Teknik Histeroskopi
Teknik histeroskopi dilakukan dengan posisi pasien litotomi dan diawali dengan insersi spekulum ke dalam vagina untuk visualisasi. Ostium serviks kemudian didilatasi dan histeroskop diinsersi melalui kanal serviks menuju kavum uterus. Histeroskop memiliki sumber cahaya dan kamera untuk visualisasi kavum uterus. Visualisasi dapat dibantu dengan gas atau cairan tertentu untuk distensi uterus.[7]
Persiapan Pasien
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang untuk menentukan diagnosis (atau diagnosis kerja) dan menyingkirkan kontraindikasi, dokter menjelaskan indikasi perlunya histeroskopi pada pasien, langkah prosedurnya, dan kemungkinan komplikasinya. Edukasi yang adekuat diperlukan sebelum meminta informed consent.[7-9]
Sebelum histeroskopi, minta pasien untuk mengosongkan kandung kemih. Kateterisasi uretra dan pemasangan akses intravena dapat dilakukan bila perlu.[7-9]
Tindakan histeroskopi membutuhkan anestesi, yang umumnya berupa anestesi lokal atau blok paraservikal. Akan tetapi, pasien tertentu mungkin membutuhkan anestesi regional atau anestesi general. Anestesi yang lebih luas dapat dilakukan bila pasien sangat cemas atau prosedur diperhitungkan akan kompleks dan lama atau adanya kemungkinan perlu laparoskopi.[7-9]
Peralatan
Alat utama histeroskopi terdiri dari 2 tipe, yaitu rigid (kaku) dan fleksibel (lentur) di mana histeroskopi rigid lebih sering digunakan. Histeroskopi rigid ini terdiri dari teleskop dengan diameter luar 4 mm dan pandangan fore-oblique 30°. Peralatan penyokong untuk histeroskopi dibedakan menjadi 3 macam, yaitu fleksibel, semirigid, dan rigid. Peralatan fleksibel terdiri dari forceps biopsi, forceps penjepit, dan gunting.[8,9]
Peralatan penyokong yang fleksibel dapat dibengkokan hingga 90° dan ideal digunakan pada prosedur manipulasi intrauterine area uterotubal atau kanulasi tuba. Namun, alat ini lebih rapuh sehingga harus sering diganti. Peralatan penyokong semirigid bersifat lebih tahan lama dan lebih mudah diaplikasikan meskipun tidak dapat dibengkokan hingga 90°. Alat rigid lebih kokoh dan dapat memberikan gambaran yang sangat baik tetapi memiliki resiko perforasi.[5,8]
Sumber cahaya yang digunakan adalah lampu xenon. Lampu ini merupakan sumber pencahayaan terbaik pada histeroskopi atau resektoskopi. Selain itu, terdapat juga sistem video untuk memudahkan operator dan asisten agar dapat berpartisipasi dalam pelaksanaan prosedur.[10,11]
Peralatan laser yang digunakan merupakan spektrum inframerah dengan panjang gelombang 1064 mm dan tidak dapat diabsorbsi secara spesifik oleh protein jaringan. Sinar laser yang digunakan berasal dari Neodymium (YAG = Yttrium-Aluminium-Garnet) yang ditransmisikan melalui serat optik.[10,11]
Medium yang digunakan pada histeroskopi untuk distensi uterus adalah medium gas dan cairan. Medium cairan dibedakan menjadi viskositas tinggi (Hyskon) yang tidak berwarna, kental, dan merupakan medium yang baik untuk diagnostik maupun terapi. Sementara itu, cairan dengan viskositas rendah (NaCl dan RL) merupakan medium yang paling aman tetapi merupakan konduktor yang buruk sehingga tidak dapat digunakan pada electrosurgery.[3,12]
Medium gas yang sering digunakan yaitu karbon dioksida (CO2) karena tidak berwarna dan memiliki daya larut tinggi dalam darah. Medium gas ini sering digunakan pada histeroskopi yang dilakukan di dalam klinik (in-office). Aliran gas yang digunakan tidak boleh >100 mL/menit dan tekanan dalam uterus harus <150 mmHg.[3,12]
Posisi Pasien
Untuk prosedur histeroskopi, pasien diposisikan secara litotomi. Posisi Trendelenburg sebaiknya dihindari karena dapat meningkatkan risiko emboli gas.[13]
Prosedural
Idealnya, histeroskopi dilakukan saat sudah selesai menstruasi dan sebelum ovulasi. Prosedur diagnostik yang sederhana dapat dilakukan di klinik (poliklinik), sedangkan prosedur operatif yang lebih kompleks dilakukan di ruang operasi.[13]
Pemeriksaan bimanual sebaiknya dilakukan terlebih dahulu untuk memperkirakan angle dan posisi anatomis untuk mengurangi risiko perforasi.[13]
Langkah-langkah histeroskopi adalah sebagai berikut:
- Pastikan bahwa operator sudah menerapkan prinsip aseptik
- Lakukan insersi spekulum ke dalam vagina untuk memvisualisasi serviks
- Lakukan disinfeksi vagina dan serviks dengan larutan povidone iodine atau chlorhexidine gluconate
- Jepit bagian anterior serviks dengan single-tooth tenaculum, yang sebaiknya sudah diawali dengan pemberian anestesi lokal
- Dilatasi serviks dengan dilator yang sesuai diameternya dengan diameter histeroskop yang akan diinsersi
- Lakukan insersi histeroskop dan gunakan single-tooth tenaculum tadi untuk memberikan counter-traction pada serviks dan memudahkan insersi histeroskop
- Teruskan insersi histeroskop hingga mencapai kavum uterus
- Injeksi atau pompa gas atau cairan melalui histeroskop yang telah dimasukkan dengan tujuan untuk mendistensi uterus sehingga visualisasi lebih baik
- Inspeksi dengan cermat dan teliti untuk menilai kelainan endoservikal, kavum uterus, dan kedua ostium tuba
- Langkah-langkah operatif selanjutnya (untuk tujuan terapeutik) akan berbeda tergantung pada abnormalitas yang ditemukan[7,13]
Metroplasti atau Reseksi Septum Uterus
Bila ada temuan septum pada uterus, lakukan pemisahan septum dengan memasukkan instrumen operasi melalui tabung, kemudian memotong septum pada bagian atas dan bawah. Insisi septum harus komplit agar uterus hanya menjadi 1 ruang. Insisi dilakukan secara sempurna hingga mendekati batas fundus uteri. Bila ada perdarahan, hentikan dengan menggunakan bola elektroda 3 mm.[6,8,15]
Lisis Adhesi atau Adhesiolysis
Histeroskopi dapat melihat dan menentukan derajat adhesi uterus (sinekia). Instrumen yang dapat digunakan yaitu gunting fleksibel atau semirigid, resektoskopi, dan laser. Instrumen dimasukkan melalui tabung operatif ke dalam kavum uterus. Selaput dan perlekatan pada bagian tengah harus dipotong terlebih dahulu dan selalu diikuti dengan penyemprotan cairan. Bagian marginal dan padat dikerjakan terakhir.[6,8,16]
Kanulasi Tuba Fallopi
Tindakan ini berguna untuk mengatasi sumbatan pada tuba interstitial yang disebabkan oleh spasme tuba dan sisa jaringan, serta untuk mengoreksi anastomosis pada tuba kornual. Instrumen yang digunakan yaitu kanul teflon dangan metal obturator, kateter, dan cairan leucomethylene blue atau indigo carmine dye. Kanul teflon dengan metal obturator dimasukkan melalui tabung histeroskop kemudian obturator dikeluarkan.[6,8]
Kateter dengan bantuan kawat kanul dimasukkan ke dalam kanul sampai ke ostium tuba. Jika ada tahanan, maka kawat kanul ditarik kemudian cairan leucomethylene blue disuntikkan. Tindakan ini dapat dilakukan bersamaan dengan laparoskopi untuk melihat keluarnya cairan pada fimbriae dan menilai patensi tuba. Selain itu, operator juga bisa menggunakan cairan opaque yang diikuti dengan foto rontgen.[6,8]
Polipektomi
Untuk menangani polip, kawat lingkar elektrik dimasukkan ke dalam tabung operatif 3 mm kemudian kawat dimasukkan hingga ke dasar polip. Kawat ditarik erat dan polip dipotong dengan daya 30–40 watt pada dasar polip. Kawat kemudian dikeluarkan dan operator memasukkan forcep alligator untuk mengambil polip. Bila ada perdarahan, lakukan koagulasi dengan elektroda bola 3 mm.[6,8,14]
Miomektomi
Prosedur histeroskopi saat ini dapat digunakan untuk pengambilan mioma submukosa. Teknik resektoskopi dilakukan dengan mengiris mioma kemudian potongan jaringan ini dikumpulkan untuk pemeriksaan histopatologi.[6,8,14]
Pada mioma berukuran 1–2 cm, dokter dapat memilih untuk melakukan ablasi memakai laser. Pada mioma berukuran >3 cm, dokter dapat memakai gunting yang dikombinasi dengan laser. Bila ada perdarahan pascaoperasi, balon Foley 10 mL dimasukkan ke dalam kavum uterus kemudian digelembungkan 5 mL selama 6–12 jam.[6,8,14]
Ablasi Endometrium
Indikasi ablasi endometrium adalah pasien telah menjalani terapi hormonal tetapi tidak berhasil mengontrol perdarahan uterus abnormal dan tidak menginginkan kehamilan setelahnya. Sebelum ablasi, dokter wajib melakukan histeroskopi preoperasi dan biopsi endometrium untuk mengeksklusi kemungkinan kanker endometrium dan hiperplasia atipik.[6,8,14]
Resektoskop dimasukan ke dalam kavum uterus. Kanul aspirasi dimasukkan melalui tabung histeroskop untuk mengeluarkan darah dan jaringan dari dalam kavum uterus. Bagian fundus uteri diablasi dengan menggunakan bola elektroda dari sisi kornu ke sisi kornu yang lain kemudian bagian dinding posterior, lateral dan anterior. Ablasi ini dilakukan termasuk pada endometrium di bawah kornu hingga kedalaman 1–2 mm dan berlangsung selama 30 menit.[6,8,14]
Follow Up
Histeroskopi diagnostik sederhana yang dilakukan in-office (di klinik) dan tidak disertai komplikasi memungkinkan pasien untuk pulang pada hari yang sama setelah observasi singkat. Namun, pada pasien yang menjalani reseksi ekstensif, terutama prosedur yang menggunakan anestesi regional atau general, observasi di rumah sakit umumnya lebih lama. Pasien reseksi juga umumnya perlu kontrol kembali dalam 2–4 minggu untuk mengevaluasi ada tidaknya adhesi atau sisa lesi.[17-19]