Penatalaksanaan Rhinitis Vasomotor
Pilihan utama penatalaksanaan rhinitis vasomotor adalah kortikosteroid intranasal atau antihistamin intranasal. Pilihan terapi untuk rhinitis vasomotor meliputi edukasi menghindari faktor pencetus, medikamentosa, maupun pembedahan seperti mucosal sparing inferior turbinate reduction surgery.
Terapi medikamentosa lebih dipilih untuk mengontrol tanda dan gejala rhinitis. Akan tetapi, apabila gejala tidak membaik dengan obat, dapat dipertimbangkan tindakan operasi.[1–3,12]
Kortikosteroid Intranasal
Kortikosteroid intranasal secara monoterapi merupakan pilihan terapi medikamentosa utama yang disarankan pada rhinitis vasomotor dibandingkan antihistamin intranasal. Kortikosteroid intranasal menurunkan aktivitas mediator inflamasi, merangsang relaksasi otot polos, dan mengurangi edema.
Penelitian menunjukkan bahwa fluticasone propionate intranasal dalam dosis 200–400 mcg efektif mengurangi obstruksi nasal, post nasal drip, dan rhinorrhea. Efek samping pemberiannya adalah iritasi nasal dan krusta di hidung. Saat ini, hanya fluticasone propionate dan beclomethasone yang disetujui oleh FDA sebagai terapi kortikosteroid topikal.[1,12]
Dosis beclomethasone intranasal adalah sebagai berikut:
- Pada pasien yang tidak mendapatkan kortikosteroid inhalasi sebelumnya, diberikan dosis inisial 2 kali, sebanyak 40–80 mcg
- Pada pasien yang mengganti dari kortikosteroid lain, dosis beclomethasone harus berdasarkan dosis sebelumnya. Dapat diberikan dosis inisial 2 kali, sebanyak 40–320 mcg
- Setelah gejala stabil, dosis obat dititrasi turun hingga dosis efektif terendah[9]
Dosis fluticasone propionate 0,05% adalah:
- Dosis awal fluticasone adalah 100 mcg/hari, 1 kali pemberian/hari, di pagi hari. Dosis dapat ditingkatkan bila diperlukan. Dosis rumatan adalah 1 kali, sebanyak 50 mcg
- Dosis obat harus diturunkan bertahap hingga dosis efektif terendah[10]
Antihistamin
Antihistamin menghambat reseptor histamin H1 secara kompetitif dan reversibel. Terdapat 2 generasi antihistamin, yang dibedakan berdasarkan kemampuan penetrasi terhadap lemak.
Antihistamin generasi pertama bersifat lipofilik dan menembus sawar darah otak, sehingga terjadi efek samping terkait sistem saraf pusat seperti sedasi. Antihistamin generasi pertama sudah tidak direkomendasikan sebagai tata laksana rhinitis vasomotor.[1,12]
Antihistamin generasi 2 memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor histamin H1 perifer dan kurang sensitif terhadap reseptor kolinergik dan reseptor 5-hydroxytryptaminergic. Maka dari itu, antihistamin generasi kedua menurunkan risiko efek samping sistem saraf pusat dan dapat menghambat beberapa mediator inflamasi seperti sel mast, basofil, leukotriene, kinin, dan sitokin.[1-3,6]
Antihistamin secara umum berguna untuk mengurangi gejala vasomotor, seperti rhinorrhea, edema nasal, dan rasa gatal di hidung. Peran antihistamin dalam terapi rhinitis vasomotor tidak banyak. Efikasi antihistamin lebih besar untuk rhinitis alergi dibandingkan dengan rhinitis vasomotor.
Azelastine merupakan antihistamin yang mendapatkan persetujuan FDA dalam terapi rhinitis nonalergi. Obat ini tersedia dalam bentuk semprot dengan kekuatan 0,1% dan 0,15% dan digunakan 2 kali sehari. Kombinasi kortikosteroid topikal dan antihistamin intranasal dilaporkan efektif mengurangi gejala rhinitis nonalergi.[1-3,6]
Ipratropium Bromida
Ipratropium bromida merupakan obat golongan antikolinergik. Obat ini bekerja dengan cara mencegah pelepasan asetilkolin yang diperantarai oleh persarafan parasimpatis. Efek yang ditimbulkan adalah mengurangi rhinorrhea dan kongesti nasal.
