Teknik Metode Penjahitan Kulit
Teknik metode penjahitan kulit diawali dengan persiapan pasien, yang meliputi informed consent, alternatif lain selain penjahitan luka seperti penggunaan lem kulit/butterfly stitches, menanyakan apakah pasien memiliki riwayat alergi obat, dan penyakit penyerta seperti diabetes.[1,5]
Selanjutnya persiapan alat dilakukan dengan menyediakan sarung tangan steril, kit jahit, obat anestesi lokal seperti lidocaine dengan atau tanpa epinefrin, material dressing bila perlu (produk non-oklusif seperti gauze, dan semi-oklusif seperti foams, hidrogel, dan hidrokoloid). Madu juga dapat dimanfaatkan untuk dressing luka.
Selain itu, cairan desinfektan seperti povidone iodine/chlorhexidine, drapes steril, serta pencahayaan yang baik juga harus dipersiapkan sebelum prosedur. Pasien juga harus diposisikan sedemikian rupa agar nyaman dan mempermudah operator untuk melakukan tindakan, tergantung lokasi luka.[5,9]
Persiapan Pasien
Sebelum melakukan tindakan penjahitan luka, persiapan pasien yang perlu dilakukan yakni meliputi anamnesis menyeluruh mengenai cedera dan riwayat imunisasi, informed consent, serta penjelasan diperlukannya kontrol lebih lanjut untuk manajemen luka.
Anamnesis
Anamnesis pada pasien yang perlu dilakukan yakni mekanisme luka, penanganan awal yang sudah dilakukan pasien sebelum datang ke dokter, riwayat penyakit seperti diabetes mellitus tipe 2, serta status vaksinasi. Pastikan pasien tidak memiliki riwayat alergi sebelum menyuntikkan obat anestesi lokal, seperti lidocaine, maupun vaksin, seperti vaksin tetanus.
Pada saat menanyakan mengenai mekanisme luka, perlu dilakukan anamnesis mengenai:
- Adanya jaringan yang hancur maupun hilang
- Kontaminasi luka dan tingkat kontaminasi, termasuk pemberian odol, kecap, atau benda lainnya yang dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi
- Lokasi cedera dan waktu kejadian cedera yang menimbulkan luka
- Apakah terdapat luka penetrasi maupun kontaminasi benda asing[1,26]
Informed Consent
Lakukan informed consent pada pasien dan atau keluarga pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan, tujuan, manfaat, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi selama proses atau pasca tindakan penjahitan kulit. Pastikan pasien atau keluarga pasien menandatangani lembar persetujuan tindakan dan informed consent.[1,5]
Peralatan
Peralatan yang harus disiapkan untuk tindakan penjahitan kulit yakni sebagai berikut.
- Alat pelindung diri (sarung tangan steril, apron, gown, dan masker)
- Larutan povidone iodine 10% atau chlorhexidine 2% dan cairan salin normal (untuk irigasi luka ukuran >1 cm dan membersihkan luka)
Suture kit (needle holder, pinset chirurgis, gunting,benang jahit, needle) serta kassa steril
- Sterile drapes
- Material untuk dressing luka pasca jahitan, dapat menggunakan produk non-oklusif seperti gauze, dan semi-oklusif seperti foams, hidrogel, dan hidrokoloid.
- Anestesi lokal, seperti lidocaine dengan atau tanpa epinefrin
- Pencahayaan yang cukup yang mampu memberikan pandangan yang jelas bagi operator terhadap lapang operasi selama proses penjahitan luka[1,5,27,34]
Benang Jahit
Benang jahit memiliki beragam jenis dan karakteristik, dimana masing-masing jenis benang memiliki durasi ketahanan, kegunaan, dan daya absorpsi yang berbeda-beda. Karakteristik benang jahit yang ideal adalah steril, good handling, tidak memberikan reaksi (misalnya alergi) pada jaringan tubuh, ukuran sesuai dengan lokasi anatomi penjahitan, dan tidak mudah putus.[10]
Pemilihan jenis benang yang tepat sangat mempengaruhi hasil penyembuhan secara fungsional maupun kosmetik. Benang jahit dapat diklasifikasikan menjadi 2 yakni absorbable dan non-absorbable, kemudian subklasifikasi benang dibagi menjadi natural dan sintetis serta monofilamen dan multifilamen (braided).[10,11]
Absorbable dan Non-absorbable:
Benang absorbable dapat diabsorbsi oleh tubuh melalui proses degradasi enzimatik ataupun hidrolisis, sehingga digunakan untuk bagian tubuh yang lebih dalam, sehingga tidak perlu melepas jahitan. Benang absorbable biasanya bertahan sampai dengan 60 hari. Apabila digunakan pada lapisan superfisial, maka penyembuhan luka akan lebih menunjukkan skar, karena reaksi inflamasi.
Sedangkan benang non-absorbable tidak dapat diserap oleh tubuh sehingga harus dilakukan pengangkatan jahitan (durasi disesuaikan dengan lokasi anatomi penjahitan luka). Benang ini dapat digunakan pada lesi yang superfisial atau pada keadaan dimana penjahitan permanen diperlukan, seperti ligasi pembuluh darah dan repair tendon.[1,3,10,28]
Natural dan Sintetis:
Benang natural pada umumnya terbuat dari jaringan hewan yang dipurifikasi (biasanya kolagen), atau berasal dari purified animal serosa of bovine intestines. Akan tetapi, benang ini biasanya sering menimbulkan reaksi peradangan. Contoh benang natural adalah catgut untuk absorbable dan polypropylene untuk non absorbable.
Sedangkan benang sintetis terbuat dari polimer sintetik dan lebih jarang menimbulkan reaksi peradangan.Contoh benang sintetik adalah polyglactin (vicryl) untuk absorbable dan polyester untuk non absorbable.[1,10,28]
Monofilamen dan Multifilamen (Braided):
Benang monofilamen lebih resisten terhadap mikroorganisme, jarang menimbulkan reaksi inflamasi dan lebih mudah menembus jaringan kulit dibandingkan benang braided. Hal ini karena multifilamen memberikan friksi lebih banyak. Akan tetapi, dalam penggunaan benang monofilamen harus berhati-hati karena benang ini lebih mudah putus dan lebih banyak simpul yang harus dibuat.[1,10]
Contoh benang monofilamen adalah chromic gut untuk absorbable dan polypropylene (seperti Prolene TM) untuk non absorbable, sedangkan benang braided silk untuk non absorbable dan polyglactin (seperti Vicryl TM) untuk absorbable merupakan contoh benang multifilamen.[29]
Tabel 1. Contoh Jenis Benang
Jenis | Absorbable | Non-Absorbable |
Monofilamen | Natural: Chromic catgut Digunakan untuk ligasi pembuluh darah superfisial, atau memperbaiki jaringan secara cepat yang membutuhkan support minimal. | Natural: Nylon Digunakan biasanya untuk penjahitan kulit, penutupan dinding abdomen, anastomosis vaskular. |
Sintetik: Polidiakson, Polycaprone Glycolide, Polyglyconate Digunakan untuk ligasi pembuluh darah, soft tissue approximation, penutupan subkutikuler (terutama pada kardiovaskular, ginekologi, mata, bedah plastik hingga digestif) | Sintetik : Polipropilen Digunakan untuk penjahitan kulit. | |
Braided | Natural : - | Natural : Silk Digunakan untuk menutup dinding abdomen, sternum |
Sintetik : Polyglactin, Polysorb Digunakan untuk ligasi pembuluh darah, soft tissue approximation. | Sintetik : Poliester |
Sumber: dr. Novita, 2022[1,5]
Jarum Jahit
Jarum penjahitan kulit dibagi menjadi dua jenis, yaitu jarum cutting dan jarum tapered. Selain itu, jarum penjahitan kulit juga memiliki berbagai ukuran, seperti 11 mm, 13 mm, dan 19 mm. Jarum cutting memiliki ujung berbentuk segitiga dan lebih runcing. Ujung yang tajam ini mempermudah jarum untuk menembus jaringan. Biasanya jenis ini digunakan pada penjahitan kulit.[10]
Sedangkan pada jarum tapered memiliki ujung yang lebih panjang dan lebih halus. Seringkali juga disebut jarum rounded. Jarum jenis ini dapat digunakan pada jaringan yang lebih lunak atau lebih rentan sehingga sering digunakan pada penjahitan pembuluh darah dan usus.[10]
Ukuran Jarum:
Ukuran jarum dipilih berdasarkan lokasi anatomis luka atau bagian yang akan dilakukan penjahitan. Variasi ukuran jarum adalah berdasarkan panjang dan diameternya dalam milimeter. Berikut adalah pemilihan jarum berdasarkan lokasi anatomi:
