Diagnosis Rhinitis Alergi
Diagnosis rhinitis alergi perlu dicurigai pada pasien yang mengeluhkan gejala rhinitis terkait pencetus tertentu. Pada pemeriksaan fisik, bisa ditemukan tanda rhinitis alergi seperti nasal crease, sekret hidung, dan deviasi septum. Pemeriksaan penunjang dengan skin prick test dapat membantu mengidentifikasi alergen yang mencetuskan gejala.[1,2]
Anamnesis
Gejala yang sering dikeluhkan pasien dengan rhinitis alergi adalah bersin, hidung tersumbat, rhinorrhea, serta rasa gatal pada hidung, mata, telinga dan langit-langit mulut. Dugaan adanya rhinitis alergi akan semakin besar jika keluhan berlangsung lebih dari satu jam dan terjadi hampir setiap hari. Keluhan sekret hidung yang mukopurulen, adanya post nasal drip yang mukoid, anosmia, nyeri pada hidung, dan epistaksis berulang umumnya tidak berhubungan dengan rhinitis alergi.
Pasien juga bisa mengeluhkan gejala yang berkaitan dengan komplikasi dari rhinitis alergi, yaitu sinusitis, otitis media, gangguan tidur, dan obstructive sleep apnea.
Dokter juga harus menggali pencetus rhinitis alergi. Alergen luar ruangan dapat berupa polen bunga, serta bagian dari tumbuhan tertentu seperti pohon, rumput, dan jamur. Alergen dalam ruangan dapat berupa tungau debu rumah, serta komponen sel epitel bulu hewan peliharaan seperti kucing dan anjing. Selain itu, rhinitis alergi juga bisa dipicu oleh pencetus nonspesifik seperti rokok, udara kering, atau cuaca dingin.[1,2]
Klasifikasi Rhinitis Alergi
Rhinitis alergi dapat dibedakan berdasarkan berat-ringan gejala dan seberapa sering gejala muncul.
- Rhinitis alergi disebut intermiten jika gejala muncul < 4 hari/minggu atau <4 minggu/episode
- Rhinitis alergi disebut persiten jika gejala muncul ≥ 4 hari/minggu atau ≥4 minggu/episode
Sementara itu, berdasarkan keparahan, rhinitis alergi bisa dibedakan menjadi:
- Ringan: Pola tidur normal. Tidak ada gangguan aktivitas, olahraga, istirahat. Tidak ada gangguan pekerjaan dan sekolah
- Sedang-Berat (minimal satu gejala): Gangguan tidur. Gangguan aktivitas, olahraga, istirahat. Gangguan pekerjaan dan sekolah[18]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik difokuskan pada area sekitar mata, hidung, dan sinus paranasal.
Inspeksi
Pada inspeksi dapat ditemukan allergic shiners atau gambaran lingkaran berwarna lebih gelap dari kulit sekitar yang terdapat di daerah mata. Gambaran ini muncul sebagai akibat dari adanya kongesti nasal. Selain itu, bisa ditemukan nasal crease atau gambaran berupa guratan garis di bagian setengah bawah hidung yang disebabkan oleh gerakan tangan yang mengusap hidung berulang kali karena gatal.
Rhinoskopi Anterior:
Pada rhinoskopi anterior, dapat ditemukan edema pada mukosa konka nasalis akibat terjadi kongesti. Bisa juga terlihat sekret berair pada mukosa nasalis, deviasi septum nasi atau perforasi septum nasi akibat rhinitis kronik. Massa seperti polip atau tumor hidung yang dapat memperberat gejala rhinitis alergi juga harus dikonfirmasi melalui pemeriksaan rhinoskopi.
Inspeksi Telinga dan Mata:
Otoskopi dilakukan untuk mengkonfirmasi adanya retraksi membran timpani atau air-fluid level jika dicurigai adanya disfungsi tuba Eustachius akibat rhinitis alergi. Pemeriksaan segmen anterior mata dilakukan untuk mencari injeksi atau pembengkakan dari konjungtiva palpebra disertai dengan peningkatan produksi air mata. Gambaran garis Dennie-Morgan, yaitu garis di bawah palpebra inferior, juga berhubungan dengan rhinitis alergi.
Inspeksi Regio Oral:
Pemeriksaan faringoskopi dapat menemukan gambaran cobblestone yang merupakan pembesaran jaringan limfoid faring posterior akibat rhinitis alergi. Pasien dapat terlihat bernapas melalui mulut, sering berdehem, atau suara seperti menghisap ingus (nasal sniffling) akibat kongesti nasal yang dialami. Maloklusi pada gigi dan palatum yang memiliki lengkungan tinggi juga dapat ditemukan pada pasien yang sering bernapas melalui mulut akibat rhinitis alergi yang sering dialaminya.
Inspeksi Kulit:
Pada kulit dapat diamati apakah ada tanda dermatitis atopik yang meningkatkan risiko pasien mengalami rhinitis alergi.
Inspeksi Toraks:
Pada toraks dapat diamati apakah ada tanda-tanda asma, seperti pectus excavatum atau pectus carinatum. yang juga meningkatkan risiko pasien mengalami rhinitis alergi.[1,2,9,10]
Palpasi
Pada kondisi kronik berulang, sinus paranasal dapat ikut mengalami inflamasi sehingga ditemukan nyeri tekan.
