Edukasi Pasien Tes Narkoba
Dokter perlu memberikan edukasi terhadap pada pasien dan keluarga pasien untuk tidak menginterpretasikan hasil tes narkoba mandiri. Interpretasi dari hasil tes harus didasarkan pada klinis pasien. Pemeriksaan ini tidak menunjukkan suatu ketergantungan atau penyalahgunaan zat.
Urin sering digunakan sebagai pemeriksaan skrining karena bersifat non invasif dan metabolit suatu obat lebih banyak terdapat pada urin dibandingkan dengan darah. Meskipun demikian, pemeriksaan urin tidak bisa digunakan untuk menunjukkan suatu kondisi ketergantungan atau intoksikasi. Pemeriksaan darah adalah satu-satunya pemeriksaan yang memberikan informasi mengenai konsentrasi zat dalam darah. Apabila terdapat ketidakyakinan terhadap pemeriksaan skrining, maka diperlukan pemeriksaan konfirmasi.[2,4,8]
Hasil Tes Narkoba
Hasil positif dalam skrining berarti terdapat metabolit dari zat tersebut yang berada atau di atas ambang batas pemeriksaan ketika sampel diambil. Namun sering terjadi hasil positif palsu dan negatif palsu dalam tes narkoba. Hasil negatif bukan berarti seseorang tidak mengonsumsi zat terkait. Untuk menghindari konsekuensi dari positif palsu, pasien harus ditanyakan mengenai zat atau obat yang mereka konsumsi secara rutin atau berkala.[2,8]
Hasil Positif Palsu
Klinisi harus menanyakan mengenai zat atau obat yang sedang dikonsumsi pada pasien yang akan diperiksa tes narkoba agar tidak terjadi ketegangan akibat hasil positif palsu. Beberapa obat, misalnya pseudoefedrin, efedrin, atau fenilefrin bisa menyebabkan hasil positif pada pemeriksaan amphetamine. Obat pilek yang mengandung dextromethorphan bisa menyebabkan reaksi silang dan hasil positif pada phencyclidine (PCP).[1]
Hasil Negatif Palsu
Hasil tes negatif tidak serta merta berarti seseorang tidak pernah menggunakan narkoba. Kemungkinan seseorang belum mengonsumsi zat tersebut dalam rentang waktu positif pemeriksaan, kadar obat berada di bawah ambang batas deteksi alat, atau tes tidak memeriksa obat yang dikonsumsi pasien. Negatif palsu bisa juga terjadi akibat tindakan pemalsuan hasil tes.[8]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja