Panduan e-Prescription Rhinitis Alergi
Panduan e-prescription untuk rhinitis alergi ini dapat digunakan oleh dokter umum saat hendak memberikan terapi medikamentosa secara online.
Tanda dan Gejala
Diagnosis klinis rhinitis alergi dapat ditegakkan jika terdapat riwayat alergi berulang serta manifestasi rinorea yang jernih, mukosa nasal yang pucat, serta mata merah dan berair. Keluhan ini biasanya disertai dengan bersin-bersin, hidung tersumbat, dan gatal pada hidung. Keluhan akan timbul berkaitan dengan paparan alergen tertentu, seperti polen bunga atau bulu binatang.[1,2,20]
Peringatan
Penggunaan antihistamin yang dapat menyebabkan kantuk, terutama antihistamin generasi pertama. Pasien yang mengemudi kendaraan bermotor atau mengoperasikan alat berat harus diedukasi mengenai efek sedasi dan penurunan koordinasi psikomotor akibat penggunaan antihistamin.
Penggunaan dekongestan dan kortikosteroid perlu berhati-hati pada pasien yang memiliki komorbiditas diabetes mellitus, penyakit jantung, dan penyakit ginjal. Pemberian kortikosteroid intranasal lebih disukai dibandingkan kortikosteroid oral karena dapat menghindari efek samping sistemik. Dekongestan tidak boleh diberikan lebih dari 3-5 hari karena dapat menimbulkan fenomena rebound dan rhinitis medikamentosa.
Rujukan perlu dilakukan pada:
- Rhinitis alergi dengan gejala berat yang tidak membaik dengan terapi farmakologi,
- Rhinitis alergi yang disertai komorbiditas atau komplikasi,
- Rhinitis alergi di mana alergen spesifik penyebab keluhan tidak teridentifikasi
-
Rhinitis alergi yang memberikan gejala discharge berdarah dari hidung,
- Rhinitis alergi yang memerlukan imunoterapi untuk memperbaiki kualitas hidup pasien
Medikamentosa
Medikamentosa yang diberikan pada rhinitis alergi ditujukan untuk mengatasi gejala alergi, termasuk rinorea, bersin, hidung tersumbat, gatal pada hidung, dan gejala okular. Obat yang dapat digunakan adalah antihistamin dan dekongestan. Pasien juga dianjurkan untuk menghindari alergen pencetus.
Dewasa
Antihistamin generasi kedua dapat diberikan untuk pasien rhinitis alergi, dengan pilihan loratadine atau cetirizine. Peresepan antihistamin generasi pertama, yaitu chlorpheniramine maleate, harus dihindari dalam praktik karena kurang efektif dibandingkan dengan antihistamin generasi kedua. Selain itu, chlorpheniramine maleate juga memiliki efek samping yang lebih berat dan berpotensi menimbulkan reaksi toksik yang tidak dimiliki antihistamin generasi kedua.
Untuk pasien dengan gejala ringan, pilih salah satu dari opsi antihistamin generasi kedua berikut:
- Loratadine 10 mg/hari per oral, 1 kali sehari
- Cetirizine 5–10 mg/hari per oral, 1 kali sehari
Untuk gejala sedang (gejala cukup memengaruhi kualitas hidup), lini pertama terapi adalah kortikosteroid intranasal. Antihistamin oral tidak lebih efektif dalam mengatasi gejala rhinitis sedang hingga berat. Pilih salah satu dari obat berikut:
-
Budesonide nasal spray (32 μg/semprotan), 2 semprotan per lubang hidung, 1 kali sehari, selama 2–4 minggu. Jika keluhan membaik, dosis bisa diturunkan menjadi 1 semprotan tiap lubang hidung
-
Fluticasone furoate nasal spray (27,5 μg/semprotan), 2 semprotan per lubang hidung, 1 kali sehari, selama 2–4 minggu
-
Fluticasone propionate nasal spray (50 μg/semprotan), 2 semprotan per lubang hidung, 1 kali sehari, selama 2–4 minggu
-
Mometasone furoate nasal spray (50 μg/semprotan), 2 semprotan per lubang hidung, 1 kali sehari, selama 2–4 minggu
-
Triamcinolone acetonide nasal spray (55 μg/semprotan), 2 semprotan per lubang hidung, 1 kali sehari, selama 2–4 minggu
Dekongestan digunakan untuk mengurangi gejala hidung tersumbat. Obat ini bekerja mengurangi sekret hidung dengan cara menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah. Penggunaan dekongestan pada rhinitis alergi dianjurkan hanya dalam waktu jangka pendek. Pilih salah satu dari opsi dekongestan berikut:
-
Oxymetazoline solusio 0,05% intranasal (tetes hidung atau semprot hidung), 2–3 tetes/spray, 2 kali sehari, maksimal 3 hari
-
Pseudoephedrine per oral 60 mg/hari
Pilihan terapi lain pada rhinitis alergi adalah antagonis leukotriene dan mast cell stabilizer. Meski demikian, terapi menggunakan golongan obat tersebut sebaiknya tidak dilakukan secara online.[2,17,20]
Anak
Cetirizine dapat digunakan sebagai antihistamin pada anak usia di atas 3 tahun. Dosis yang disarankan adalah 2,5 hingga 5 mg/hari per oral. Loratadine juga dapat digunakan pada anak di atas 2 tahun dengan dosis 5 mg/hari.[1,2,17,20]
Pemberian pada Ibu Hamil
Obat-obat antihistamin oral yang disebut di atas tergolong kategori B berdasarkan FDA sehingga bisa dikonsumsi oleh ibu hamil.
Kortikosteroid intranasal yang dapat digunakan ibu hamil adalah budesonide (kategori B), sedangkan obat lainnya tergolong kategori C.[1,2,17,20]
Penulisan pertama oleh: dr. Nindy Adhilah