Kontraindikasi Metode Penjahitan Kulit
Kontraindikasi metode penjahitan luka atau suturing terutama adalah luka yang memungkinkan terjadinya infeksi dan luka avulsi. Beberapa kontraindikasi lain untuk metode penjahitan yakni sebagai berikut:
- Luka yang memungkinkan terjadinya infeksi, seperti luka akibat gigitan manusia dan hewan
- Luka avulsi dimana ada jaringan yang hilang, penjahitan dapat ditunda untuk mengawasi kemungkinan terjadinya jaringan nekrotik, dan adanya debris
- Luka infeksi atau terkontaminasi benda asing
- Luka pada area wajah, karena alasan kosmetik, apabila operator kurang berpengalaman
- Luka dengan kecurigaan adanya kerusakan struktur vital di bawahnya (kerusakan saraf, tendon, dan pembuluh darah)[5]
Luka Akibat Gigitan Hewan
Pada luka yang disebabkan karena gigitan manusia atau hewan tidak diperbolehkan untuk dilakukan penjahitan apabila luka terjadi pada bagian tangan, luka puncture, luka yang terinfeksi, atau luka berusia >12 jam. Pada keadaan ini, luka dapat dibiarkan sembuh dengan secondary intention.
Akan tetapi, apabila luka ada pada bagian kepala/leher dan berusia kurang dari 12 jam, maka luka dapat ditutup. Hal ini dikarenakan lokasi kepala/leher memiliki asupan darah yang baik sehingga jarang menimbulkan efek seperti edema dan infeksi.[7]
Tata laksana yang perlu dilakukan pada gigitan manusia atau hewan adalah dengan membersihkan luka atau irigasi luka menggunakan cairan isotonik seperti normal salin atau dilute povidone iodine/dilute cairan hidrogen peroksida. Selain itu, perlu dilakukan pula debridement pada luka untuk mengurangi risiko terjadinya infeksi, mempercepat proses penyembuhan luka, dan untuk tujuan kosmetik.[7]
Luka Avulsi
Pada luka avulsi (ada jaringan yang hilang) sebaiknya penjahitan dapat ditunda, karena berisiko terjadinya infeksi dan nekrosis pada kulit. Maka dari itu, sebaiknya dilakukan pengawasan kemungkinan terjadinya jaringan nekrotik, dan adanya debris. Tata laksana yang baik untuk kasus luka avulsi adalah bisa berupa closed drainage, compression bandage, hingga skin graft.[8]
Luka dengan Infeksi Aktif
Tanda luka yang mengalami infeksi aktif adalah eritema pada kulit dengan ukuran >2–5 mm dari tepi luka, nyeri maupun nyeri tekan, bengkak, mengeluarkan pus, dan dapat disertai dengan demam. Selain itu, manifestasi selulitis juga dapat muncul pada luka dengan infeksi aktif. Tanda sepsis juga dapat muncul akibat infeksi luka.[4]
Luka dengan Kecurigaan Adanya Kerusakan Struktur Vital di Bawahnya
Pada luka yang dicurigai disertai dengan kerusakan struktur vital di bawahnya, konsultasi ke dokter spesialis bedah perlu dilakukan setelah melakukan penanganan awal terkait hemodinamik dan lesi yang mengancam nyawa.
Hal ini karena biasanya keadaan tersebut memerlukan tindakan reparasi kerusakan struktural melalui tindakan operasi. Sementara menunggu tindakan operasi, pastikan kondisi pasien stabil (hemodinamik) dan hindari mobilisasi berlebih, luka tetap dibersihkan, dan ditutup dengan kasa steril.[3]
Alergi Anestesi Lokal
Alergi terhadap obat anestesi lokal merupakan kasus yang jarang ditemukan. Gejala late onset yang dapat muncul adalah ruam, eritema, angioedema, mual, dan gatal. Sedangkan gejala akut yang berbahaya adalah reaksi anafilaksis.[25]
Gejala otonom, seperti takikardia, berkeringat, dan sinkop (jarang), dapat muncul dengan pemberian anestesi lokal terutama pada daerah maksilofasial dan oral. Maka dari itu, perlu untuk membedakan antara gejala otonom dan reaksi alergi dengan anamnesis, terutama riwayat alergi, dan identifikasi tanda alergi.[25]
Penulisan pertama oleh: dr. Riawati MMedPH