Diagnosis Gangguan Ejakulasi
Diagnosis gangguan ejakulasi dapat ditegakkan dengan anamnesis terutama anamnesis terkait kehidupan seksual dan deskripsi gejala. Setelah itu diikuti dengan pemeriksaan fisik sistem genitalia, dan juga pemeriksaan penunjang, seperti urinalisis pasca ejakulasi, pemeriksaan kultur urine, tes neurofisiologis, evaluasi psikoseksual, sistoskopi, transrectal ultrasonography (TRUS), dan uroflowmetri.[4,20,21]
Anamnesis
Pada anamnesis sangat perlu digali riwayat medis, bedah, dan seksual pasien untuk merumuskan diagnosis banding spektrum kondisi yang dialami pasien. Menggali informasi melalui anamnesis pada penderita gangguan ejakulasi terkadang sulit dilakukan karena pria tidak terbiasa untuk mendiskusikan kualitas libido, ereksi, dan ejakulasi mereka.[4,20,21]
Anamnesis harus mengumpulkan informasi terkait jenis dan derajat gejala, frekuensi, onset, disfungsi intermiten, dan variasi hubungan seksual dengan pasangan atau mastrubasi. Gangguan seksual pada pasien dan pasangannya harus terdokumentasi dengan jelas.
Riwayat Penyakit
Riwayat medis terkait pengobatan sebelumnya dan riwayat pembedahan harus terdata secara jelas sebab sangat membantu untuk mengidentifikasi penyebab yang mendasari potensi disfungsi ejakulasi. Secara khusus, penting untuk menanyakan terkait riwayat penyakit kardiovaskular, gangguan neurologis, dan prosedur bedah terutama tindakan pada daerah tulang belakang, perut, dan saluran urogenital.
Riwayat Pengobatan
Sangat penting untuk mengevaluasi obat yang dikonsumsi oleh pasien. Jika pasien memiliki riwayat gangguan kejiwaan, penting untuk menentukan bagaimana kondisi gangguan kejiwaan tersebut dikelola. Obat-obatan yang secara umum dapat menyebabkan ejakulasi tertunda termasuk serotonin reuptake inhibitor (SSRI), tricyclic antidepressants (TCA), metildopa, thiazide, dan benzodiazepin.[4,20,21]
Persepsi dan Aktivitas Seksual
Keyakinan dan praktik keagamaan pasien juga harus dievaluasi. Persepsi fungsi seksual sebagai kejahatan, tindakan yang salah, tidak sopan, atau tidak wajar berkontribusi terhadap disfungsi ejakulasi. Juga penting untuk menanyakan terkait kebiasaan masturbasi, frekuensi, dan masalah.
Pasien juga harus ditanyai tentang praktik seksual mereka, misalnya:
- “Apakah disfungsi ejakulasi terjadi dengan cara yang sama dengan pasangan yang berbeda, dalam situasi yang berbeda, pada waktu yang berbeda?”
- “Adakah kecemasan atau kekhawatiran tentang atau selama kinerja?”
- “Apakah pasien mendiskusikan disfungsi seksual dengan pasangannya?”
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini dapat membantu penyedia layanan menargetkan masalah utama yang perlu ditangani.[4,20,21]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik, terutama pemeriksaan genitalia, sebaiknya dilakukan tapi sering kali tidak memberikan banyak informasi tambahan tentang etiologi gangguan ejakulasi. Pemeriksaan penis harus dilakukan untuk mencari apakah ada kelainan pada penis.
