Edukasi dan Promosi Kesehatan Disfungsi Ereksi
Edukasi dan promosi kesehatan pada disfungsi ereksi dilakukan pada pasien serta pasangannya terkait gaya hidup sehat dan reversibilitas gangguan ereksi. Untuk pencegahan penyakit ini pasien dianjurkan untuk menjalankan pola hidup sehat dan menjauhi stress.[1,2,23]
Edukasi
Hal yang harus disampaikan pada pasien dan pasangannya sebagai edukasi disfungsi ereksi adalah:
- Penjelasan menyeluruh mulai dari aspek anatomi dan fungsi respon seksual, faktor risiko, dan penyebab
- Pada pasien dengan kebiasaan yang berisiko, seperti merokok, kurang olahraga, atau memiliki penyakit kronis seperti diabetes mellitus dan hipertensi, sebaiknya dianjurkan untuk memperbaikinya. Pasien ditekankan untuk hidup sehat mulai dari olahraga, makan makanan sehat, tidak merokok, dan menghindari stress
- Pengendalian gula darah harus dilakukan karena gula darah yang terkontrol akan meminimalisir risiko disfungsi ereksi.
- Penjelasan mengenai penatalaksanaan, baik manfaat dan risiko pengobatan. Keberhasilan tata laksana tergantung pada kerjasama pasien dengan dokter
- Pasien yang mengalami disfungsi ereksi dengan penyakit jantung, yang diberikan pengobatan oral PDE5 inhibitor seperti sildenafil, perlu ditekankan agar lebih paham apa yang harus dilakukan jika terjadi serangan angina
- Pasien yang di tata laksana dengan implan penis, diberikan informasi bahwa implan penis ini belum dapat digunakan hingga 6 minggu setelah operasi, untuk menghindari pembengkakan dan nyeri. Sebelum digunakan, implan ini juga harus dicek terlebih dulu oleh dokter[1,2,5–8,15–18,41,42]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Upaya yang bisa dilakukan adalah pemberian edukasi pada masyarakat tentang pentingnya menerapkan perilaku hidup sehat. Rajin melakukan olahraga, menghindari rokok dan alkohol, dan menjaga berat badan agar ideal serta menghindari obesitas dapat terhindar dari faktor risiko terjadinya disfungsi ereksi.[1,2,20,29]
Obat–obatan tertentu dapat memiliki efek disfungsi ereksi, seperti antidepresan golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) dan beta blocker. Maka dari itu, pemberian obat–obatan tersebut oleh tenaga kesehatan harus hati–hati dan dengan edukasi.
Penghentian dengan tapering off, dapat dipertimbangkan bila terjadi disfungsi ereksi. Selain itu, peran konseling yang dilakukan psikolog juga diperlukan dalam mencegah disfungsi ereksi akibat obat–obatan tertentu.[1,2,5,18,25,40]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli