Epidemiologi Trauma Aurikula
Epidemiologi trauma aurikula sebetulnya jarang terjadi. Namun, kondisi yang parah seperti amputasi dapat berpengaruh secara signifikan terhadap kepercayaan diri seseorang dan fungsi pendengarannya. Insidensi trauma aurikula lebih banyak pada populasi laki-laki, usia muda, dan aktif.[2]
Global
Sebanyak ⅔ dari kasus trauma aurikula yang terdokumentasi terjadi pada pasien berusia 11−40 tahun, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 2:1. Hal ini menunjukkan populasi laki-laki, usia muda, dan aktif jauh lebih rentan terhadap trauma aurikula.[2]
Gailey et al melaporkan terdapat 148 kasus avulsi aurikula dari tahun 1980−2017 dari berbagai laporan kasus dan penelitian. Penyebab avulsi dari yang terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas, gigitan manusia, gigitan hewan, kekerasan, jatuh, upaya bunuh diri, dan kecelakaan di tempat kerja. Untuk tipe avulsi yang paling sering terjadi adalah total avulsi (81,8%). Hanya ada sebagian kecil kasus di mana robekan telinga masih terhubung dengan kepala.[5]
Indonesia
Belum ada data terkait epidemiologi trauma aurikula di Indonesia.
Mortalitas
Trauma aurikula, tanpa trauma berat lainnya, tidak menyebabkan kematian. Namun, trauma aurikula yang tidak ditangani dengan adekuat dapat menyebabkan deformitas yang secara signifikan menurunkan kepercayaan diri pasien.[1,4]
Pada hematoma aurikula atau laserasi yang lebih kompleks hingga avulsi, pasien harus dirujuk ke spesialis THT-KL (telinga hidung tenggorok - bedah kepala leher) atau spesialis bedah plastik karena risiko komplikasi infeksi, kondritis, dan deformitas seperti cauliflower ear.[1,4]
Direvisi oleh: dr. Meva Nareza Trianita