Epidemiologi Rhinitis Alergi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa rhinitis alergi banyak dialami pasien anak. Angka kejadian rhinitis alergi juga dilaporkan semakin meningkat setiap tahunnya.[1,2]
Global
Prevalensi diagnosis klinis rhinitis alergi diperkirakan sebesar 15%. Rhinitis alergi diketahui mencapai puncaknya pada dekade ke-2 hingga ke-4 kehidupan dan kemudian secara bertahap menurun.
Insidensi rhinitis alergi pada populasi anak juga cukup tinggi. Rhinitis alergi merupakan salah satu kondisi kronis yang paling umum pada anak. Menurut data dari International Study for Asthma and Allergies in Childhood, 14,6% anak usia 13-14 tahun dan 8,5% anak usia 6-7 tahun menunjukkan gejala rhinokonjungtivitis terkait dengan rhinitis alergi.[1]
Indonesia
Belum ada data yang jelas mengenai prevalensi rhinitis alergi di Indonesia. Meski demikian, rhinitis alergi diperkirakan sebagai penyakit alergi terbanyak yang dialami anak-anak di kota besar di Indonesia, diikuti oleh dermatitis atopik dan asma. Alergen utama rhinitis alergi di Indonesia adalah debu tungau.[6,7]
Mortalitas
Rhinitis alergi (RA) bukan suatu kondisi yang dapat mengancam nyawa kecuali disertai dengan kondisi atopik lainnya seperti asma derajat berat, penyakit paru obstruktif kronik, atau reaksi anafilaksis. Inflamasi yang terjadi pada rhinitis alergi juga diketahui dapat memperberat inflamasi di bagian lain, seperti pada paru-paru atau kulit, sehingga meningkatkan morbiditas pasien.[2,8]
Penulisan pertama oleh: dr. Junita br Tarigan