Perhatikan lokasi meatus uretra dan lakukan palpasi untuk menilai apakah terdapat plak pada penis. Lakukan palpasi testis dan nilai ukuran, konsistensi, dan adanya massa/tumor. Palpasi funiculus spermaticus harus dinilai karena terkait dengan ada atau tidaknya vas deferens, epididimis, dan struktur lainnya seperti saraf, arteri, dan otot kremaster. Pemeriksaan organ genitalia lainnya seperti prostat.[4,20,21]
Pemeriksaan colok dubur/rectal toucher harus dilakukan untuk memeriksa apakah teraba kista pada saluran ejakulasi, serta untuk skrining pembesaran prostat.[4,20,21]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding gangguan ejakulasi sangat terkait dengan spektrum kondisi yang terjadi. Ejakulasi prematur/ejakulasi dini harus dibedakan dengan ejakulasi tertunda, anejakulasi, atau anorgasmia. Selain itu, juga dibedakan dengan ejakulasi akibat obat psikotropika, dan disfungsi ereksi.[15]
Waktu rata-rata untuk mencapai klimaks pada wanita bervariasi, rata-rata 12-25 menit. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kondisi orgasme tertunda atau anorgasmia pada wanita akan menganggap pasangan prianya mengalami ejakulasi dini. Sehingga respons seksual pasangan harus selalu dipertimbangkan untuk diagnosis ejakulasi prematur.
Preejakulasi
Preejakulasi juga seringkali dianggap sebagai kondisi ejakulasi prematur. Preejakulasi adalah cairan pelumas yang diproduksi oleh kelenjar Cowper dan kelenjar seksual lainnya selama fase stimulasi. Anamnesis rinci harus dilakukan untuk menjelaskan kondisi preejakulasi ini.[15]
Gangguan Ejakulasi Akibat Obat Psikotropika
Kondisi lainnya yang dapat dijadikan diagnosis banding ejakulasi dini adalah efek buruk obat psikotropika. Jika ejakulasi prematur terjadi setelah pemberian terapi psikotropika dan menghilang setelah konsumsi obat tersebut dihentikan.
Disfungsi Ereksi
Disfungsi ereksi juga merupakan salah satu diagnosis banding ejakulasi prematur. Sulit atau tidak mungkin untuk menentukan kondisi mana yang terjadi lebih dahulu.[15]
Ejakulasi Tertunda Sekunder
Diagnosis banding untuk ejakulasi tertunda dapat berupa seluruh kondisi medis yang melemahkan yang berpotensi untuk menurunkan hasrat dan kinerja seksual pria. Kondisi ini dianggap sebagai ejakulasi tertunda sekunder.
Kondisi medis yang paling umum adalah diabetes melitus dan hipertensi yang mungkin terkait dengan perubahan mikrovaskuler dan saraf. Sindrom nyeri, sesak napas, angina pektoris, dan kelemahan otot juga harus dimasukkan ke dalam diagnosis banding. Merokok dapat menyebabkan insufisiensi vaskular, dan penurunan kadar nitroxide (NO) intrapenile.
Konsumsi alkohol yang berlebihan atau penggunaan obat-obatan lainnya dapat menyebabkan penghambatan langsung pada sistem neurovaskuler genital, dan memiliki efek tidak langsung terhadap peningkatan prolaktin atau penurunan testosteron atau keduanya.[15]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan profil hormon dalam serum dapat dilakukan untuk mengevaluasi pria dengan dugaan hipogonadisme. Skrining terkait kondisi hipogonadisme simptomatik juga harus dilakukan misalnya dengan pemeriksaan kadar hormon testosteron serum.
Pemeriksaan radiologis, seperti misalnya ultrasonografi doppler seringkali menunjukkan sensitivitas yang rendah dan tidak direkomendasikan kecuali bila terdapat kelainan spesifik seperti obstruksi arteri atau kebocoran vena pada penis yang diduga berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.[5,15]
Riwayat volume ejakulasi yang sedikit dapat menjadi acuan untuk melakukan pemeriksaan USG transrektal. Pemeriksaan USG transrektal dilakukan untuk mencari bukti obstruksi duktus ejakulasi. Pemeriksaan lanjutan gangguan ejakulasi disesuaikan dengan gangguan yang mendasari apakah ejakulasi dini, ejakulasi tertunda, anorgasmia, atau ejakulasi retrograd.[5,15]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri