Teknik Pemeriksaan Obstetri
Teknik pemeriksaan obstetri meliputi pemeriksaan fisik abdomen, manuver Leopold, auskultasi denyut jantung janin, pemeriksaan genitalia, dan pemeriksaan fisik umum. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, anamnesis harus dilakukan untuk mengetahui informasi subjektif mengenai riwayat kehamilan dan persalinan pasien.[7]
Anamnesis
Pada pemeriksaan obstetri pertama kali, hal yang perlu digali antara lain:
- Riwayat terkait penyakit saat ini dan riwayat penyakit dahulu, termasuk riwayat pengobatan
- Faktor risiko kondisi patologis kehamilan, seperti usia ibu, riwayat abortus spontan pada kehamilan sebelumnya, dan hipertensi
- Riwayat obstetri, seperti luaran pada kehamilan sebelumnya ataupun komplikasi maternal dan fetal seperti diabetes gestasional, preeklampsia, stillbirth, dan malformasi kongenital
- Riwayat keluarga, termasuk kelainan herediter
Hal lain yang perlu digali dalam anamnesis adalah hal–hal yang berhubungan dengan perkembangan janin, termasuk frekuensi dan intensitas tendangan janin, adanya perdarahan atau keluar cairan pervaginam, keluhan sakit kepala, perubahan visus, serta edema pada wajah atau jari.[7,8]
Graviditas dan Paritas
Pada anamnesis juga perlu ditanyakan graviditas dan paritas. Graviditas adalah jumlah kehamilan yang telah dikonfirmasi dan didiagnosis dokter. Paritas adalah jumlah kelahiran setelah usia kehamilan 20 minggu.
Abortus adalah hilangnya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu, tanpa memandang penyebabnya. Paritas ditambah abortus akan menghasilkan jumlah graviditas.[7]
Pemeriksaan Fisik
Sebelum pemeriksaan fisik, jelaskan prosedur pemeriksaan, minta informed consent, pastikan privasi dan kenyamanan pasien, minta pasien berkemih, kemudian dokter mencuci tangan untuk mencegah infeksi nosokomial.
Alat yang perlu disiapkan adalah:
- Pita ukur
- Fetoskop
- Doppler
Sebelum memulai pemeriksaan regio abdomen, lakukan pemeriksaan keadaan umum, pengukuran berat dan tinggi badan, serta tanda vital pasien. Pemeriksaan lain dilakukan seperti pada pasien pada umumnya, yaitu pemeriksaan dari kepala sampai kaki.
Lihat adanya ikterus yang dapat dapat disebabkan oleh obstetric cholestasis atau intrahepatic cholestasis of pregnancy. Periksa pula adanya melasma, anemia, pembesaran kelenjar tiroid, varises, atau edema ekstremitas.[7-9]
Pemeriksaan Abdomen
Pasien berada pada posisi supinasi atau dorsal recumbent dengan elevasi kepala 30–45o, lutut sedikit ditekuk, lengan dapat diposisikan di samping pasien. Jika pasien mengalami sindrom hipotensi supinasi (SHT), posisikan pasien dalam lateral dekubitus kiri dengan elevasi kepala 15o.[10]
Inspeksi:
Inspeksi abdomen dilakukan untuk melihat ukuran, bentuk, adanya ruam, striae gravidarum, bekas luka, gerakan janin, atau kontraksi. Dengan mengetahui riwayat dan minggu kehamilan, dalam inspeksi ukuran abdomen dapat memberi gambaran mengenai ukuran janin dan apakah kehamilan tunggal atau tidak. Bentuk perut juga dapat memberi gambaran letak janin.
Striae gravidarum dari kehamilan sebelumnya tampak berwarna putih atau kelabu sedangkan striae gravidarum dari kehamilan saat ini berwarna merah muda. Linea nigra merupakan pigmentasi yang wajar saat kehamilan. Bekas luka dapat mengidentifikasi riwayat operasi.[11,12]
Palpasi:
Palpasi perut yang dilakukan pada pemeriksaan obstetri memiliki tujuan skrining. Pengukuran tinggi fundus dapat bisa diukur dengan alat ukur dalam sentimeter setelah 20–24 minggu.
Tinggi fundus uteri (TFU) diukur menggunakan tali pengukur dari simfisis pubis ke fundus uteri dan hanya dilakukan pada kehamilan tunggal. Palpasi perut dilakukan dalam pemeriksaan antenatal untuk perkirakan ukuran janin.[13–18]
Gambar 1. Pemeriksaan Leopold. Sumber: Wikimedia Commons, Leopold dan Spörlin, 2009.
Pemeriksaaan Leopold I
Pemeriksaan Leopold I disebut dengan fundal palpation. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengukur tinggi fundus uteri (TFU) dan memperkirakan bagian janin pada fundus uteri.[19,20]
Leopold 1 dilakukan dengan pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien dan menghadap ke muka pasien. Pemeriksa meletakkan kedua tangan pada fundus uteri dan dengan lembut melakukan palpasi menggunakan jari–jari. Palpasi bentuk, ukuran, konsistensi abdomen, dan mobilitas bagian janin di fundus.
Pada presentasi bokong, di fundus uteri akan teraba kepala janin berupa massa keras, bundar, dan melenting. Sementara itu, pada presentasi sefalik, di fundus akan teraba bokong janin yang lunak, kurang bundar, dan melenting.
Gambar 2. Letak Janin dalam Uterus. Sumber: Shutterstock, 2022
Letak janin dapat dilaporkan dengan letak memanjang (longitudinal), letak lintang (transversal), atau letak miring (oblique). Presentasi janin dapat dilaporkan sebagai presentasi sefalik dan presentasi bokong.[19,20]
Pemeriksaan Leopold II
Pemeriksaan Leopold II disebut dengan lateral palpation. Pemeriksaan kedua ini ditujukan untuk menentukan posisi tulang belakang janin dan anggota tubuh seperti kaki dan tangan. Leopold II dilakukan dengan palpasi lembut pada area paraumbilikalis dengan menggunakan kedua tangan.
Saat palpasi tulang belakang janin, akan teraba struktur keras dan resisten jika dibandingkan dengan anggota tubuh lain seperti tangan dan kaki yang teraba tidak teratur dan jika lebih ditekan akan teraba bagian kecil yang bergerak.[19,20]
Pemeriksaan Leopold III
Pemeriksaan Leopold III disebut dengan Pawlik’s grip maneuver atau second pelvic grip. Pemeriksaan ketiga bertujuan untuk memperkirakan posisi janin pada bagian suprapubik dan mengetahui apakah janin sudah masuk pada pintu atas panggul (PAP).
Pemeriksa menekan dengan lembut abdomen ibu untuk merasakan bagian presentasi menggunakan ibu jari dan jari tengah. Sama seperti Leopold I, palpasi bentuk, ukuran, konsistensi abdomen, dan mobilitas bagian janin untuk mengetahui presentasi janin. Palpasi suprapubik dilakukan menggunakan jari–jari tangan dominan. Jika janin belum memasuki pintu atas panggul, oksiput janin dapat dirasakan.[7,19–22]
Pemeriksaan Leopold IV
Pemeriksaan Leopold IV disebut dengan pelvic palpation atau first pelvic grip. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan apakah bagian terbawah janin sudah masuk pintu atas panggul.
Pasien tetap diminta untuk menekukan lutut. Pemeriksa berdiri menghadap kaki ibu. Dengan jari-jari kedua tangan, palpasi abdomen ke arah sumbu panggul dimulai dari sisi kanan dan kiri abdomen ibu.[7,19–22]
Pada presentasi sefalik, jika kedua tangan dapat saling bertemu (konvergen), kemungkinan kepala belum masuk ke pintu atas panggul. Sedangkan, jika kedua tangan tidak saling bertemu (divergen) berarti kepala sudah masuk ke pintu atas panggul.[7,19–22]
Auskultasi
Berdasarkan pemeriksaan Leopold, fetoskop diletakan antara bahu pada bagian punggung janin. Sebelum memposisikan diri untuk mendengarkan denyut jantung janin, palpasi terlebih dahulu denyut nadi radialis ibu.
Selagi mempalpasi denyut nadi ibu, letakan telinga ke fetoskop, kemudian lepaskan palpasi denyut nadi ibu, jika detak jantung janin sudah terdengar. Denyut ibu dan janin berbeda, sehingga jika terdengar denyut nadi ibu bersamaan dengan denyut janin, pindahkan posisi fetoskop.[7,9,11,12]
Pemeriksaan detak jantung janin juga dapat dilakukan saat kehamilan berusia 12 minggu dengan menggunakan doppler. Setelah usia kehamilan mencapai 24 minggu, auskultasi dapat dilakukan menggunakan fetoskop. Frekuensi detak jantung janin normal adalah 120–160 kali/menit.[7,9,11,12]
Pemeriksaan Genitalia
Pemeriksaan genitalia dimulai dari inspeksi. Perhatikan adanya cairan yang keluar pervaginam. Jika terdapat cairan, perhatikan karakteristik cairan seperti warna, jumlah dan bau.
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk memeriksa pelunakan serviks, adanya dilatasi (pembukaan) atau effacement (penipisan).[1,2,19]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli