Teknik Uji Tuberkulin
Teknik uji tuberkulin, disebut juga Tes Mantoux atau Tuberculin Skin Test (TST), adalah dengan melakukan injeksi intrakutan purified protein derivative (PPD). PPD adalah campuran dari beberapa antigen Mycobacterium, termasuk di antaranya M. tuberculosis, M. bovis, dan Mycobacteria non-tuberculosis (NTM). Pembacaan hasil uji tuberkulin dilakukan dengan cara mengukur indurasi yang timbul akibat reaksi terhadap antigen yang terdapat pada PPD.[1,2,9]
Persiapan Pasien
Sebelum melakukan uji tuberkulin, dokter perlu memastikan bahwa pemeriksaan ini memang cocok untuk menunjang diagnosis tuberkulosis. Pada kasus di mana pemeriksaan sputum atau radiologi lebih cocok untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis, uji tuberkulin tidak perlu dilakukan.
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Sebelum melakukan uji tuberkulin, anamnesis dan pemeriksaan fisik perlu dilakukan untuk meyakinkan bahwa uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang tepat untuk menunjang diagnosis. Pedoman penanganan tuberkulosis oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengatakan bahwa uji tuberkulin dapat bermanfaat pada kondisi tuberkulosis pada anak, tuberkulosis laten, dan tuberkulosis ekstra paru seperti tuberkulosis sistem saraf pusat, tuberkulosis tulang, dan tuberkulosis urogenital.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik juga diperlukan untuk mengevaluasi riwayat medis yang bisa mempengaruhi interpretasi hasil uji tuberkulin. Sebagai contoh, respon terhadap uji tuberkulin akan menurun pada pasien dengan penyakit ginjal kronik dan HIV. Riwayat vaksin BCG sebelumnya juga dapat memberi hasil positif palsu.[1,3,9]
Informed Consent
Jika pasien diputuskan akan menjalani uji tuberkulin, maka lakukan pengambilan informed consent. Ini perlu mencakup penjelasan mengenai tujuan dari uji tuberkulin, menekankan posisi pasien sebagai pengambil keputusan, menjelaskan alternatif prosedur, mendiskusikan mengenai risiko, dan pengambilan bukti kesediaan pasien untuk menjalani pemeriksaan.[5]
Peralatan
Bahan uji tuberkulin tidak diperbolehkan terpapar oleh sinar dan cahaya matahari. Larutan PPD harus disimpan dalam lemari pendingin jika sedang tidak digunakan. Cold chain diperlukan untuk memelihara produk PPD mulai dari produksi sampai penyuntikan. Larutan PPD harus diambil langsung ke dalam spuit segera sebelum penyuntikan dan tidak dapat disimpan dalam waktu lama setelah dilakukan pengambilan dari spuit.[6]
Bahan yang diperlukan untuk uji tuberkulin antara lain:
- Larutan PPD
- Spuit tuberculin 1 ml dengan jarum 26 atau 27
- Swab alkohol
- Kapas
- Kertas catatan
- Kit anafilaksis dan protokol profilaksis.[7]
Prosedural
Uji tuberkulin dilakukan dengan memasukkan PPD secara intrakutan. Pembacaan hasil uji tuberkulin yang dilakukan dengan cara Mantoux (intrakutan) dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dengan mengukur diameter transversal indurasinya.[9]
Prosedur uji tuberkulin meliputi:
- Sebelum dilakukan penyuntikan larutan PPD, posisikan pasien duduk dengan nyaman dengan tangan yang tersangga.
- Jelaskan mengenai prosedur pemeriksaan. Pastikan pasien mengerti dan menyetujui untuk dilakukan pemeriksaan dan kembali dalam 48-72 jam setelah penyuntikan untuk evaluasi hasil.
- Penyuntikan dilakukan di bagian medial lengan bawah, sekitar 10 cm di bawah lipat siku. Cara ini dilakukan karena permukaan kulit pada daerah tersebut relatif datar, sehingga memudahkan pembacaan hasil. Lokasi yang dipilih harus tidak memiliki jaringan parut, ruam, luka bakar, atau tato.
- Larutan tuberkulin diambil dengan menggunakan spuit tidak lebih dari 20 menit sebelum injeksi.
- Bersihkan kulit menggunakan antiseptik dan tunggu kering.
- Spuit tuberkulin diposisikan mendatar sejajar dengan permukaan kulit, mata jarum mengarah ke atas.
- Larutan PPD diinjeksikan secara perlahan dan harus menimbulkan sebuah gelembung dengan diameter minimal 7 mm. Gelembung akan menghilang dalam 15-20 menit. Area yang dilakukan penyuntikan tidak perlu ditutup dengan menggunakan pembalut.
Setelah dilakukan injeksi, pasien harus diobservasi selama 10-15 menit. Pasien dipersilahkan duduk selagi dilakukan observasi. Salah satu tanda yang harus diwaspadai setelah penyuntikan adalah sinkop vasovagal yang harus dibedakan dengan anafilaksis. Pusing berputar, kepala ringan, dan kehilangan kesadaran harus didokumentasikan dengan teliti, sehingga di kemudian hari bisa ditentukan apakah pasien memiliki riwayat vasovagal atau reaksi anafilaksis.
Ketika pasien akan dipulangkan, pasien harus diinstruksikan untuk menjaga lokasi injeksi bersih. Pasien harus diedukasi jika ada gatal dan pembengkakan yang signifikan mereka harus menghindari penggarukan dan diberikan penjelasan untuk menangani hal tersebut dengan kompres dingin. Pasien dapat melakukan aktivitas normal seperti mandi.
Minta pasien kembali dalam 48-72 jam untuk dilakukan pembacaan. Operator yang melakukan injeksi harus mencatat tanggal, jam, dan posisi di lengan bawah tempat melakukan penyuntikan. Pencatatan pabrik, nomor batch larutan PPD, dan tanggal pembukaan vial harus dicatat juga.[6]
Pembacaan Reaksi yang Timbul
Pasien diinstruksikan untuk kembali setelah 48-72 jam dengan pembacaan maksimum tidak boleh dari 72 jam. Pembacaan dilakukan dengan posisi pasien duduk secara nyaman dan lengan tersangga, sehingga kulit dalam keadaan sesantai mungkin. Sangat penting agar dilakukan pengukuran indurasi bukan kemerahan yang timbul. Indurasi diperiksa paling baik dengan metode ballpoint. Batas pinggir indurasi dapat diukur dengan penggaris atau pita penggaris. Pengukuran dikelompokan menjadi 5, 10, dan 15 mm.
Diameter indurasi harus didokumentasikan dalam ukuran milimeter yang diikuti dengan interpretasi positif atau negatif, serta rujukan untuk evaluasi selanjutnya bila hasil positif.[6]
Interpretasi Hasil
Sensitivitas uji tuberkulin dapat menurun karena masalah teknis dan kondisi biologis yang mempengaruhi respon imun selular seseorang (Tabel 1). Hal ini bisa menyebabkan hasil negatif palsu.[6]
Tabel 1. Penyebab Potensial Hasil Negatif Palsu Uji Tuberkulin
Masalah | Penjelasan |
Kualitas teknis dan produk | Larutan PPD yang expired atau tidak disimpan dengan baik |
Larutan PPD telah diambil ke spuit lebih dari 20 menit | |
Teknik injeksi yang buruk (dosis kurang atau injeksi terlalu dalam) | |
Pembacaan yang tidak adekuat (pembulatan atau bias) | |
Faktor biologis | Penyakit TB aktif (tidak terobati atau baru terdiagnosis) |
Infeksi HIV Infeksi virus dalam waktu dekat – dalam 30 hari (khususnya campak) Vaksinasi virus hidup (campak) dalam 30 hari terakhir | |
Pengobatan immunosupresi, seperti infliximab, etanercept, atau kortikosteroid dosis tinggi | |
Malnutrisi | |
Infeksi virus dalam 30 hari sebelumnya, khususnya campak | |
Vaksinasi virus hidup dalam 30 hari sebelumnya, khususnya vaksin campak |
Sumber: dr. Alvi Muldani, Alomedika, 2022.[6]
Tabel 2. Penyebab Potensial Hasil Negatif Palsu Uji Tuberkulin
Penyebab Hasil Positif Palsu Uji Tuberkulin: |
Riwayat vaksin BCG |
Riwayat infeksi Mycobacterium non-tuberculosis |
Kesalahan dalam pengukuran atau interpretasi hasil uji |
Kesalahan dalam penggunaan antigen |
Sumber: dr. Alvi Muldani, Alomedika, 2022.[4]
Hasil uji tuberkulin dianggap positif sesuai ukuran indurasinya. Meski demikian, ukuran indurasi 5 mm masih bisa dianggap positif pada populasi tertentu, seperti pasien HIV atau anak dengan malnutrisi berat.[6]
Tabel 3. Kriteria Positif Uji Tuberkulin
Diameter Indurasi | Dinyatakan Positif pada Kelompok Klinis Berikut |
5 mm | Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) |
Anak dengan malnutrisi berat | |
Kontak saat ini dengan penderita tuberkulosis aktif | |
Gagal ginjal dengan dialisis | |
Silikosis | |
Orang dengan terapi imunosupresi | |
10 mm | Imigran (dalam 5 tahun) dari negara dengan kasus tuberkulosis tinggi |
Orang dengan penyalahgunaan zat | |
Orang yang tinggal atau bekerja di lingkungan risiko tinggi terinfeksi tuberkulosis | |
Pasien dengan kondisi medis yang menyebabkan imunosupresi, seperti diabetes, leukemia, dan malabsorpsi kronis | |
Malnutrisi | |
Anak di bawah usia 5 tahun, atau anak dan remaja terpapar dewasa risiko tinggi | |
15 mm | Orang risiko rendah, orang tanpa risiko epidemiologis dan klinis |
Sumber: dr. Alvi Muldani, Alomedika, 2022.[6]
Follow Up
Jika hasil uji tuberkulin negatif, pasien bisa dipulangkan dengan konseling kemungkinan paparan tuberkulosis di masa depan dan risiko infeksi. Jika secara klinis meragukan, uji tuberkulin dapat diulang 8 minggu kemudian.
Jika hasil uji tuberkulin positif, pasien dirujuk untuk menjalani evaluasi medis dan inisiasi pengobatan.[6]
Kasus Tuberkulosis Anak
Uji tuberkulin yang positif menandakan adanya reaksi hipersensitivitas terhadap antigen tuberkulosis. Hal ini menunjukkan bahwa anak sudah terinfeksi tuberkulosis. Anak yang terinfeksi tuberkulosis (hasil uji tuberkulin positif) belum tentu sakit tuberkulosis. Bila secara klinis anak tampak sehat, keadaan ini disebut sebagai infeksi laten. Pasien yang sakit tuberkulosis akan menunjukkan gejala klinis dan radiologis.
Di Indonesia, uji tuberkulin masuk dalam kriteria diagnosis tuberkulosis menggunakan sistem skoring. Parameter sistem skoring ini mencakup riwayat kontak, uji tuberkulin, berat badan, demam, batuk kronik, pembesaran kelenjar limfe, pembengkakan tulang, dan hasil rontgen toraks.
- Jika skor total ≥6, anak didiagnosis dengan tuberkulosis klinis dan segera diobati dengan obat antituberkulosis (OAT)
- Jika skor total 6, uji tuberkulin positif, atau ada kontak erat yang disertai dengan gejala lain, anak didiagnosis dengan tuberkulosis klinis dan segera diobati dengan OAT
- Jika skor total 6, uji tuberkulin positif atau ada kontak erat, tanpa adanya gejala lain, anak didiagnosis dengan infeksi tuberkulosis laten. Berikan pengobatan profilaksis tuberkulosis
- Jika skor total 6, dan uji tuberkulin negatif atau tidak ada kontak erat, observasi gejala selama 2-4 minggu. Bila gejala menetap, evaluasi kembali kemungkinan diagnosis tuberkulosis dan rujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi[9]