Indikasi Terapi CPAP
Indikasi utama terapi CPAP (continuous positive airway pressure) adalah untuk mempertahankan patensi dan mencegah kolaps saluran napas atau airway. Terdapat beberapa kondisi yang memiliki komplikasi kolaps saluran nafas, di antaranya gagal napas, pemasangan intubasi endotrakeal, atau obstructive sleep apnea (OSA).
Gagal Napas
Terapi CPAP umumnya lebih berhasil untuk pasien gagal napas tipe I. Gangguan utama gagal napas I adalah proses difusi oksigen pada membran alveolar-kapiler paru yang rusak. Gejala utama gagal napas tipe I adalah hipoksemia tanpa disertai hiperkapnia. Pada pemeriksaan tanda vital, laju pernapasan naik hingga >25 kali/menit pada pasien dewasa dan >60 kali/menit pada neonatus.[16-18]
Pada pemeriksaan analisis gas darah, gagal napas tipe I ditandai dengan tekanan oksigen (paO2) <60 mmHg atau <8 Kpa, dan tekanan karbondioksida (PaCO2) yang cenderung normal atau dapat sedikit turun. PaO2 pada gagal napas I tetap rendah meskipun telah diberi terapi oksigen aliran tinggi >45%, sehingga dipertimbangkan diberikan aliran udara bertekanan positif dari CPAP.[16-18]
Contoh gagal napas tipe I adalah pneumonia, bronkitis, bronkiolitis, pneumonitis, edema paru akut, dan emboli paru. CPAP juga dapat digunakan pada pasien neonatus yang mengalami distress pernapasan akut karena gangguan anatomi, seperti tracheomalacia, hyaline membrane disease, dan transient tachypnea of the newborn.[16-18]
Pemasangan Intubasi Endotrakeal
Tindakan CPAP juga dapat digunakan untuk oksigenasi sebelum dilakukan intubasi endotrakeal, atau untuk pasien yang telah di ekstubasi tetapi masih membutuhkan tekanan positif untuk ventilasi respirasinya.[19,20]
CPAP juga kadang digunakan pada pasien dengan penyakit terminal yang memiliki status DNR (do not resuscitate).[21]
Obstructive Sleep Apnea
Terapi CPAP saat ini dapat digunakan di rumah pasien obstructive sleep apnea (OSA), yang memiliki kondisi:
Respiratory disturbance index (RDI) ≥15 kejadian per jam, dengan/tanpa gejala
- RDI 5−14 kejadian per jam, yang disertai salah satu gejala mengantuk, nonrestorative sleep, kelelahan atau gejala insomnia, mendengkur, hipertensi, gangguan mood, gangguan kognitif, penyakit arteri koroner, stroke, gagal jantung kongesti, atrial fibrilasi, atau diabetes mellitus tipe 2
RDI atau indeks respiratory disturbance diartikan sebagai jumlah terjadinya obstructive sleep apnea, obstructive hypopnea, dan respiratory effort related arousal (RERA) per jam saat tidur. Sedangkan gejala kelelahan atau insomnia akibat OSA termasuk kondisi terbangun dari tidur dengan masih menahan napas, terengah-engah, atau perasaan seperti tercekik.[4]
COVID-19
Dalam penanganan hipoksia akibat COVID-19, National Health Service di Inggris lebih menyukai metode pemberian oksigen tekanan positif non invasif melalui CPAP daripada high flow nasal oxygen (HFNO).[4]
Meskipun HFNO memiliki ambang toleransi yang baik bagi sebagian besar pasien, tetapi HFNO menggunakan sumber oksigen yang lebih besar daripada CPAP. Dalam kondisi pandemi COVID-19 dimana oksigen menjadi kebutuhan penting bagi setiap fasilitas pelayanan kesehatan, hal ini menjadi pertimbangan.[21,22]