Epidemiologi Otosklerosis
Epidemiologi otosklerosis pada populasi umum mencapai 0,3-1%. Otosklerosis biasanya bilateral (85%) dan lebih banyak mengenai wanita, dengan rasio perbandingan wanita dengan pria adalah 2:1. Dari mereka yang mengalami gangguan pendengaran, 5-9% disebabkan karena otosklerosis dan sebanyak 18-22% pasien dengan gangguan pendengaran tipe konduktif mengalami otosklerosis.[11,25]
Rerata onset gangguan pendengaran karena otosklerosis biasanya dimulai pada usia 30-50 tahun. Sebanyak 60% penderita otosklerosis memiliki riwayat keluarga dengan penyakit yang sama. Hal ini yang mendasari adanya gagasan mengenai peran genetik sebagai salah satu etiologi otosklerosis.[11,18]
Global
Otosklerosis banyak menyerang Kaukasia dengan prevalensi 3 per 1000 orang. Sedangkan, pada etnis Afrika, prevalensinya rendah (< 1%). Amerika Latin dan Asia memiliki prevalensi yang lebih rendah lagi dari etnis Afrika.[18,25]
Otosklerosis tidak selamanya menimbulkan gejala. Pada beberapa kasus, otosklerosis ditemukan secara tidak sengaja dari hasil otopsi (otosklerosis histologis). Pada keadaan ini, gejala otosklerosis tidak dirasakan oleh orang tersebut semasa hidupnya (asimptomatik). Prevalensi otosklerosis histologis adalah 12-15%, sedangkan otosklerosis klinis 0,99-1,2%.[26]
Indonesia
Belum ada data yang pasti mengenai prevalensi otosklerosis di Indonesia. Prevalensi ketulian di Indonesia adalah 0,4%, sedangkan prevalensi gangguan pendengaran di Indonesia mencapai 16,8%, dimana penyebab utamanya adalah otitis media (3,1%), presbiakusis (2,6%), tuli akibat substansi ototoksik (0,3%), tuli kongenital (0,1%), dan noise induced hearing loss.[27,28]
Mortalitas
Otosklerosis tidak menyebabkan kematian. Akan tetapi, risiko komplikasi tuli, tinitus, dan vertigo dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien.[1,5]