Diagnosis Otosklerosis
Diagnosis pasti otosklerosis ditegakkan dengan menemukan fokus otosklerotik pada pemeriksaan radiologis. Keluhan utama pasien datang umumnya gangguan pendengaran bilateral yang dimulai pada usia 30-50 tahun, tetapi ada pasien yang asimtomatik.[2,9,18]
Sebenarnya, diagnosis definitif otosklerosis adalah dengan pemeriksaan histopatologi, namun untuk diagnosis pre-operatif disarankan penggunaan high resolution computed tomography (HRCT). Otosklerosis sebenarnya sangat jarang dijumpai di Asia, dan lebih banyak terjadi pada Kaukasia.[9,10,18]
Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama otosklerosis biasanya adalah gangguan pendengaran bilateral yang dimulai pada usia 30-50 tahun. Otosklerosis dapat asimtomatik pada 8-12% pasien, hanya ditemukan pada pemeriksaan histologi secara tidak sengaja saat dilakukan otopsi (otosklerosis histologis).[2,18,26]
Gejala vestibular dapat terjadi pada pasien dengan otosklerosis. Gejala ini sebenarnya dapat muncul sebelum maupun setelah operasi. Keluhan yang berhubungan dengan sistem vestibular, antara lain gangguan keseimbangan, pusing, tinnitus atau serangan vertigo berulang. Apabila keluhan ini muncul sebelum operasi, maka biasanya menunjukkan bahwa otosklerosis sudah melibatkan telinga bagian dalam.[8,30]
Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis otosklerosis yang paling menonjol sebelum adanya keterlibatan telinga bagian dalam adalah tuli konduktif bilateral yang disebabkan adanya gangguan transmisi gelombang suara dari stapes ke telinga dalam. Pada tahap lanjut, proses otosklerosis berlanjut ke telinga bagian dalam dan manifestasi klinis menjadi tuli campuran.[6,18,31]
Gangguan pendengaran tipe konduktif akan menunjukkan adanya peningkatan konduksi udara atau air conduction (AC) melebihi konduksi tulang atau bone conduction (BC). Namun, pada tahap lanjut dapat terjadi peningkatan BC melebihi AC. Pada keadaan ini, tuli sensorineural sudah mulai terjadi dimana sudah ada keterlibatan koklea.[12]
Pemeriksaan Otoskop
Pada pemeriksaan dengan otoskop, umumnya pasien akan menunjukkan hasil yang normal pada kanalis auditorius externus. Pada pemeriksaan membran timpani, dapat ditemukan membran timpani yang utuh dengan perubahan warna menjadi kemerahan atau disebut Schwartze sign.[32,33]
Adanya Schwartze sign hanya ditemukan pada 10% pasien dengan otosklerosis. Schwartze sign ini terjadi karena meningkatnya aliran darah pada area promontorium di dalam telinga tengah yang terjadi pada fase otospongiosis yang ditandai dengan meningkatnya aliran darah pada tulang yang membentuk kapsula otica.[34]
Pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk membedakan otosklerosis dengan etiologi tuli konduktif lainnya, seperti impaksi serumen dan otitis media, yang gambarannya tentu akan sangat berbeda dengan otosklerosis.
Pemeriksaan Garputala
Pemeriksaan fisik sederhana yang dapat dilakukan pada pasien dengan gangguan pendengaran adalah pemeriksaan garputala frekuensi 512 Hz. Pemeriksaan garputala meliputi tes Rinne dan Weber. Pada tuli konduktif, tes Rinne akan negatif (BC>AC). Pada tahap lanjut, dapat ditemukan hasil tes Rinne positif (AC>BC) yang berarti normal atau tuli sensorineural. Tes Rinne pada otosklerosis dilakukan untuk membantu menentukan apakah pasien dapat menjalankan operasi stapes (stapedotomi/stapedektomi).[29,35]
Pada tes Weber, pasien dengan otosklerosis bilateral, akan lebih sulit untuk menentukan lateralisasi. Apabila otosklerosis terjadi unilateral, maka tes Weber dapat menunjukkan adanya lateralisasi pada telinga yang mengalami tuli konduktif.[36]
Pemeriksaan garputala tidak dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis otosklerosis, hanya membantu mengidentifikasi tipe gangguan pendengaran. Tes Rinne tidak dapat membedakan tuli sensorineural dengan normal, sedangkan tes Weber tidak dapat mengidentifikasi gangguan pendengaran yang bilateral.[33]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding otosklerosis meliputi keadaan lain yang dapat menyebabkan tuli konduktif tanpa adanya kelainan pada kanalis auditorius eksterna.
Oklusi Tingkap Bulat
Oklusi tingkap bulat dapat terjadi karena adanya proses inflamasi dan lesi tulang, atau tidak memiliki tingkap bulat sejak lahir. Adanya oklusi pada tingkap bulat akan menyebabkan tuli konduktif. Pada computed tomography (CT) scan dapat terlihat adanya oklusi atau obliterasi tingkap bulat.
Timpanosklerosis
Pada timpanosklerosis, kekakuan terjadi di membran timpani. Akibatnya, getaran tidak bisa dialirkan ke telinga tengah secara optimal dan terjadi penurunan pendengaran. Timpanosklerosis dapat dibedakan dengan otosklerosis dengan melihat gambaran membran timpani pada otoskop.
Massa Teinga
Massa kolesteatoma atau tumor telinga tengah yang mengganggu pergerakan tulang-tulang pendengaran dapat memberikan gambaran yang mirip dengan otosklerosis. Diagnosis dapat dibedakan melalui pemeriksaan otoskopi dan, bila perlu, pencitraan.[36]
Diagnosis Banding pada Anak
Pada anak-anak, otosklerosis dapat dibedakan dengan Paget’s disease, congenital stapedial footplate fixation, dan osteogenesis imperfecta dengan cara melihat adanya pembentukan tulang abnormal dan kerusakan yang terjadi bersamaan. Congenital foot plate fixation biasanya terdeteksi pada usia 3 tahun. Otosklerosis juvenil jarang terdeteksi sebelum usia 10 tahun.[11]
Paget’s disease dan osteogenesis imperfecta dapat memiliki manifestasi klinis berupa gangguan pendengaran, namun tetap dapat dibedakan dengan jelas dengan otosklerosis karena keduanya memiliki gejala klinis yang khas. Pada Paget’s disease terdapat gejala seperti nyeri tulang, fraktur, serta deformitas tulang panjang. Sedangkan, pada osteogenesis imperfecta ditemukan adanya blue sclera dan fraktur multipel.[37,38]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada otosklerosis meliputi pemeriksaan laboratorium, pencitraan, dan pemeriksaan lain seperti timpanometri, audiometri, dan histopatologi.
Diagnosis definitif pada otosklerosis adalah pemeriksaan histopatologi pada kaki stapes yang telah diangkat. Namun, hal ini tidak dapat dilakukan sebagai panduan klinis sehari-hari karena diperlukan pemeriksaan yang pasti sebelum melakukan tindakan untuk menghindari intervensi yang tidak diperlukan. Pemeriksaan preoperatif yang dapat digunakan untuk memastikan diagnosis adalah high resolution computed tomography (HRCT).[1,9,10]
CT Scan
Computed tomography (CT) scan dan magnetic resonance imaging (MRI) dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis otosklerosis. CT scan dan MRI terutama dilakukan untuk mengidentifikasi tulang temporalis. Pada pasien otosklerosis dengan gangguan pendengaran sensorineural, CT scan dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit. High resolution CT (HRCT) scan dapat mendeteksi kelainan tingkap oval pada 80-90% kasus otosklerosis.
Pada CT scan dapat ditemukan adanya radiolusen pada area perikoklear, yang dikenal juga dengan ring atau double halo. Ring atau cincin ini terlihat seperti fokus perikoklear yang konfluens di sekitar lumen koklea.
Kabbara et al. menemukan sistem klasifikasi pada lesi otosklerosis dengan pemeriksaan CT scan. Sistem klasifikasi Kabbara adalah sebagai berikut:
- Stage 1 : lesi terbatas pada kaki stapes dan lesi perikoklear tanpa melibatkan endosteum
- Stage 2 : lesi meliputi perikoklear dan endosteum
- Stage 3 : terjadi obliterasi penuh tingkap bulat dan atau pembentukan atau penebalan tulang bagian basal yang berasal dari lesi perikoklear[3]
Selain untuk membantu diagnosis, CT scan dilakukan sebagai pemeriksaan untuk pemantauan post operasi. Pada pasien post operasi, prosthesis yang dipasang untuk menggantikan stapes berbahan Teflon, stainless steel, dan platinum, sehingga akan memberikan gambaran hiperdens pada CT scan.[39]
MRI
Pada MRI, ring yang terlihat pada CT scan memiliki sinyal intermediata dan biasanya terdeteksi pada area perikoklear. MRI T1-weighted images dengan gadolinium akan menunjukkan penyengatan. Selain itu, MRI fast-spin dengan T2-weighted juga dapat mendeteksi kepatenan duktus koklea. Untuk tujuan mendeteksi kepatenan duktus koklea, MRI T2-weighted lebih superior dibandingkan CT scan.[3]
MRI juga dapat melihat adanya komplikasi pada telinga bagian dalam, seperti perdarahan intralabirin, granuloma yang menyebar sampai ke dalam sistem vestibular, atau labirinitis inflamatorik. Namun, pemeriksaan MRI post operasi tidak selalu dilakukan, kecuali apabila dicurigai terdapat komplikasi yang melibatkan telinga bagian dalam. Terbentuknya fistula perilimfatik dapat dilihat pada CT scan, dan dapat dikonfirmasi dengan MRI.[39]
High Resolution CT Scan (HRCT)
High Resolution CT Scan (HRCT) pada tulang temporal dapat membantu diagnosis otosklerosis sebelum dilakukan operasi. HRCT dapat mengidentifikasi adanya demineralisasi tulang sebagai lesi hipodens atau radiolusen pada fissula ante fenestram dan kapsula otica. Lesi hipodens ini menandakan adanya lesi spongiosis yang aktif, sedangkan untuk lesi yang inaktif memiliki densitas yang sama dengan tulang di sekitarnya.