Palpasi pada bagian leher dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyebab sekunder terjadinya rhinitis alergi, seperti kelainan tiroid atau limfadenopati. Penyakit tiroid autoimun dapat menjadi penyebab yang mendasari terjadinya rhinitis alergi. Sementara itu, adanya limfadenopati menunjukkan rhinitis alergi yang kronik.[1,2,11]
Perkusi
Perkusi dilakukan pada sinus maksilaris dan frontalis untuk mengetahui adanya nyeri ketuk. Nyeri ketuk pada sinus paranasal dapat menjadi penanda kronik dari rhinitis alergi hingga telah menimbulkan sinusitis.[12]
Auskultasi
Auskultasi dapat dilakukan di area toraks untuk mengkonfirmasi adanya suara tambahan paru seperti wheezing yang menjadi penanda adanya asma pada pasien. Asma merupakan salah satu contoh penyakit atopi yang dapat meningkatkan risiko rhinitis alergi.[2]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding rhinitis alergi mencakup rhinitis vasomotor, rhinitis infeksi, dan rhinitis medikamentosa.
Rhinitis Vasomotor
Secara klinis, rhinitis vasomotor sangat mirip dengan rhinitis alergi. Yang menjadi pembeda utama adalah onset dan kronologi timbulnya keluhan. Rhinitis vasomotor lebih banyak terjadi akibat paparan suhu dingin, aroma menyengat, atau konsumsi makanan pedas. Sementara itu, pada rhinitis alergi pencetus dapat berupa polen bunga, bulu binatang, atau tungau.[1,13]
Rhinitis Viral
Berbeda dengan rhinitis alergi, pada rhinitis viral dapat terjadi keluhan prodromal berupa demam, malaise, myalgia, dan nyeri kepala yang lebih jelas. Riwayat keluarga atau sosial dapat menyatakan adanya individu yang sedang sakit serupa dengan pasien.[1,14]
Rhinitis Bakteri
Rhinitis bakteri juga ditandai dengan adanya gejala prodromal seperti demam, myalgia, dan malaise seperti pada rhinitis virus. Pada rhinitis yang disebabkan bakteri, sekret nasal cenderung bersifat mukopurulen dengan warna kekuningan atau kehijauan.[3,13,14]
Rhinitis Hormonal
Rhinitis hormonal terjadi pada wanita dan terutama berhubungan dengan siklus menstruasi atau kehamilan. Peningkatan estrogen menyebabkan adanya kongesti nasal, sehingga timbul keluhan rhinitis. Rhinitis hormonal yang berkaitan dengan kehamilan sering terjadi pada bulan ke-7 kehamilan dan baru mereda setelah 2 minggu postpartum. Sementara itu, rhinitis hormonal yang berhubungan dengan siklus menstruasi sering terjadi pada fase pre-menstruasi.[3]
Rhinitis Medikamentosa
Rhinitis medikamentosa disebabkan adanya fenomena rebound akibat penggunaan berlebihan dekongestan nasal. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior, dapat ditemukan gambaran mukosa yang edema namun pucat dan tanpa disertai sekret. Pasien melaporkan penggunaan dekongestan dalam durasi lebih dari 3 hari berturut-turut.[3,15]
Pemeriksaan Penunjang
Sebagian besar kasus rhinitis alergi dapat ditegakkan secara klinis. Pemeriksaan penunjang biasanya dilakukan bila pasien tidak berespon terhadap terapi empiris. Pemeriksaan penunjang dapat mengidentifikasi alergen pencetus.[1,2]
Tes Cukit Kulit (Skin Prick Test)
Skin prick test dilakukan dengan cara menggores atau menusuk permukaan kulit dengan jarum sebelum meneteskan ekstrak alergen yang dicurigai menjadi penyebab rhinitis alergi. Reaksi biasanya berlangsung dalam 15-20 menit setelah ekstrak alergen diberikan.[2,16]
Pemeriksaan Kadar IgE Total Serum
Meskipun tidak begitu sensitif atau spesifik, pemeriksaan ini masih dapat dilakukan untuk membantu mengkonfirmasi risiko atopik pada pasien. Biasanya pemeriksaan kadar IgE total serum dilakukan bersama dengan skin prick test. Pemeriksaan kadar IgE total serum tidak dilakukan secara rutin dalam penegakan diagnosis rhinitis alergi.[1,2]
Pemeriksaan Radiologi
Meskipun tidak rutin dilakukan dengan tujuan penegakkan diagnosis rhinitis alergi, pemeriksaan radiologi dapat membantu mengkonfirmasi adanya komorbiditas atau komplikasi yang sering menyertai rhinitis alergi seperti sinusitis atau hipertrofi adenoid. Proyeksi foto rontgen yang dapat membantu mengkonfirmasi adanya komplikasi sinusitis adalah proyeksi Caldwell, Waters, dan lateral.
Sementara itu, untuk membantu menegakkan diagnosis komorbiditas hipertrofi adenoid dapat dilakukan dengan menggunakan proyeksi lateral dari rontgen leher. Pemeriksaan radiologi melalui rontgen sudah cukup bermanfaat untuk mendeteksi adanya sinusitis akut meskipun pemeriksaan pencitraan dengan CT Scan memiliki sensitivitas dan spesifitas lebih tinggi.[1,2]
Penulisan pertama oleh: dr. Junita br Tarigan