Penatalaksanaan Rhinitis Alergi
Penatalaksanaan utama rhinitis alergi berupa pengenalan pencetus alergi dan menghindarinya. Medikamentosa seperti antihistamin dapat membantu meringankan gejala yang dialami pasien.
Hampir seluruh kasus rhinitis alergi dapat ditangani dengan berobat jalan (outpatient). Tujuan terapi adalah untuk meredakan gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Rujukan dapat dipertimbangkan jika ada indikasi berikut:
- Rhinitis alergi dengan gejala berat yang tidak membaik dengan terapi farmakologi
- Rhinitis alergi yang disertai komorbiditas atau komplikasi
- Rhinitis alergi dimana alergen spesifik penyebab keluhan tidak teridentifikasi
- Rhinitis alergi yang memberikan gejala discharge berdarah dari hidung
- Rhinitis alergi yang akan dilakukan imunoterapi untuk memperbaiki kualitas hidup pasien
Rujukan dapat dilakukan kepada dokter spesialis Telinga-Hidung-Tenggorok (THT) atau dokter spesialis konsultan alergi dan imunologi.[1,2]
Menghindari Alergen
Untuk alergen dalam ruangan, pasien dapat dianjurkan untuk membersihkan lingkungan rumah dengan bantuan vacuum cleaner secara rutin untuk menghilangkan debu dari karpet, sofa, dan tempat tidur.[2,17]
Pastikan kebersihan rumah dari serangga dan hewan pengerat yang dapat memicu alergi, seperti kecoa atau tikus, dengan membersihkan sampah dan sisa makanan segera dari rumah atau dengan menggunakan umpan yang mengandung racun. Gunakan penyaring udara (air filter) yang biasa dikombinasikan pada perangkat elektronik seperti air-conditioner atau air-purifier.[2,21]
Mengenakan masker wajah dapat membantu menyaring udara yang dihirup dari serbuk sari bunga. Penggunaan masker wajah sehari-hari terbukti dapat mengurangi gejala rhinitis dan konjungtivitis alergi pada pasien.[21,22]
Medikamentosa
Terapi obat-obatan pada rhinitis alergi dilakukan dengan stepwise approach sesuai dengan tingkat keparahan dan frekuensi penyakit.
Antihistamin Oral
Antihistamin oral yang disarankan pada penatalaksanaan rhinitis alergi adalah antihistamin H1 oral generasi dua karena penetrasi pada sawar darah otak jauh lebih rendah dibandingkan generasi pertama. Hal ini menyebabkan efek samping, seperti sedasi dan disfungsi psikomotor, juga menjadi lebih rendah. Golongan antihistamin H1 generasi dua yang paling sering digunakan adalah cetirizine 10 mg/hari, loratadine 10 mg/hari, dan fexofenadine 60-120 mg/hari.[1,2,17,20]
Dekongestan
Dekongestan digunakan untuk mengurangi gejala hidung tersumbat. Obat ini bekerja mengurangi sekret hidung dengan cara menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah. Oleh karenanya, penggunaan dekongestan harus hati-hati pada pasien rhinits alergi yang memiliki komorbiditas hipertensi, glaukoma, hipertiroid, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan diabetes mellitus. Penggunaan dekongestan pada rhinitis alergi dianjurkan hanya dalam waktu jangka pendek.