Tujuan dilakukannya HRCT sebelum menentukan diagnosis otosklerosis antara lain:
- Memastikan diagnosis otosklerosis
- Melihat kelainan anatomis yang menyulitkan prosedur operasi, seperti tingkap oval yang dangkal
- Melihat adanya kemungkinan diagnosis lain, misalnya malformasi tulang-tulang pendengaran
- Menginformasikan kepada pasien kemungkinan risiko untuk mengalami gangguan pendengaran sensorineural pada kasus otosklerosis yang disertai dengan keterlibatan perikoklea, kanalis auditorius interna, dan tingkap bundar[40]
Pemeriksaan Laboratorium
Belum ada pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendiagnosis otosklerosis. Pemeriksaan laboratorium biasanya dilakukan untuk menunjang etiologi penyakit. Penanda inflamasi seperti neutrophil lymphocyte ratio (NLR), hitung leukosit, serta polymerase chain reaction (PCR) dapat membantu untuk mencari kemungkinan etiologi otosklerosis. Namun, hal ini dilakukan bukan untuk menegakkan diagnosis.[11]
Timpanometri
Timpanometri merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk mengukur pergerakan membran timpani dan tekanan telinga tengah. Pada timpanometri, hasil pemeriksaan akan dimasukkan ke dalam grafik yang dikenal dengan timpanogram yang terdiri dari 3 tipe, yaitu tipe A, B, dan C.
Hasil timpanogram yang berhubungan dengan otosklerosis adalah tipe B. Tipe B menggambarkan otosklerosis stadium lanjut atau efusi telinga tengah. Hasil ini perlu disesuaikan dengan klinis pasien.[41]
Audiometri
Audiometri membantu melihat konduksi udara dan tulang serta hubungannya dengan berbagai frekuensi suara (Hz) pada berbagai volume suara (dB). Hasil dikatakan abnormal bila hearing threshold lebih dari 25 dB. Otosklerosis biasanya menunjukkan gangguan pendengaran tipe konduktif dengan frekuensi yang rendah.[31]
Hasil audiometri pada otosklerosis dapat ditemukan tanda patognomonik tuli konduktif atau campuran, yaitu Carhart notch (penurunan konduksi tulang kurang lebih 10-20 dB pada frekuensi 2000 Hz). Hal ini terjadi karena adanya imobilisasi pada dasar tingkap oval dan gangguan getaran tulang-tulang pendengaran. Namun, adanya Carhart notch bukan menjadi diagnosis pasti otosklerosis.[7]
Selain untuk penunjang diagnostik, audiometri dapat berperan dalam menilai kesuksesan operasi dan kemampuan pasien untuk mendeteksi suara dan kata-kata. Namun, audiometri tidak dapat memprediksi kualitas hidup pasien post operasi.[42]
Vestibular-Evoked Myogenic Potentials (VEMP)
VEMP adalah tes untuk melihat fungsi sistem vestibular yang dilakukan dengan menstimulasi sacculus, kemudian mengukur respon tonus otot sternocleidomastoideus. Tes ini menggunakan elektroda yang dipasangkan pada wajah dan leher, kemudian pasien diminta untuk melakukan gerakan tertentu.[43]
VEMP dapat membantu menilai fungsi sacculus yang secara anatomis memiliki letak yang dekat dengan fokus otosklerosis, sehingga pemeriksaan ini digunakan untuk menilai struktur vestibular pada pasien otosklerosis. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai screening awal keterlibatan sistem vestibular pada pasien dengan otosklerosis.[44]
Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi merupakan diagnosis definitif pada otosklerosis. Pemeriksaan histopatologi membagi fase perkembangan fokus otosklerosis menjadi 3, yaitu fase otospongiosis, fase transisi, dan fase lanjut (otosklerosis). Pemeriksaan histopatologis sekaligus melihat fokus area yang mengalami resorpsi dan deposisi tulang.[7,11]
Pemeriksaan histopatologi pada fase otospongiosis akan memperlihatkan adanya absorpsi tulang oleh histiosit, osteoblas, dan kelompok osteosit yang aktif yang kemudian akan membentuk tulang yang spongy (seperti sponge). Pada pewarnaan hematoksilin-eosin, tulang yang baru terbentuk ini terlihat padat berwarna kebiruan yang dikenal dengan mantles of Manesse. Semakin lama, akan terjadi pembentukan tulang yang sklerotik dan padat pada area yang terjadi resorpsi tulang.[11,18]