Pedoman Klinis Pemeriksaan Sistem Sensorik
Pedoman klinis pemeriksaan sistem sensoris sebagai pemeriksaan yang bertujuan untuk menilai ada tidaknya lesi pada sistem saraf sensorik serta lokasi kelainan lesi tersebut. Hal ini bermanfaat untuk menentukan diagnosis dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan selanjutnya.
Penilaian lesi sistem saraf sensorik ini dilakukan berdasarkan tiga prinsip umum. Prinsip yang pertama, pemeriksaan dilakukan untuk mencari defisit sensibilitas, berupa daerah-daerah dengan sensibilitas yang abnormal, hipoestesia, hiperestesi, hipoalgesia atau hiperalgesia. Selain itu, diperlukan pencarian gejala-gejala lain di tempat gangguan sensibilitas tersebut, misalnya atrofi, kelemahan otot, refleks menurun/negative, menurut distribusi dermatom.
Prinsip kedua, keluhan-keluhan sensorik memiliki kualitas yang sama, baik mengenai thalamus, spinal, radix spinalis atau saraf perifer. Oleh karena itu, membedakannya harus dengan distribusi gejala/keluhan dan penemuan lain.
Prinsip ketiga, lesi saraf perifer sering disertai berkurang atau hilangnya keringat, kulit kering, perubahan pada kuku dan hilangnya sebagian jaringan di bawah kulit.[2]
Pedoman klinis lain yang harus diperhatikan pada pemeriksaan sistem sensorik di antaranya:
- Pasien harus sadar, kooperatif dengan kecerdasan yang cukup
- Pemeriksaan hendaknya dilakukan secara santai dan pasien harus memejamkan mata
- Sebelum melakukan pemeriksaan sensorik, mintalah informed consent dan jelaskan terlebih dahulu langkah dan respons apa yang diharapkan dari pasien; misalnya pada pemeriksaan posisi (proprioseptif), respons yang diharapkan adalah “ke atas/ke bawah”
- Pemeriksaan dilakukan pada kedua sisi pasien (bilateral)
- Sebelum melakukan pemeriksaan, tanyakan terlebih dahulu apakah ada keluhan mengenai sensibilitas. Bila ada, pasien disuruh menunjukkan tempatnya (lokasi). Dari bentuk kelainan sensibilitas dapat diduga apakah gangguan bersifat sentral, perifer, atau berbentuk dermatom
- Semua hasil pemeriksaan harus ditulis secara lengkap di rekam medis[1]
Pemeriksaan sistem sensorik pasien sebaiknya dilakukan dengan lembut dan mantap, agar pasien merasa nyaman dan tidak kesakitan, atau bertambah sakit dan memperburuk cedera. Untuk itu diperlukan pemeriksa yang ahli dan terampil, yang memahami benar detail manuver pemeriksaan sistem sensoris dan interpretasinya.[2]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja