A Randomized Trial of Intravenous Amino Acids for Kidney Protection
Landoni G, Monaco F, Ti LK, et al; PROTECTION Study Group. A Randomized Trial of Intravenous Amino Acids for Kidney Protection. New England Journal of Medicine. 2024 Aug 22;391(8):687-698. PMID: 38865168.
Abstrak
Latar Belakang: Gagal ginjal akut (acute kidney injury atau AKI) adalah komplikasi serius dan umum pada operasi jantung, di mana penurunan perfusi ginjal merupakan faktor penyebab utama. Asam amino intravena bisa meningkatkan perfusi ginjal dan merekrut cadangan fungsional ginjal. Namun, efektivitas asam amino untuk mengurangi kejadian AKI setelah operasi jantung masih belum pasti.
Metode: Studi ini merupakan uji klinis acak terkontrol double-blind dan multinasional. Peneliti secara acak mengelompokkan pasien dewasa yang akan menjalani operasi jantung dengan bypass kardiopulmoner untuk menerima infus intravena campuran asam amino dengan dosis 2 g per kilogram berat badan ideal per hari, atau plasebo (larutan Ringer) selama maksimal 3 hari.
Luaran utama adalah kejadian AKI, yang didefinisikan menurut kriteria kreatinin Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO). Luaran sekunder yang dinilai meliputi keparahan AKI, penggunaan dan durasi terapi pengganti ginjal, serta mortalitas akibat semua penyebab dalam 30 hari.
Hasil: Peneliti merekrut 3511 pasien di 22 pusat di 3 negara dan membagi 1759 pasien ke kelompok asam amino dan 1752 ke kelompok plasebo. AKI terjadi pada 474 pasien (26,9%) di kelompok asam amino dan 555 pasien (31,7%) di kelompok plasebo (risiko relatif 0,85; interval kepercayaan 95% [CI], 0,77–0,94; P = 0,002).
AKI tahap 3 terjadi pada 29 pasien (1,6%) di kelompok asam amino dan 52 pasien (3,0%) di kelompok plasebo (risiko relatif, 0,56; CI 95%, 0,35–0,87). Terapi pengganti ginjal digunakan pada 24 pasien (1,4%) di kelompok asam amino dan 33 pasien (1,9%) di kelompok plasebo. Tidak ada perbedaan substansial antara kedua kelompok dalam hasil sekunder lainnya atau dalam kejadian merugikan.
Kesimpulan: Pada pasien dewasa yang menjalani operasi jantung, infus asam amino mengurangi kejadian AKI.
Ulasan Alomedika
Gagal ginjal akut (acute kidney injury atau AKI) adalah komplikasi umum dari operasi jantung, yang dapat meningkatkan morbiditas, mortalitas, serta risiko penyakit ginjal kronis. Hipoperfusi ginjal, yang disebabkan oleh penurunan aliran darah ginjal >50% selama bypass kardiopulmoner, merupakan faktor utama yang berkontribusi terhadap penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR).
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa infus asam amino bersifat aman dan dapat memberikan manfaat jangka pendek dan jangka panjang terhadap fungsi ginjal setelah operasi jantung, serta berpotensi meningkatkan kelangsungan hidup pada kondisi kritis secara umum. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis bahwa terapi infus asam amino intravena dapat mengurangi kejadian gagal ginjal akut (AKI) pascaoperasi pada pasien yang menjalani operasi jantung dibandingkan dengan plasebo.
Jurnal ini membandingkan infus asam amino kontinu dengan infus larutan kristaloid dalam jumlah yang setara terhadap pasien dewasa yang dijadwalkan menjalani operasi jantung bypass kardiopulmoner. Infus asam amino kontinu menghasilkan kejadian AKI yang secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan larutan kristaloid, tanpa memengaruhi kejadian efek samping.
Infus asam amino jangka pendek meningkatkan eGFR dengan merekrut cadangan fungsional ginjal dan dapat memberikan perlindungan ginjal. Kombinasi peningkatan perfusi medula ginjal dan peningkatan aliran darah glomerulus dapat menjadi faktor kunci dalam memberikan perlindungan ginjal tersebut.
Temuan ini penting secara klinis dan epidemiologis karena dapat diterapkan pada lebih dari dua juta pasien yang menjalani operasi jantung di seluruh dunia setiap tahun dan karena AKI merupakan faktor risiko independen untuk penyakit ginjal kronis.
Ulasan Metode Penelitian
Penelitian ini adalah uji coba acak terkontrol ganda (double-blind) yang dilakukan di 22 pusat di 3 negara. Sebanyak 3511 pasien yang dijadwalkan menjalani operasi jantung dengan bypass kardiopulmoner dimasukkan dalam penelitian ini, dengan 1759 pasien diberi infus asam amino dan 1752 pasien diberi plasebo.
Infus asam amino diberikan selama 72 jam dengan dosis 2 g per kilogram berat badan ideal per hari. Penelitian ini mengukur kejadian AKI sebagai luaran utama dengan menggunakan kriteria kreatinin Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO). Luaran sekunder yang diukur mencakup keparahan AKI, durasi dan penggunaan terapi penggantian ginjal, serta mortalitas 30 hari akibat semua penyebab.
Ulasan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa infus asam amino intravena dapat mengurangi insiden gagal ginjal akut (AKI) pada pasien yang menjalani operasi jantung dengan bypass kardiopulmoner. Pada saat keluar dari rumah sakit, AKI berkembang pada 474 pasien (26,9%) dalam kelompok asam amino, dibandingkan dengan 555 pasien (31,7%) dalam kelompok plasebo, dengan risiko relatif 0,85 (95% CI, 0,77 hingga 0,94; P=0,002).
Sebagian besar pasien yang mengalami AKI mengalami AKI tahap 1, dengan 430 pasien pada kelompok asam amino dan 492 pasien pada kelompok plasebo. Namun, AKI tahap 3 terdiagnosis pada 29 pasien di kelompok asam amino dan 52 pasien di kelompok plasebo, menunjukkan bahwa intervensi asam amino juga berhubungan dengan penurunan kejadian AKI yang lebih parah.
Hasil ini menunjukkan bahwa infus asam amino dapat menjadi strategi efektif untuk mencegah perkembangan AKI pada pasien pascabedah jantung, dengan manfaat yang signifikan untuk mengurangi kejadian AKI secara keseluruhan dan mengurangi tingkat keparahan AKI, tanpa menambah risiko efek samping yang signifikan. Pengurangan kejadian AKI ini dapat dijelaskan oleh peningkatan perfusi ginjal yang diinduksi oleh infus asam amino, yang membantu memperbaiki oksigenasi ginjal dan meningkatkan aliran darah ginjal.
Kelebihan Penelitian
Studi ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain penelitian ini menggunakan desain uji coba acak, terkontrol, dan double-blind, dengan ukuran sampel yang besar sehingga bisa meningkatkan validitas hasil.
Inovasi utama terletak pada penggunaan infus asam amino untuk mencegah gagal ginjal akut (AKI) pascabedah jantung, yang terbukti efektif mengurangi kejadian AKI tanpa menimbulkan efek samping signifikan. Selain itu, penelitian ini menggunakan pengukuran yang objektif dan terstandarisasi, memberikan bukti kuat bahwa infus asam amino dapat melindungi ginjal.
Limitasi Penelitian
Ada beberapa limitasi yang perlu diperhatikan. Pertama, diagnosis AKI dalam studi ini hanya didasarkan pada pengukuran kreatinin serum, yang mungkin tidak sensitif untuk mendeteksi cedera ginjal lebih ringan. Kedua, peneliti tidak menggunakan biomarker terbaru untuk identifikasi cedera ginjal. Ketiga, peneliti tidak menerapkan protokol yang ketat untuk manajemen atau pencegahan AKI dalam uji coba ini.
Keempat, meskipun pasien dari berbagai negara ikut serta dalam penelitian ini, hasilnya belum tentu sepenuhnya berlaku untuk populasi dengan karakteristik berbeda. Kelima, peneliti tidak mempunyai data yang cukup mengenai cedera tubulus pada pasien.
Keenam, meskipun nilai kreatinin serum yang diperoleh sebelum rawat inap lebih ideal untuk penelitian ini, sebagian besar kadar kreatinin serum dasar diukur dalam beberapa hari sebelum operasi. Terakhir, beberapa pasien mengalami penyimpangan protokol (misalnya menjalani operasi jantung tanpa pompa), tetapi temuan studi dalam analisis per-protokol tetap konsisten dan kuat.
Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia
Penelitian ini memberikan bukti bahwa infus asam amino dapat menjadi pendekatan preventif yang efektif untuk mengurangi risiko AKI pada pasien yang menjalani operasi jantung dengan bypass kardiopulmoner. Hal ini merupakan temuan penting karena AKI pascaoperasi jantung sering berdampak jangka panjang terhadap kesehatan ginjal dan kualitas hidup pasien.
Intervensi ini bisa menjadi strategi tambahan yang bermanfaat dalam praktik klinis di Indonesia, dengan potensi untuk memperbaiki hasil terapi pasien dan mengurangi beban biaya terkait terapi penggantian ginjal. Namun, penelitian lebih lanjut dengan pengukuran biomarker cedera ginjal di berbagai populasi pasien tetap diperlukan untuk memvalidasi temuan ini lebih lanjut.