- Jarum 3-0 atau 4-0 dapat digunakan untuk daerah batang tubuh (trunk) serta mukosa (seperti oral dan genitalia)
- Jarum 4-0 atau 5-0 dapat digunakan untuk daerah ekstremitas dan skalp
- Jarum 5-0 atau 6-0 memiliki ukuran yang relatif lebih kecil dan digunakan untuk bagian wajah[33]
Anestesi Lokal dan Epinefrin
Anestesi lokal pada penjahitan luka bisa menggunakan lidocaine 1% atau bupivacaine 0,25% dengan ditambah epinefrin untuk membantu vasokonstriksi pembuluh darah sehingga mengurangi pendarahan dan meningkatkan durasi anestesi. Pada luka yang kecil dan durasi penjahitan luka singkat, biasanya anestesi lokal dapat menggunakan lidocaine, sedangkan penggunaan bupivacaine direkomendasikan apabila durasi penjahitan luka membutuhkan waktu yang cukup lama.[12]
Dosis aman untuk anestesi lokal yakni, untuk lidokain tanpa epinefrin 4–4.5 mg/kgBB, sedangkan lidokain dengan epinefrin 7 mg/kgBB. Sedangkan dosis Bupivakain (dengan atau tanpa epinefrin hanya digunakan pada orang dewasa) yakni 175 mg dosis tunggal, atau dosis maksimal 400 mg per hari.[12]
Anestesi Lokal untuk Bayi dan Anak:
Anestesi lokal untuk bayi dan anak, selain dengan lidokain, dapat pula menggunakan krim lidocaine/prilocaine (EMLA), karena bayi dan anak kurang dapat mentoleransi injeksi. Cara pemberiannya adalah secara topikal, kemudian ditutup dengan dressing yang oklusif selama 1–4 jam (1 jam untuk neonatus) sebelum prosedur.[33]
Alergi Anestesi Lokal:
Pada pasien yang alergi bentuk amine yang terkandung dalam anestesi lokal, diphenhydramine 1% secara intradermal dapat diberikan. Cara pemberiannya adalah dengan mencampur terlebih dahulu diphenhydramine 1 ml (50 mg/ml) ke dalam salin normal yang steril sebanyak 4 ml. Hal ini dapat memberikan efek anestesi lokal.[33]
Persiapan Operator
Sebelum melakukan tindakan penjahitan, sebaiknya operatkan cuci tanor telah menggunakan APD (apron dan masker), dilanjutkan dengan melakukan tindakan cuci tangan 7 langkah, gunakan sarung tangan steril sesuai dengan ukuran dan gown steril (bila perlu). Penyesuaian ukuran sarung tangan steril adalah berdasarkan diameter telapak tangan dari samping ibu jari (antara jari I dan II) atau dari pangkal telapak tangan ke ujung jari tengah.[5,13,30,31]
Gambar 1. Cara Mengukur Ukuran Sarung Tangan. Sumber: dr. Novita, 2022[30,31]
Ukuran sarung tangan berdasarkan diameter dari sisi lateral sela jari I dan II sampai sisi lateral tangan (samping jari kelingking) adalah sebagai berikut:
- Diameter 15,2–17,8 cm, gunakan ukuran 6
- Diameter 17,8–20,3 cm, gunakan Ukuran 6,5–7
- Diameter 20,3–22,9 cm, gunakan ukuran 7,5–8
- Diameter 22,9–25,4 cm, gunakan ukuran 8,5–9
- Diameter 24,1 – 25,4 cm, gunakan ukuran 9,5–10
- Diameter 25,4–27,9 cm, gunakan ukuran 10,5–11
- Diameter ≥27,9 cm, gunakan ukuran 11[31]
Ukuran sarung tangan berdasarkan panjang pangkal telapak tangan sampai ujung jari tengah adalah sebagai berikut:
- Panjang 16–17 cm, gunakan ukuran 6
- Panjang 17,1–18,1 cm, gunakan ukuran 6,5–7
- Panjang 18,2–19,1 cm, gunakan ukuran 7,5–8
- Panjang 19,2–20,3 cm, gunakan ukuran 8,5–9
- Panjang 20,4–21,4 cm, gunakan ukuran 9,5–10
- Panjang ≥21,5 cm, gunakan ukuran 10,5–11[31]
Posisi Pasien
Posisi pasien saat tindakan penjahitan luka disesuaikan dengan lokasi luka. Namun, tetap pastikan pasien dalam posisi nyaman dan menghimbau pasien agar tidak menggerakkan bagian tubuh pada area yang dijahit. Selain itu, pada kondisi dimana diperkirakan durasi penjahitan diperkirakan akan lebih lama, perhatikan area tertentu yang berisiko tekanan dan berikan padding.[1]
Prosedural
Prosedur penjahitan luka diawali dengan tindakan asepsis, kemudian dilakukan penjahitan lapis demi lapis. Sebelum melakukan tindakan penjahitan luka, pastikan posisi pasien sudah tepat dan nyaman, peralatan sudah siap dan pencahayaan sudah cukup. Prosedur dari tindakan penjahitan luka yakni sebagai berikut:
Cuci tangan kemudian gunakan alat pelindung diri
- Pada pasien trauma, irigasi luka ukuran >1 cm dilakukan terlebih dahulu dengan salin normal untuk membersihkan luka, menyingkirkan benda asing, dan mendilusi bakteri
- Lakukan prosedur asepsis dan antisepsis pada area luka, cukur bulu pada area yang mau dijahit, kemudian dengan menggunakan kassa steril yang sudah diklem dan direndam dengan povidone iodine, lakukan gerakan sirkular mulai dari arah dalam ke luar pada area luka, lalu pasang sterile drapes
- Lakukan tindakan anestesi lokal (dengan atau tanpa epinefrin) secara subkutan
- Lakukan penjahitan luka dengan teknik dan indikasi sesuai. Pada luka yang dalam, lakukan penjahitan lapis demi lapis dan berikan drain untuk mencegah risiko hematoma dan infeksi.
- Pastikan simpul tegangan saat penjahitan tidak terlalu kuat/lemah dan tepi luka harus dalam posisi sedikit tereversi agar terjadi aposisi pada lapisan dermis, mentoleransi retraksi saat pembentukan skar
- Pada saat membuat simpul, buat 3 simpul untuk benang multifilamen dan 5 simpul untuk benang monofilamen
- Setelah penjahitan, apabila diperlukan, tutup luka yang sudah dijahit dengan wound dressing, seperti gauze, foams, hidrogel, atau hidrokoloid[1,5,6,10-12,33,34]
Setelah prosedur di atas dilakukan, pastikan luka dalam kondisi bersih dan tidak basah dalam 48 jam, sehingga sebaiknya diberikan penutup dengan bahan waterproof. Berikan sedikit tekanan pada area yang dijahit selama 10 menit untuk meminimalisir pendarahan.[5,34]
Pada prinsipnya, pastikan posisi jarum tegak lurus dengan kulit (kecuali jahitan dengan teknik subkutikuler), lokasi penusukan jarum jahit sebaiknya selalu sama (dari segi jarak maupun kedalaman), dan pastikan untuk tidak merusak tepi luka (pegang batas luka menggunakan pinset).[1,5,6,10-12]
Irigasi luka sebaiknya dilakukan pada luka dengan panjang >1 cm, karena apabila irigasi dilakukan pada luka tusuk maka kotoran dan debris dapat semakin terdorong ke arah dalam luka.[34]
Teknik Penjahitan
Terdapat beberapa macam teknik penjahitan luka yang diterapkan, yaitu simple interrupted suture, simple running suture, matras horizontal dan vertikal, serta subkutikuler.[1,15]
Simple Interrupted Suture
Teknik simple interrupted suture merupakan teknik yang paling sederhana, tidak memakan waktu, dan secara kosmetik memberikan hasil yang cukup baik. Teknik simple interrupted suture sebaiknya dimulai dari tengah luka kemudian keluar dengan jarak antar jahitan sama. Teknik ini dapat dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:
- Jarum dimasukkan dengan sudut 90o sekitar 1─2 mm dekat tepi luka hingga ke jaringan subkutan, atau dermis
- Arahkan jarum ke sisi luka yang berseberangan, menembus jaringan keluar ke arah permukaan kulit sisi yang berseberangan tersebut, memberikan hasil antara titik masuk dan titik keluar berjarak yang sama.
- Tembusan jarum kedalam jaringan dermis atau subkutan yang lebih dalam daripada jarak atau lebar kedua titik tersebut, akan memberikan “tepi eversi” pada permukaan jahitan, ini yang diinginkan
- Buat simpul, dan gunting sesudahnya
- Lakukan ulang penjahitan tersebut hingga luka tertutup, dan simpul ditempatkan pada sisi yang sama, maksudnya adalah apabila simpul pertama ada di sisi tepi kanan luka, maka simpul kedua, ketiga dan seterusnya juga berada pada sisi tepi kanan luka[1,9,12,33]
Gambar 1. Simple Interrupted Suture. Sumber: Shutterstock, 2022 dan Remesz O, Wikimedia Commons, 2007
Keuntungan teknik ini adalah proses tidak membutuhkan waktu yang lama dan dapat digunakan untuk menutup semua jenis luka. Selain itu, teknik ini tidak terlalu mencederai pembuluh darah pada area subkutan, dapat memberikan tekanan yang lebih kuat, serta tidak perlu untuk membuka seluruh jahitan bila didapatkan infeksi pada luka penjahitan.[1,12,23]
Teknik ini dapat digunakan bersamaan dengan benang absorbable untuk penjahitan pada area yang lebih dalam pada luka dalam yang membutuhkan penjahitan lapis demi lapis.[33]
Kelemahan teknik ini adalah kemungkinan terjadinya crosshatching (tampak seperti rel kereta api pada area bekas tusukan jarum jahit pada saat benang di lepas) serta ada kemungkinan terjadinya iskemia jaringan bila tekanan saat membuat simpul terlalu kuat.[1,12,23]
Simple Running Suture
Metode simple running suture hampir sama dengan teknik simple interrupted suture, hanya saja simpul dibuat pada jahitan pertama dan jahitan terakhir, sehingga jahitan berkesinambungan atau “uninterrupted”. Metode penjahitannya adalah sebagai berikut:
- Jahitan pertama dimulai dengan simple suture pada salah satu ujung luka dan buat simpul
- Lanjutkan dengan menusuk kulit pada bagian seberang sisi yang dibuat simpul menyilang sekitar 65o, lalu tusuk kembali bagian dermis sisi seberang, sehingga seperti membuat spiral
- Kemudian diulangi sampai membuat serangkaian jahitan tanpa diikat atau digunting, antar jahitan harus dengan jarak yang sama
- Pada jahitan paling akhir, buat loop untuk membentuk simpul[1,6]
Gambar 2. Simple Running Suture. Sumber: Shutterstock, 2022 dan Alomedika, 2022
Teknik jahitan ini dapat digunakan pada luka yang cukup panjang dan tegangannya sudah diminimalisir oleh deep suture terlebih dahulu. Selain itu, teknik ini juga dapat digunakan untuk full thickness skin graft.[1]
Keuntungan teknik ini adalah proses tidak membutuhkan waktu yang lama, membantu hemostasis, skar yang lebih sedikit karena simpul lebih sedikit, dan reapproximation dari tepi luka cepat. Kelemahan teknik ini adalah kemungkinan terjadinya crosshatching, risiko luka mengalami wound dehiscence, dan kemungkinan terjadinya kerutan apabila luka berada pada kulit yang tipis. Selain itu, bila terjadi infeksi luka jahitan, maka jahitan harus dibuka semua.[1,6]
Matras Vertikal
Teknik matras vertikal memudahkan untuk membentuk tepi eversi saat penyatuan luka dengan penjahitan, meminimalisir dead space, dan tegangan pada sepanjang luka. Teknik penjahitan dapat menembus lebih dalam melalui lapisan dermal, atau bahkan subdermal. Simpul dibuat di permukaan kulit.[1,15]
Teknik matras vertikal adalah sebagai berikut:
- Masukkan jarum dengan sudut 90o sekitar 5 mm dekat tepi luka hingga ke jaringan subkutan, atau dermis, kemudian jarum diarahkan ke sisi luka yang berseberangan, menembus jaringan keluar ke arah permukaan kulit sisi yang berseberangan tersebut, memberikan hasil antara titik masuk dan titik keluar berjarak yang sama.
- Jarum kemudian dimasukkan kembali 1-3 mm dari tepi luka, dan jarum diarahkan ke sisi luka yang berseberangan, lalu diikat[1]
Gambar 3. Matras Vertikal. Sumber: Shutterstock, 2022 dan Remesz O, Wikimedia Commons, 2007
Keuntungan teknik ini adalah untuk memaksimalkan eversi pada luka serta meminimalisir tekanan pada luka. Sedangkan kelemahan teknik ini adalah risiko crosshatching. Lepas jahitan sebaiknya dilakukan 5–7 hari setelah prosedur, untuk meminimalisir pembentukan skar.[1,6]
Matras Horizontal
Teknik ini memudahkan menutup luka yang memiliki perbedaan ketebalan jaringan. Penjahitannya menembus jaringan subkutan atau dermal terhadap sisi luka yang berseberangan. Teknik matras horizontal dilakukan dengan cara sebagai berikut:
- Masukkan jarum dengan sudut 90o sekitar 5–10 mm dari tepi luka dengan kedalaman sampai dermis, kemudian jarum diarahkan ke sisi luka yang berseberangan (sejajar)
- Tusukkan kembali jarum ke sisi yang sama sekitar 5–10 mm lateral, diakhiri dengan jarum kemudian diarahkan ke sisi luka yang berseberangan, lalu buat simpul[1,6]
Gambar 4. Matras Horizontal. Sumber: Shutterstock, 2022 dan Remesz O, Wikimedia Commons, 2007
Keuntungan teknik ini adalah membantu meminimalkan tegangan jaringan sekitar luka sehingga meminimalisir wound dehiscence, menutup dead space dan membantu terbentuknya “tepi eversi” pada jahitan permukaan kulit. Kelemahannya adalah teknik ini dapat memberikan tarikan yang kuat pada jaringan, dan nekrosis pada tepi luka apabila tekanan dan ikatan pada jahitan terlalu kencang.[1,6,15]
Penjahitan Kulit Subkutikuler
Pada penjahitan kulit subkutikuler, benang dapat ditempatkan intra dermal, dengan cara simple atau metode running. Simpul dibuat dengan ditanam dengan teknik simple suture. Pada metode running, jahitan terakhir dapat dibuat tanpa simpul, tapi dengan melekatkan ujung benang pada permukaan kulit. Teknik ini mirip matras horizontal, bedanya tidak menembus kulit berkali-kali dan benang berkesinambungan menembus papil dermis dari satu sisi ke sisi berlawanan.[1,12]
Gambar 5. Teknik Subkutikular. Sumber: Shutterstock, 2022 dan Remesz O, Wikimedia Commons, 2007
Penjahitan pada anak-anak sebaiknya menggunakan benang yang absorbable, sehingga tidak perlu ada pencabutan benang. Apabila jahitan direncanakan untuk terpasang lebih lama, maka jenis non-absorbable, seperti nylon lebih dipilih.[32]
Keuntungan teknik ini adalah meminimalisir tegangan pada tepi luka dan proses penyembuhan luka lebih baik dari segi kosmetik karena tidak menembus kulit. Kelemahan teknik ini adalah apabila tegangan pada jahitan terlalu kencang, area permukaan kulit dapat berkerut, dan proses penutupan luka tidak baik.[6,12]
Penutupan Luka
Setelah dilakukan penjahitan, bila diperlukan tutup dengan menggunakan wound dressing, seperti gauze, foams, hidrogel, atau hidrokoloid. Pastikan luka tetap dalam kondisi kering paling tidak 48 jam pasca penjahitan luka. Tidak semua pasien diberikan antibiotik oral maupun topikal pasca penjahitan luka.
Antibiotik profilaksis dapat diindikasikan pada luka yang berisiko tinggi terinfeksi, seperti luka yang terkontaminasi, luka tembus, trauma abdomen, fraktur multipel, laserasi yang lebih besar dari 5 cm, luka dengan kerusakan jaringan yang signifikan, serta luka pada lokasi anatomi berisiko tinggi seperti tangan atau kaki. Antibiotik dapat diberikan pula apabila saat pasien kontrol dan mengalami infeksi luka operasi, maka pasien layak untuk diberikan antibiotik.[11,14,40]
Follow up
Follow up pasien pasca penjahitan luka dilakukan saat prosedur, setelah prosedur, dan lebih dari 48 jam.
Saat Prosedur
Pada saat prosedur, pastikan bahwa luka tidak terkontaminasi benda asing terutama dekat pembuluh darah, saraf, dan sendi untuk mengurangi risiko infeksi sekunder. Selain itu, selalu pastikan bahwa tindakan dilakukan dengan menjaga sterilisasi area operasi untuk mengurangi risiko infeksi sekunder.[33]
Biasakan untuk sedikit melakukan eversi pada area yang dijahit, sehingga pada saat penyembuhan luka, retraksi oleh pembentukan skar akan ditoleransi. Adanya jaringan yang kemerahan, panas, nyeri dan berbau pada area sekitar luka merupakan tanda luka yang infeksi, sehingga sebaiknya tidak segera dilakukan penjahitan.[5,12,33]
Setelah Prosedur
Setelah prosedur penjahitan dilakukan, irigasi kembali area yang telah dijahit dengan normal salin kemudian keringkan dan bila diperlukan, berikan wound dressing. Hal yang perlu diperhatikan setelah prosedur adalah sebagai berikut:
- Pastikan luka dalam kondisi bersih dan tidak basah
- Nilai jaringan pada area yang dijahit, seperti baiknya aposisi, rembesan darah, dan adanya tanda infeksi
- Pastikan kondisi pasien pasca tindakan dalam kondisi sadar dan hemodinamik stabil
- Pastikan pasien tidak mengalami reaksi alergi akibat injeksi obat anestesi
- Nilai nyeri yang dialami pasien dengan visual analog scale (VAS)[5,12,33]
Tutup luka dengan penutup yang bersifat waterproof dan pastikan tidak basah dalam 48 jam pasca tindakan. Hal ini karena luka yang basah menghambat proses penyembuhan dan dapat menjadi media pertumbuhan bakteri.[5,17,33]
Pasien dapat membuka luka untuk perawatan luka sendiri dirumah setelah 48 jam. Minta pasien untuk memperhatikan area penjahitan, bila ada rembesan darah atau tanda infeksi, minta pasien untuk segera kontrol ke dokter.[17]
Lebih dari 48 Jam
Saat pasien datang kembali setelah 48 jam untuk melakukan follow up, tenaga kesehatan harus melakukan perawatan luka dan memperhatikan kembali adanya tanda infeksi serta proses penyembuhan luka. Tanda infeksi meliputi eritema pada area luka, nyeri, keluar pus pada area luka, bau tidak sedap, dan demam.[5,12,34]
Pada keadaan infeksi luka jahitan, sebaiknya lakukan penilaian area yang infeksi, lepas jahitan yang infeksi, lakukan debridement, dan irigasi.[17]
Pengangkatan Jahitan:
Pengangkatan jahitan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa kondisi, seperti kondisi luka yang menutup tanpa infeksi sekunder, lokasi anatomis luka, usia dan penyakit komorbid. Pada umumnya, waktu pencabutan benang berdasarkan lokasi anatomis adalah sebagai berikut:
- Area wajah 3-5 hari
- Skalp dan ekstremitas atas 7-10 hari
- Batang tubuh (trunk), ekstremitas inferior, telapak tangan dan kaki 10-14 hari
- Palmar manus dan plantar pedis 14–21 hari[1,5,33]
Pada kondisi tertentu, seperti pasien lansia berusia >65 tahun, pasien dengan imunokompromais seperti HIV, dan perokok, sebaiknya pengangkatan jahitan ditunda beberapa hari. Hal ini karena proses penyembuhan luka mungkin akan lebih lama, sehingga mungkin dapat terjadi wound dehiscence. Penundaan ini tidak dilakukan pada area wajah karena berisiko pembentukan skar yang lebih jelas.[34]
Penulisan pertama oleh: dr. Riawati MMedPH