Penggunaan ipratropium bromida dapat mengurangi kebutuhan untuk mengonsumsi obat lain seperti antihistamin dan kortikosteroid. Akan tetapi, antikolinergik tidak mampu mengatasi keluhan terkait histamin seperti rasa gatal dan bersin.[3,4,6]
Ipratropium bromida tersedia dalam bentuk semprot dengan kekuatan 0,03% dan 0,06%, digunakan sebanyak 1–2 kali semprot setiap hidung hingga 3 kali sehari.[3]
Simpatomimetik
Obat simpatomimetik, terutama dekongestan topikal, memiliki aktivitas pada reseptor alpha 2–adrenergik dan menyebabkan vasokonstriksi lokal, sehingga menurunkan obstruksi nasal, rhinorrhea, dan edema konka.
Akan tetapi, penggunaan simpatomimetik dalam waktu lama (>5–10 hari) dapat menyebabkan vasodilatasi rebound dan kongesti nasal, suatu kondisi yang disebut rhinitis medikamentosa. Konsumsi obat ini harus dilakukan secara hati–hati pada pasien dengan hipertrofi prostat, glaukoma, dan hipertensi.[1,2,12]
Terdapat 2 pilihan dekongestan yaitu oral dan topikal. Pseudoephedrine oral dapat dikonsumsi dengan dosis 30–60 mg hingga 4 kali sehari, hanya saat gejala berlangsung. Stimulasi reseptor beta adrenergik dapat memberikan beberapa efek samping seperti insomnia serta stimulasi kardiak dan neurogenik.[3]
Dekongestan topikal yang dapat digunakan adalah oxymetazoline dan phenylephrine. Dekongestan topikal dapat bekerja cepat dan lebih efektif dibandingkan dekongestan oral.[3]
Capsaicin
Capsaicin adalah komponen aktif yang terdapat pada cabai, tanaman genus Capsicum. Capsaicin bekerja dengan cara desensitisasi saraf sensorik tipe C, sehingga menurunkan hiperreaktivitas nasal. Capsaicin berguna untuk mengurangi kongesti nasal, rhinorrhea, dan bersin berulang.
Penggunaan capsaicin sendiri masih dalam penelitian, dan belum ada konsensus mengenai dosis yang efektif. Regimen yang disarankan untuk digunakan adalah menggunakan larutan capsaicin 0,15 mg/0,5 ml yang dioleskan pada hidung setiap 2–3 hari sebanyak 7 kali. Salah satu efek samping capsaicin adalah rasa terbakar akibat iritasi nasal. Zat eucalyptol dapat ditambahkan untuk mengurangi sensasi ini.[1–4]
Tindakan Operasi
Pada pasien yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa, dapat dipertimbangkan tindakan operatif seperti reduksi konka dan transeksi saraf vidian untuk mengurangi keluhan.[2]
Tindakan Reduksi Konka Inferior
Tindakan reduksi konka inferior secara rutin dilakukan pada pasien dengan rhinitis kronik yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa. Beberapa pilihan teknik operasi adalah reseksi, krioterapi, kauterisasi laser, elektrokauter, dan turbinektomi.
Reduksi konka inferior dapat dilakukan bersamaan dengan konsumsi obat untuk melegakan saluran napas dan mengurangi edema untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.[1,2]
Transeksi Saraf Vidian
Saraf vidian merupakan gabungan dari persarafan simpatis dari saraf petrosus profundus dan persarafan parasimpatis dari saraf petrosus superfisial mayor. Dengan kata lain, saraf vidian berperan dalam stimulus simpatis maupun parasimpatis pada mukosa nasal.
Transeksi saraf vidian berguna untuk mengurangi obstruksi nasal dan rhinorrhea dan dapat dilakukan secara endoskopi. Teknologi endoskopi aman, efisien, dan mampu mengurangi komplikasi pasca operasi secara signifikan seperti perdarahan, rasa kebas pada wajah, dan cedera mata. Beberapa komplikasi adalah mata kering dan disestesia yang reversibel.[1,3,7,12]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli