Berbagai studi melaporkan bahwa kidney injury molecule (KIM)-1 memiliki nilai diagnostik yang baik untuk mendeteksi gagal ginjal akut atau acute kidney injury (AKI). AKI adalah kondisi kehilangan fungsi ginjal secara mendadak, yang mengakibatkan retensi dari hasil buangan ginjal, gangguan elektrolit, dan perubahan status volume. AKI berkaitan dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
Diagnosis dan intervensi dini dari AKI dapat meningkatkan prognosis pasien secara bermakna. Namun, cara terbaik untuk mendeteksi dan mendiagnosis AKI masih menjadi kontroversi. Kriteria diagnosis yang tersedia, kebanyakan menggunakan pengukuran jumlah keluaran (output) urine dan kadar serum kreatinin. Tetapi, pengukuran ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas rendah, serta tidak dapat menentukan durasi dan tipe cedera ginjal secara adekuat.[1-3]
Peran Pengukuran Kidney Injury Molecule (KIM)-1
Kidney injury molecule (KIM)-1 adalah protein apikal transmembran yang terletak pada tubulus proksimal, terdiri dari musin ekstrasel dan imunoglobulin. Kadar normal KIM-1 dalam darah sangat rendah dan dapat dideteksi di sel epitel yang tidak terdiferensiasi sempurna pada tubulus proksimal setelah terjadi kerusakan iskemik berulang selama 48 jam. Peningkatan kadar KIM-1 berhubungan dengan inflamasi dan fibrosis ginjal secara histopatologi.[2-4]
Pada sel ginjal yang rusak, KIM-1 berfungsi sebagai scavenger dan reseptor fosfatidilserin tipe 1 yang digunakan untuk fagositosis sel apoptotik. Peningkatan kadar KIM-1 dapat membedakan acute tubular necrosis (ATN) dengan azotemia dan penyakit ginjal kronis. Fungsi lainnya adalah untuk mengidentifikasi risiko pasien gagal ginjal akut (acute kidney injury/AKI) untuk berubah menjadi penyakit ginjal kronis.[2]
Sebuah meta analisis oleh Shao et al melibatkan 5 kohort prospektif, 2 studi potong lintang, dan 4 studi kasus kontrol, dengan total sampel 2979 orang. Studi ini menunjukkan bahwa nilai diagnostik KIM-1 untuk AKI adalah sebesar 74% untuk sensitivitas dan 86% untuk spesifisitas.[9]
Kelebihan Kidney Injury Molecule (KIM)-1
Pemeriksaan senyawa kidney injury molecule (KIM)-1 diperlukan karena ada beberapa kelemahan dari penanda kerusakan ginjal laboratorium yang biasa digunakan, yaitu kadar serum kreatinin. Walupun pemeriksaan kadar serum kreatinin memiliki harga lebih terjangkau, pemeriksaan ini mempunyai beberapa keterbatasan, yaitu :
- Hasil pengukuran kadar serum kreatinin dapat dipengaruhi banyak fator, termasuk usia, jenis kelamin, etnis, massa otot (malnutrisi atau tindakan amputasi), dan pola makan (asupan protein dan suplemen yang mengandung kreatinin).
- Serum kreatinin dapat mengakibatkan over estimasi laju filtrasi glomerulus
- Kadar serum kreatinin dapat dipengaruhi konsumsi obat-obatan seperti trimetoprim, cimetidine, inhibitor tirosin kinase, fibrat dan beberapa obat antiretrovirus
- Pada kondisi gagal ginjal akut (acute kidney injury/AKI), terjadi peningkatan eliminasi senyawa kreatinin akibat peningkatan aktivitas bakteri usus yang meningkatkan kreatinase dan merangsang degradasi kreatinin[5]
Kelebihan pemeriksaan KIM-1 adalah:
- Kadarnya rendah pada ginjal normal, sehingga baik untuk deteksi dini kelainan fungsi ginjal.
- Bermanfaat untuk deteksi dini kerusakan ginjal yang disebabkan oleh obat-obatan yang bersifat atau mempunyai efek samping nefrotoksik, sehingga klinisi dapat mengatur ulang dosis untuk meminimalisir kerusakan ginjal akibat obat.
- Dapat mendiagnosis secara akurat acute tubular necrosis (ATN).
- Sampel mudah didapat, noninvasif, dan teknik pemeriksaan mudah.
- Mampu melakukan monitoring kejadian AKI pasca operasi jantung.
- Dapat digunakan untuk menentukan derajat keparahan penyakit dan keperluan dialisis.
- Peningkatan kadar KIM-1 hanya terjadi dalam hitungan jam pasca kerusakan ginjal, sehingga deteksi lebih cepat dibandingkan jika menggunakan pemeriksaan kadar serum kreatinin[2-4,6]
Sekilas Tentang Cara Pengukuran Kidney Injury Molecule (KIM)-1
Pasien yang akan memeriksakan kadar kidney injury molecule (KIM)-1, disarankan melakukan puasa minimal 8 jam sebelum pengambilan sampel. Hal ini ditujukan agar sampel tidak terpengaruh produk metabolisme makanan, seperti protein dan zat pewarna makanan. Tanyakan riwayat obat oral yang mempunyai sifat nefrotoksik, seperti aminoglikosida, vancomycin, amphotericin, dan sulfonamide; serta riwayat penyakit dahulu, seperti penyakit ginjal, hipertensi, infeksi saluran kemih (ISK), keganasan, dan penyakit autoimun. Riwayat-riwayat ini merupakan informasi penting sebagai data pendukung tanda perubahan fungsi ginjal.[2,3]
Pemeriksaan kidney injury molecule (KIM)-1 biasanya digunakan untuk monitor terapi obat yang bersifat nefrotoksik, monitoring kejadian gagal ginjal akut (acute kidney injury/AKI) pada pasien pasca operasi jantung, monitoring kejadian AKI pada pasien sepsis, dan monitoring kejadian AKI pada beberapa penyakit komorbid misalnya hipertensi dan gagal jantung. Tidak terdapat kontraindikasi pada pemeriksaan ini.[1,2,5,6]
Sampel dan Metode Pemeriksaan
Sampel pemeriksaan kidney injury molecule (KIM)-1 diambil dari sampel urin tengah sebanyak kurang lebih 10 ml dengan wadah urin sekali pakai tanpa menggunakan pengawet. Kemudian, sampel urin disentrifugasi dengan kecepatan 2000–3000 RPM (revolutions per minute) selama 20 menit, lalu supernatan disimpan di kulkas dengan suhu -20 C. Kadar KIM-1 diukur menggunakan ELISA (enzyme linked immunosorbent assay). Pemeriksaan ini bersifat kuantitatif dan semi otomatis (masih dilakukan pencampuran bahan reagen secara manual sebelum masuk ke alat pembacaan). Pemeriksaan KIM-1 kurang lebih memakan waktu 4 jam.[6,7]
Peran Kidney Injury Molecule (KIM)-1 untuk Deteksi Gagal ginjal akut di Masa Pandemi COVID-19
Pemeriksaan kidney injury molecule (KIM)-1 dapat digunakan sebagai informasi tambahan monitoring penurunan fungsi ginjal pada pasien dengan COVID-19. Penelitian yang dilakukan di Wuhan menunjukkan bahwa beberapa pasien rawat inap COVID-19 memiliki temuan autopsi berupa kerusakan ginjal. Pada penelitian ini, memang peneliti tidak menggunakan KIM-1 sebagai alat diagnostik, monitoring, dan prognostik gangguan ginjal pada COVID-19, tetapi hal tersebut dimasukkan sebagai keterbatasan penelitian. Jika KIM-1 digunakan sebagai parameter, peneliti akan dapat membedakan AKI prarenal dengan acute tubular necrosis (ATN).[8]
Kesimpulan
Diagnosis dini gagal ginjal akut (acute kidney injury/AKI) masih menjadi tantangan tersendiri. Meskipun serum kreatinin masih secara luas digunakan sebagai alat diagnostik AKI, tetapi pemeriksaan ini memiliki berbagai keterbatasan. Di lain pihak, kidney injury molecule (KIM)-1 dapat membedakan acute tubular necrosis dengan azotemia dan penyakit ginjal kronis, mengidentifikasi risiko perubahan AKI menjadi penyakit ginjal kronis, dapat mendeteksi kelainan fungsi ginjal secara dini, cara pengerjaannya mudah, bersifat noninvasif, dan sampel mudah didapat.