Penatalaksanaan Laringitis
Penatalaksanaan laringitis dapat dibagi menjadi dua, yaitu untuk laringitis akut dan laringitis kronik. Persamaan dari kedua tata laksana ini adalah terapi suara atau voice hygiene. Tata laksana khusus lainnya dilakukan berdasarkan etiologi.
Tata Laksana Laringitis Akut
Tata laksana laringitis akut diberikan berdasarkan etiologi yang mendasarinya. Pada mayoritas kasus, etiologi adalah infeksi virus, sehingga penyakit bersifat self limiting.
Pemberian antibiotik dapat dilakukan pada pasien dengan demam persisten (> 48 jam), sputum purulen, terbentuk membran, atau terdapat kondisi berat seperti epiglotitis akut, tuberkulosis, sifilis, atau aktinomikosis. [1,19]
Antibiotik yang diberikan biasanya berdasarkan bakteri yang menyebabkan laringitis. [8] Lini pertama yang dapat digunakan adalah golongan penisilin, seperti amoxicillin dan penicillin V. Jika terdapat kecurigaan terhadap bakteri yang resisten terhadap penisilin atau terdapat infeksi berulang maka kotrimoksazol dapat digunakan. [20]
Epiglotitis Akut
Epiglotitis akut biasanya membutuhkan penatalaksanaan segera untuk mempertahankan patensi jalan napas. Pasien diminta dalam posisi duduk, tidak berbaring, dan pemeriksaan fisik yang dapat memperparah distress pernapasan diminimalisir. Obati epiglotitis akut dengan menggunakan antibiotik intravena, kortikosteroid, dan nebulisasi epinefrin. Jika intubasi diperlukan, persiapkan kemungkinan krikotiroidotomi karena intubasi umumnya sulit.[21].
Epiglotitis akut yang tidak mengganggu jalan napas dapat ditata laksana dengan nebulisasi salin normal, kortikosteroid, antibiotik intravena, atau nebulisasi dengan adrenalin. [1]
Croup
Pasien dengan laringotrakeobronkitis atau croup ditatalaksana berdasarkan derajat keparahannya. Penyakit derajat ringan dapat ditatalaksana dengan steroid oral, seperti dexamethasone atau prednison. Derajat berat dapat ditatalaksana dengan nebulisasi epinefrin diikuti dengan steroid. [22]
Laringitis Fungal
Pasien dengan laringitis yang disebabkan oleh infeksi jamur dapat diberikan antifungal. Obat yang dapat dipilih antara lain nystatin, ketoconazole oral, fluconazole, itraconazole, dan amfoterisin B intravena. Pemberian antifungal biasanya selama 3 – 4 minggu. [6,23]
Tata Laksana Laringitis Kronik
Sebagian besar kasus laringitis kronik disebabkan oleh refluks. Beberapa tata laksana yang dapat digunakan untuk menangani laringitis akibat refluks adalah:
- Mukoprotektan untuk melapisi lambung (Contoh: sukralfat)
- Menghindari makanan yang bersifat asam atau iritatif karena dapat meningkatkan produksi asam lambung, seperti makanan berlemak, gorengan, kopi, teh, minuman berkafein, alkohol, coklat, dan mint
- Makan dalam porsi kecil tapi lebih sering, dan menghindari makan 3 – 4 jam sebelum tidur
- Penghambat pompa proton (PPI) secara tunggal atau bersamaan dengan antagonis reseptor H2. [1,24]
Penggunaan PPI dinilai dapat memperbaiki gejala iritasi laring pada pasien dengan refluks laringofaringeal. Selain itu, kombinasi dengan antagonis reseptor H2, terapi suara, atau prosedur pembedahan juga dinilai dapat memperbaiki suara pada pasien dengan refluks laringofaringeal kronik. [25,26]
Laringitis kronik akibat paparan alergen terus menerus secara berulang dapat ditatalaksana dengan menghindari alergen, pemberian antihistamin, dan kortikosteroid nasal. Pemberian mukolitik seperti guaifenesin dinilai dapat membantu membersihkan sekresi mukosa yang diproduksi oleh reaksi alergi. [1,4]
Ketika terjadi edema pada rongga Reinke, tata laksana yang dapat dilakukan adalah berhenti merokok dan pembedahan laring dengan menghilangkan bagian lamina propria yang menebal. [11]
Voice Hygiene
Semua pasien laringitis direkomendasikan untuk melakukan vocal hygiene. Hal ini bertujuan untuk mengontrol gejala dan mengurangi iritasi pada laring. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan.
- Mengistirahatkan suara : Pasien dianjurkan untuk meminimalisasi penggunaan suara selama 48 jam sampai 1 minggu atau sampai ketika pasien tidak nyeri saat bersenandung. Penggunaan suara berlebihan seperti berteriak, bernyanyi, atau berbisik sebaiknya dibatasi.
- Menjaga lubrikasi lokal dan hidrasi sistemik : Hal ini dapat dilakukan dengan mengunyah permen karet, meningkatkan asupan cairan menjadi 250 mL per jam, dan membatasi asupan kafein. Kafein dinilai dapat menyebabkan dehidrasi dan memperparah iritasi pada faringolaringeal.
- Perubahan gaya hidup : Gaya hidup yang diubah untuk menjaga kesehatan suara adalah mengurangi asupan alkohol, berhenti merokok, dan mengatasi kondisi medis yang menjadi predisposisi penyakit. [1]
Rujukan
Pasien dengan stridor atau terdapat kecurigaan obstruksi perlu segera mendapat tata laksana emergensi yang adekuat. Pasien dengan gejala yang menetap selama lebih dari 2 – 3 minggu disarankan untuk dirujuk ke spesialis THT.
Apabila terdapat kecurigaan ke arah keganasan, riwayat pembedahan pada bagian leher, riwayat radioterapi, riwayat intubasi endotrakeal, penurunan berat badan yang signifikan tanpa diketahui penyebabnya, disfagia atau odinofagia, atau otalgia rujukan dapat dilakukan tanpa harus menunggu 2 minggu pengobatan. [1,3]