pemeriksaan fisik mencakup inspeksi visual, palpasi, dan evaluasi fungsi hidung. Rinoskopi dapat membantu dalam menilai deviasi atau stabilitas tulang hidung.
Radiografi nasoalveolar biasanya merupakan langkah diagnostik awal yang memungkinkan visualisasi struktur tulang hidung dan menentukan jenis, lokasi, serta derajat fraktur. Jika diperlukan, computed tomography (CT) dapat memberikan informasi tambahan mengenai komplikasi terkait atau fraktur tambahan pada tulang-tulang sekitarnya.[1-3]
Tata laksana inisial dapat dilakukan dengan mengontrol epistaksis dan menutup laserasi pada kulit bagian luar bila ada. Perawatan selanjutnya adalah reduksi tertutup fraktur jika diindikasikan untuk sebisa mungkin mencegah terjadinya deformitas permanen dan gangguan fungsional pernapasan.[2,3]