Di Indonesia, obat-obatan jenis dekongestan lebih lazim ditemui dalam kemasan kombinasi bersama antihistamin. Contoh obat yang mengandung dekongestan di Indonesia adalah pseudoephedrine 60 mg dan oxymetazoline intranasal.[2,17,20]
Kortikosteroid Intranasal
Kortikosteroid intranasal merupakan obat pilihan pertama untuk pasien yang menderita rhinitis alergi berat. Kortikosteroid intranasal juga terbukti dapat mengecilkan ukuran adenoid yang mengalami hipertrofi dan sering menjadi komorbiditas dari rhinitis alergi. Meskipun terbukti efektif meredakan gejala rhinitis alergi, karena efek antiinflamasi yang kuat kortikosteroid tidak digunakan secara rutin. Obat yang termasuk ke dalam golongan kortikosteroid intranasal antara lain budesonide, beclometasone, fluticasone propionate, dan flunisolid.[18-20]
Antagonis Leukotrien
Penggunaan obat ini pada rhinitis alergi didasarkan pada konsep one airway one disease karena obat ini sebelumnya sudah dimanfaatkan untuk tata laksana asma. Penggunaan obat ini dapat meringankan gejala hidung berair, hidung tersumbat dan mata berair. Obat yang termasuk golongan antagonis leukotrien ini adalah montelukast 10 mg/hari dan zafirlukast 20 mg/hari. Sebagian besar obat ini dimetabolisme oleh enzim CYP3A4 di hati, sehingga kombinasi dengan obat lain seperti ketoconazole sebaiknya dihindari.[2,17,20]
Mast Cell Stabilizer
Golongan obat ini bekerja pada sel mast dan mencegah degranulasi yang bisa menimbulkan gejala pada rhinitis alergi. Obat ini terutama menjadi pilihan untuk profilaksis rhinitis alergi tipe musiman dengan alergen serbuk sari bunga. Obat dapat diberikan 1-2 minggu sebelum musim bunga dan dilanjutkan hingga musim bunga dengan serbuk sari yang banyak berakhir. Contoh obat mast cell stabilizer adalah kromolin sodium 200-400 mg.[2,17,20]
Imunoterapi
Terapi jangka panjang yang dapat dilakukan untuk pasien rawat jalan adalah dengan melakukan imunoterapi. Imunoterapi adalah pilihan yang digunakan dengan memodifikasi mekanisme alergi dasar dengan cara melakukan desensitisasi dan menimbulkan keadaan anergi terhadap alergen pencetus. Pada awalnya imunoterapi ini digunakan untuk alergen berupa serbuk sari namun saat ini sudah diindikasikan untuk alergen lain seperti tungau debu rumah, sel epitel hewan peliharaan dan jamur.
Ekstrak alergen ini akan disuntikkan melalui subkutan dengan peningkatan dosis yang bertahap sampai mencapai dosis tetap, dosis ini akan tetap dipertahankan dalam tubuh sampai tiga tahun. Meski begitu, teknik penyuntikan secara subkutan ini sudah mulai dihindari karena terjadinya risiko anafilaksis.
Saat ini sudah dikembangkan imunoterapi sublingual (sublingual immunotherapy / SLIT). Pada SLIT ini, keadaan anergi terhadap alergen pencetus dapat terjadi karena terjadinya regulasi dari sel T yaitu penekanan produksi IL-10 dan TGF-beta sehingga menekan reaksi radang[2,17-20]
Pembedahan
Rhinitis alergi pada umumnya tidak memerlukan terapi pembedahan. Namun, beberapa komorbiditas yang menjadi pemberat pada keluhan rhinitis alergi, seperti deviasi septum nasi dan polip nasal, atau komplikasi berupa sinusitis kronik memerlukan tindakan pembedahan untuk mengurangi rekurensi gejala.[1,2,20]
Irigasi Nasal
Irigasi nasal dengan cairan normal salin digunakan untuk mengurangi akumulasi sel eosinofil, neutrofil, serta mediator inflamasi yang telah dilepaskan di mukosa nasal.[1,2]
Prinsip Pengobatan Rhinitis Alergi (Stepwise Approach)
Prinsip terapi rhinitis alergi menggunakan stepwise approach adalah sebagai berikut:
- Antihistamin oral kurang manjur dibandingkan kortikosteroid intranasal, tetapi banyak pasien lebih memilih obat oral
- Antihistamin intranasal kurang manjur dibandingkan kortikosteroid intranasal
- Antihistamin intranasal memberi efek dalam hitungan menit. Sementara itu, kortikosteroid intranasal memberi efek dalam hitungan jam hingga hari
- Kombinasi kortikosteroid intranasal dan antihistamin oral tidak memberi manfaat tambahan
- Kombinasi tetap kortikosteroid dan antihistamin intranasal lebih poten dibandingkan kortikosteroid intranasal tunggal
- Antagonis leukotrien lebih kurang poten dibandingkan kortikosteroid intranasal[18]
Penulisan pertama oleh: dr. Junita br Tarigan