Epidemiologi Balanitis
Data epidemiologi menunjukkan bahwa laki-laki yang telah disirkumsisi memiliki prevalensi lebih rendah mengalami balanitis dibandingkan laki-laki yang belum disirkumsisi. Individu dengan balanitis memiliki risiko 3,8 kali lebih tinggi untuk mengalami kanker penis.
Walaupun tidak terdapat data yang menunjukkan kausatif, terdapat hubungan antara balanoposthitis nonspesifik dan penis yang tidak disirkumsisi. Data tersebut mengindikasikan bahwa sirkumsisi dapat mencegah atau memproteksi dari dermatosis infektif pada penis.[1,2]
Prevalensi balanitis xerotica obliterans diperkirakan sebesar 0,1-0,3% dari populasi. Kelompok usia tersering adalah 6 hingga 9 tahun, dengan rata-rata insidensi pada usia 7 tahun. Sementara itu, Zoon’s balanitis merupakan kondisi yang lebih jarang ditemukan.[3,4]
Global
Balanitis terjadi pada semua ras di belahan dunia. Balanitis paling sering terjadi pada laki-laki usia di bawah 4 tahun dan laki-laki yang tidak menjalani sirkumsisi. Kedua kelompok tersebut merupakan kelompok yang berisiko tinggi.[1]
Balanitis diperkirakan terjadi pada sekitar 11% laki-laki yang datang ke klinik urologi dan 3% anak laki-laki di Amerika Serikat. Secara global, insidensi balanitis diperkirakan sebesar 3% pada laki-laki yang tidak disirkumsisi.[5]
Balanitis lebih mudah terjadi ketika terdapat fimosis, kondisi di mana preputium sangatlah ketat dan tidak bisa diretraksi ke belakang. Ketika anak laki-laki berusia 5 tahun ke atas, preputium menjadi lebih mudah diretraksi, sehingga risiko balanitis pada kelompok anak laki-laki di atas usia ini akan berkurang.[1]
Indonesia
Belum ada data prevalensi balanitis di Indonesia.
Mortalitas
Balanitis tidak dikaitkan dengan mortalitas. Meski demikian, balanitis yang tidak diterapi dapat menyebabkan inflamasi kronik dan balanoposthitis.[1,2]