Penatalaksanaan Gangguan Ejakulasi
Penatalaksanaan gangguan ejakulasi harus disesuaikan berdasarkan etiologi jika diketahui. Jika terdapat hipogonadisme maka penatalaksanaan harus lakukan dengan pemberian testosteron eksogen, atau modulator reseptor estrogen jika pasien menghendaki kesuburan. Gangguan ejakulasi terkait dengan gangguan medis, seperti sklerosis multipel, diabetes mellitus, dan penyakit pembuluh darah, harus dikelola dengan pengobatan kelainan yang mendasarinya.[20–22]
Ejakulasi Prematur
Pilihan penatalaksanaan ejakulasi prematur/ejakulasi dini harus berdasarkan pada keinginan pasien setelah berdiskusi dengan dokter, terkait risiko dan manfaat masing-masing pilihan penatalaksanaan. Pertimbangkan untuk melibatkan pasangan pasien dalam proses penatalaksanaan.
Penatalaksanaan penyakit komorbid harus menjadi prioritas pertama, seperti disfungsi ereksi atau hipotiroidisme. Pengobatan disfungsi ereksi atau hipotiroidisme dengan hormon tiroid dapat menurunkan prevalensi ejakulasi dini dari 50% menjadi 15%.[20–22]
Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis direkomendasikan sebagai pengobatan lini pertama ejakulasi dini pada semua kelompok usia. Antidepresan aman dan efektif untuk ejakulasi dini, tetapi harus dipastikan gangguan ejakulasi bukan disebabkan karena mengonsumsi obat-obatan.[20–22]
Tabel 1. Dosis Antidepresan untuk Penatalaksanaan Ejakulasi Dini [20-22]
No. | Jenis Obat | Dosis | Rekomendasi |
1 | Clomipramine | 25-50 mg/hari atau 25 mg 4-24 jam sebelum hubungan seksual ATAU 12,5-50 mg/hari atau 3-6 jam sebelum hubungan seksual | American Urological Association (AUA) International Society for Sexual Medicine (ISSM) |
2 | Fluoxetine | 5-20 mg/hari ATAU 20-40 mg/hari | AUA ISSM |
3 | Paroxetine | 10-40 mg/hari atau 20 mg 3-4 jam sebelum hubungan seksual ATAU 10-40 mg/hari atau 3-6 jam sebelum hubungan seksual | AUA ISSM |
4 | Sertraline | 25-200 mg/hari atau 50 mg 4-8 jam sebelum hubungan seksual ATAU 50-200 mg / hari atau 3-6 jam sebelum hubungan seksual | AUA ISSM |
5 | Citalopram | 20-40 mg/hari | ISSM |
6 | Dapoxetine | 30-60 mg 1-2 jam sebelum hubungan seksual | ISSM |
Sumber: dr. Rifan Eka Putra Nasution, 2023
Penatalaksanaan farmakologis dengan menggunakan selective serotonine reuptake inhibitor (SSRI) harus dihindari untuk ejakulasi dini pada:
- pria dengan riwayat depresi bipolar
- pria muda ≤ 18 tahun (risiko bunuh diri)
- pria dengan gangguan depresi[20–22]
Penggunaan inhibitor phosphodiesterase-5 (PDE5) untuk mengobati ejakulasi dini direkomendasikan oleh EAU baik sebagai obat tunggal atau kombinasi dengan terapi lain namun ISSM tidak merekomendasikan inhibitor PDE5 pada ejakulasi dini dengan fungsi ereksi normal.[20–22]
Penggunaan anestesi topikal, seperti lidokain dan/atau prilokain krim, gel, dan spray sebelum hubungan seksual merupakan alternatif penatalaksanaan farmakologis oral. Penggunaan anestesi topikal aman dan efektif untuk ejakulasi dini.[20–22]
Bedah
Penatalaksanaan bedah untuk kondisi ejakulasi dini memiliki bukti yang sangat terbatas. Hal ini didasari pada komplikasi potensial dari prosedur bedah pada penis termasuk hipoestesia, dispareunia, disfungsi ereksi, penyakit Peyronie, dan penurunan kepuasan seksual bagi kedua pasangan.
Neurotomi nervus dorsalis penis selektif atau augmentasi glans penis menggunakan gel asam hialuronat tidak direkomendasikan dalam penatalaksanaan ejakulasi dini, karena dapat menyebabkan kehilangan fungsi seksual permanen.[23]
Konseling Psikososial
Ejakulasi prematur menimbulkan masalah dalam hubungan dengan pasangan yang signifikan. Sebagian besar wanita menganggap pria egois dan mengembangkan pola menghindari aktivitas seksual. Perilaku pasangan wanita ini akan memperburuk kondisi ejakulasi dini.
Intervensi psikologis atau perilaku dapat diberikan sebagai kombinasi penatalaksanaan farmakologis, dan dapat meningkatkan waktu latensi ejakulasi intravagina pada pria dengan ejakulasi dini.[20–24]
Selain itu, penatalaksanaan kombinasi dengan intervensi psikologis atau perilaku akan bermanfaat untuk pria dengan ejakulasi dini yang jelas dipicu oleh faktor psikologis, atau pria dengan ejakulasi dini seumur hidup. Masalah psikologis individu atau pasangan dapat menghambat keberhasilan terapi.[20–24]
Ejakulasi Tertunda, Anejakulasi, dan Anorgasmia
Penatalaksanaan ejakulasi tertunda harus dilakukan setelah menyingkirkan dua kondisi yang sering terjadi bersamaan dengan ejakulasi tertunda atau anejakulasi. Kondisi tersebut adalah hipogonadisme dan disfungsi ereksi. Dan juga harus diketahui bahwa sebanyak 75% pasien dengan anejakulasi sebenarnya mampu berejakulasi dengan masturbasi.[20,21]
Berbagai penatalaksanaan farmakologis tersedia untuk terapi ejakulasi tertunda. Namun, bukti masih terbatas pada penelitian kecil, seri kasus atau laporan kasus. Beberapa jenis obat yang sering digunakan adalah:
- Testosterone 2% digunakan satu kali sehari pada waktu yang sama
Cabergoline 0,5 mg 2 kali/minggu saat malam hari
- Bupropion 150-300 mg/hari
- Amantadine 100-400 mg dua kali sehari atau 2 hari sebelum hubungan seksual
- Cyproheptadine 2-16 mg, 1-2 jam sebelum hubungan seksual atau setiap hari sebelum tidur
- Midodrine 7,5-30 mg sebelum hubungan seksual
Imipramine 25-75 mg setiap hari sebelum tidur
Ephedrine 15-60 mg 1 jam sebelum hubungan seksual
- Pseudoephedrine 60–120 mg 2-3 jam sebelum hubungan seksual
- Buspirone 20–60 mg dua kali sehari
Oxytocin 16–24 IU intranasal[20,21]
Sildenafil dan imipramine tampaknya efektif dalam gangguan orgasme pria (Male orgasmic disorder/MOD) yang diinduksi psikotropika.[20,21]
Ejakulasi Retrograde
Beberapa obat dapat digunakan dalam penatalaksanaan farmakologis ejakulasi retrograde. Obat-obatan ini digunakan untuk menginduksi ejakulasi antegrade atau meningkatkan peluang ejakulasi pasien pada saat kandung kemih penuh sehingga terjadi potensi penutupan leher kandung kemih yang lebih tinggi. Penatalaksanaan farmakologis pada ejakulasi retrograde antara lain:
- Fedrin sulfat, 10-15 mg empat kali sehari
- Midodrin, 5 mg tiga kali sehari
- Bromfeniramin maleat, 8 mg dua kali sehari
- Imipramin, 25-75 mg tiga kali sehari
- Desipramin, 50 mg dua kali sehari[5,14]
Assisted Reproduction Techniques (ART)
Sperma yang dikumpulkan dari urine pasca orgasme dapat digunakan untuk ART atau inseminasi buatan. Teknik ART disarankan pada kondisi sebagai berikut:
- Efek samping obat mengakibatkan penatalaksanaan farmakologis tidak efektif dan tidak dapat ditoleransi
- Pasien memiliki riwayat cedera tulang belakang
- Penatalaksanaan farmakologis perangsang ejakulasi antegrade tidak efektif[5]
Teknik pengambilan sperma melalui testis (Testicular sperm extraction/TESE atau Percutaneous Epididymal Sperm Aspiration/PESA) atau epididimis (Microsurgical Epididymal Sperm Aspiration/MESA) dapat dipertimbangkan pada kasus dengan penatalaksanaan farmakologis yang tidak adekuat.
Konsultasi dan Rujukan
Rujukan dapat dipertimbangkan ke ahli andrologi atau urologi pada pasien yang tidak responsif terhadap intervensi penatalaksanaan awal.[22–24]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri