Teknik Brakhiterapi
Teknik brakhiterapi adalah dengan memasang material radioaktif pada atau di dekat lokasi tumor. Pada kasus kanker prostat, brakhiterapi dilakukan dengan memasukkan material dalam bentuk benih ke dalam kelenjar prostat. Sebelum melakukan brakhiterapi, dokter perlu memperkirakan volume tumor dan berapa besar dosis radiasi yang diperlukan.[5,6]
Persiapan Pasien
Persiapan pasien brakhiterapi diawali dengan menjelaskan kepada pasien mengenai prosedur, manfaat, dan risiko tindakan, kemudian meminta informed consent. Setelahnya, pasien perlu menjalani pemeriksaan untuk menentukan kelayakan menjalani anestesi dan brakhiterapi itu sendiri.
Pada pasien yang mengonsumsi antikoagulan, seperti apixaban, terapi harus dihentikan setidaknya 7 hari sebelum implantasi. Tergantung skenario klinis, pasien juga mungkin memerlukan bowel preparation dan antibiotik profilaksis. Heparin subkutan dapat diberikan pada pasien yang memiliki riwayat deep vein thrombosis.[5,6]
Pemeriksaan Terkait Anestesi
Anestesi yang dilakukan bergantung pada lokasi tumor dan jenis aplikator yang akan dipakai. Anestesi dapat berupa sedasi, anestesi regional, ataupun anestesi umum. Pemeriksaan kelayakan menjalani anestesi dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium darah, hingga elektrokardiografi (EKG). Tujuan pemeriksaan adalah menentukan adanya kontraindikasi pasien menjalani prosedur anestesi.[7]
Pemeriksaan Terkait Brakhiterapi
Pemeriksaan sebelum pemasangan brakhiterapi dilakukan untuk mempersonalisasi pengobatan pada masing-masing pasien, termasuk memeriksa karakteristik tumor, mengevaluasi riwayat penyakit, serta mempertimbangkan radiosensitivitas intrinsik dan fisiologi lingkungan mikro tumor untuk memandu pemberian pengobatan. Hingga kini belum ada biomarker darah atau tumor spesifik yang divalidasi secara independen untuk brakhiterapi.
Selain itu, dokter juga perlu mempertimbangkan apakah dibutuhkan terapi tambahan lain selain brakhiterapi, misalnya kemoterapi atau pembedahan. Dokter juga perlu menentukan lokasi pemasangan alat, besaran dosis yang digunakan, serta apakah diperlukan terapi awalan dulu sebelum pemasangan brakhiterapi (misalnya ablasi pada kasus kanker prostat dengan volume yang sangat besar).[1]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan sebelum melakukan tindakan brakhiterapi adalah pemeriksaan hitung darah lengkap, waktu protrombin, activated partial thromboplastin time, dan panel metabolik. Untuk kasus kanker prostat, perlu dilakukan kultur urine terlebih dulu.[5,6]
Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan diperlukan untuk mengidentifikasi adanya kontraindikasi, memperkirakan keperluan dosis, dan memvisualisasi penempatan alat. Contoh pencitraan yang dapat bermanfaat adalah transrectal ultrasonography (TUS) dan CT scan pada kasus kanker prostat. Contoh lain adalah evaluasi dengan CT scan atau MRI pada kasus kanker serviks.[5,6,12]
Peralatan
Berdasarkan durasi pengobatan, brakhiterapi dapat dibagi menjadi temporer dan permanen. Pada brakhiterapi temporer, dosis diberikan pada durasi waktu yang relatif singkat dan sumber dilepaskan setelah pemberian dosis selesai. Sementara itu, pada brakhiterapi permanen, dosis diberikan seumur masa aktif sumber hingga sumber tersebut mengalami peluruhan total.[8,9]
Berdasarkan laju dosisnya, brakhiterapi dapat dibagi menjadi laju dosis rendah (low dose rate) 0,4 hingga 2 Gy/jam; laju dosis sedang 2-12 Gy/jam; dan laju dosis tinggi di atas 12 Gy/jam. Penggunaan brakhiterapi dosis tinggi (high dose rate/HDR) lebih banyak digunakan karena jauh lebih efektif dan dapat diberikan pada pasien tanpa perlu rawat inap.[10]
Sumber Radioaktif
Sumber radioaktif yang sering digunakan adalah Cobalt-60, Cesium-137, Iridium-192, Iodine-125, dan Paladium-103. Sementara itu, sumber radioaktif yang jarang digunakan adalah Gold-198, Ruthenium-106, dan Californium-252.
Sumber brakhiterapi tersedia dalam berbagai bentuk, seperti jarum dan tube (Cesium-137), pelet (Cobalt-60 dan Cesium-137), ataupun kawat (Iridium-192). Namun, bentuk sediaan yang paling sering ditemui adalah bentuk benih (Iodine-125, Paladium-103, Iridium-192, dan Gold-198).[1,2,5,6,11]
Posisi Pasien
Bergantung pada lokasi tumor atau bagian tubuh yang akan dilakukan pemasangan aplikator, pasien akan diatur dalam posisi yang memudahkan bagi operator untuk melakukan tindakan. Secara umum pasien akan diposisikan berbaring atau supinasi. Pasien-pasien yang akan dilakukan brakhiterapi ginekologi biasanya diposisikan litotomi.[1,2,5,6]
Prosedural
Brakhiterapi dapat ditempatkan secara:
- Intrakaviter: Sumber ditempatkan dalam rongga tubuh
- Interstisial: Sumber ditanam ke dalam tumor
Mould (permukaan): Sumber ditempatkan pada permukaan tubuh, di atas atau berdekatan dengan tumor yang akan diobati
- Intraluminal: Sumber ditempatkan pada lumen
- Intraoperatif: Sumber diletakkan pada jaringan target selama atau sesudah operasi
- Intravaskular: Sumber ditempatkan pada arteri besar
- Brakhiterapi Plaque: Digunakan terutama pada kasus-kasus keganasan okular[8,9]
Teknik dari pemasangan brakhiterapi akan berbeda tergantung pada kasus klinis masing-masing pasien, lokasi penempatannya, dan tujuan pemasangan.[5,6,8,9]
Brakhiterapi Permanen
Secara garis besar, pada pemasangan brakhiterapi permanen dilakukan insersi jarum yang telah diisi sebelumnya dengan bahan radioaktif ke dalam tumor. Jarum dicabut dan bahan radioaktif (misalnya dalam bentuk benih) ditinggalkan pada lokasi yang diinginkan.
Benih juga dapat ditanamkan menggunakan perangkat yang memasukkan satu per satu secara berkala. Hal ini dilakukan pada kasus kanker prostat dimana benih diperlukan multiple dan dimasukkan langsung ke dalam kelenjar prostat.
Selama tindakan, diperlukan pencitraan medis untuk membantu memposisikan bahan radioaktif. Setelah tindakan selesai, pencitraan dapat dilakukan kembali untuk memverifikasi penempatan bahan radioaktif.[5,6,12]
Brakhiterapi Temporer
Brakhiterapi temporer dilakukan dengan menempatkan perangkat pengiriman, misalnya dalam bentuk kateter, jarum, atau aplikator, ke dalam tumor. Pencitraan medis membantu mengevaluasi pemosisian perangkat tersebut secara real time. Setelah aplikator terpasang barulah bahan radioaktif dimasukkan dengan teknik yang disesuaikan dengan jenisnya.
Teknik Brakhiterapi 2D:
Pada brakhiterapi terapi 2D, digunakan metode pencitraan proyeksi, seperti fluoroskopi atau rontgen untuk mendokumentasikan dan memvalidasi posisi kateter tunggal atau aplikator. Pada teknik brakhiterapi 2D, informasi mengenai dosis yang diterima pada volume target ataupun organ at risk (OAR) menggunakan konsep point dose, yang berarti digunakan sebuah titik untuk mewakili dosis yang diterima oleh target volume ataupun OAR tersebut.
Teknik Brakhiterapi 3D:
Pada brakhiterapi 3D, seluruh volume baik volume target maupun organ-organ sehat dapat ditentukan dengan baik. Pada brakhiterapi 3D, setelah pemasangan aplikator brakhiterapi, pasien akan dipindai dengan CT Scan. Pemeriksaan CT Scan pada pasien brakhiterapi 3D bersifat wajib, karena CT scan menjadi dasar bagi dokter ahli onkologi radiasi untuk melakukan delineasi dan juga bagi fisikawan medis untuk merancang perencanaan radiasi.
MRI juga dapat dilakukan untuk membantu agar delineasi lebih akurat, karena MRI menyediakan banyak informasi tambahan seperti misalnya ekstensi kanker, dan kemampuan untuk membedakan apakah suatu pembesaran kelenjar getah bening (KGB) disebabkan oleh metastasis atau bukan.
Berbeda dengan teknik brakhiterapi 2D, pada teknik brakhiterapi 3D terdapat konsep volume element atau voxel yang dikalkulasi oleh komputer. Konsep ini memungkinkan dokter mengetahui dengan lebih tepat cakupan dosis radiasi yang diterima pada volume target maupun OAR. Misalnya, dokter dapat mengetahui bahwa terdapat sekian persen volume dari volume target yang menerima dosis di bawah dosis yang diresepkan (underdose).
Lama Perawatan:
Brakhiterapi HDR temporer biasanya merupakan prosedur rawat jalan. Namun, beberapa pasien dirawat di rumah sakit selama 1-2 hari untuk menjalani perawatan multipel. Perawatan HDR berlangsung sekitar 10 hingga 20 menit. Seluruh prosedur (termasuk penempatan perangkat) dapat memakan waktu hingga beberapa jam. Prosedur dapat diulang beberapa kali dalam sehari sebelum perangkat dilepas.
Perawatan LDR memberikan radiasi secara terus menerus selama 1-2 hari. Mayoritas pasien dirawat inap di rumah sakit.
Perawatan PDR memberikan radiasi dengan cara yang sama menggunakan pulsa periodik (biasanya satu per jam).[5,6,8,9,12]
Follow Up
Setelah radiasi diberikan, aplikator akan dilepaskan. Pada brakhiterapi interstisial, radiasi akan diberikan sebanyak beberapa kali, baru aplikator akan dilepaskan. Setelah aplikator dilepaskan, pasien akan diobservasi di ruang pemulihan atau ruang rawat inap.[5,6]