Dialisis Peritoneal Akut Dosis Rendah vs Hemodialisis Intermiten Akut Pada Cedera Ginjal Akut – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr.Eduward Thendiono, SpPD,FINASIM

Lower-Dosage Acute Peritoneal Dialysis versus Acute Intermittent Hemodialysis in Acute Kidney Injury: A Randomized Controlled Trial

Parapiboon et al. CJASN 19: 970977, 2024. doi: https://doi.org/10.2215/CJN.0000000000000482

studiberkelas

Abstrak

Latar Belakang: Meski dialisis peritoneal akut (PD) dosis rendah pada cedera ginjal akut (AKI) memiliki keuntungan yaitu membutuhkan sumber daya yang lebih sedikit, terapi ini masih menimbulkan pertanyaan mengenai aspek kecukupan solute and water clearance.  Hingga saat ini, perbandingan manfaat antara dialisis peritoneal dosis rendah dengan hemodialisis intermiten masih belum jelas.

Metode: Uji klinis acak terkontrol multisenter, membandingkan luaran antara dialisis peritoneal akut dosis rendah (18-24 liter/hari) dengan hemodialisis intermiten (3 kali seminggu) sejak bulan Mei 2018 hingga Januari 2021 pada pasien yang mengalami AKI. Luaran primer ialah laju mortalitas 28 hari.

Luaran sekunder meliputi kesintasan bebas dialysis dalam 28 hari, profil metabolik, dan komplikasi terkait prosedur. Non-inferioritas dialysis peritoneal terhadap hemodialisis terwujud jika batas atas dari interval kepercayaan 95% (95% CI) terhadap risk difference (PD-hemodialisis) untuk laju mortalitas 28 hari antara kedua grup <20%.

Hasil: Sejumlah 157 pasien (80 di grup PD dan 77 di grup hemodialisis intermiten) masuk dalam analisis. Sebelum kidney replacement therapy (KRT) dilakukan, karakteristik klinis dasar antar kedua grup sebanding. Rerata umur keseluruhan ialah 57±15 tahun. Penyebab AKI terbanyak ialah sepsis (68%).

Tidak ditemukan perbedaan pada mortalitas 28 hari antara kedua grup (50% vs 49%, risk difference 0,6), dan kesintasan tanpa dialysis dalam 28 hari (42% vs 37%, risk difference 4,6). Rerata Kt/V urea per minggu ialah 2,11±1,14 untuk grup PD dan 2,55±1,11 pada grup hemodialisis. Tidak ditemukan perbedaan bermakna pada 7-day fluid balance antara kedua grup. Hipotensi intradialisis lebih banyak terjadi pada grup hemodialisis intermiten, sedangkan hipokalemia lebih banyak ditemukan pada grup PD.

Kesimpulan: Studi ini menunjukkan bahwa pada pasien AKI, tidak ditemukan perbedaan bermakna mortalitas 28 hari antara PD akut dengan hemodialisis intermiten.

DialisisPeritonealHemodialisisIntermiten

Ulasan Alomedika

Cedera ginjal akut (AKI) merupakan salah satu momok kesehatan di ruang rawat intensif. Sebanyak 70% di antaranya membutuhkan terapi pengganti ginjal atau KRT. Masing-masing modalitas KRT mempunyai keuntungan dan keterbatasan. Bukti saat ini masih belum konklusif dalam mengevaluasi luaran mortalitas antara hemodialisis intermiten dengan dialisis peritoneal (PD).

Meski menggunakan sumber daya yang tidak sebanyak hemodialisis intermiten, isu mengenai solute clearance yang tidak memadai dan mortalitas tinggi masih menjadi faktor yang membatasi penggunaan dialisis peritoneal pada sepsis-related AKI. Pedoman International Society of Peritoneal Dialysis 2020 telah merekomendasikan PD dosis tinggi sebagai salah satu modalitas yang dapat digunakan untuk kasus AKI. Namun, kelebihan dan kekurangannya dibandingkan dosis rendah belum jelas.

Ulasan Metode Penelitian

Studi ini menerapkan uji klinis multisenter, label terbuka, acak terkontrol yang dilakukan pada 4 rumah sakit tersier di Thailand. Pengacakan dilakukan menurut computer generated block dengan rasio perbandingan antar grup 1:1. Semua pasien dewasa (>18 tahun) yang terdiagnosis AKI menurut kriteria KDIGO (Kidney Disease Improving Global Outcome) dan yang membutuhkan KRT dimasukkan dalam skrining.

Adapun kriteria eksklusi meliputi pasien dengan kontraindikasi insersi kateter, baseline laju filtrasi glomerulus (eGFR) < 60 ml/menit/1,73m2, komplikasi AKI yang mengancam nyawa, dan pasien dengan penyakit ginjal kronis yang mengalami AKI akibat dari penyakit terminal dengan usia harapan hidup kurang dari 3 bulan disingkirkan dari analisis.

Luaran primer studi ialah mortalitas 28 hari, sedangkan luaran sekunder mencakup kesintasan tanpa dialisis dalam 28 hari, dan 28-day kidney recovery (didefinisikan sebagai luaran urin > 500 ml/hari atau > 2000 ml dengan atau tanpa diuretik). Margin non-inferioritas diatur pada 20%.

Ulasan Hasil Penelitian

Studi ini menemukan bahwa tidak ada perbedaan bermakna secara statistik dalam hal mortalitas 28 hari antara PD dosis rendah dengan hemodialisis intermiten pada kasus AKI. Namun, pasien di grup PD dosis rendah memperlihatkan tren 28-day kidney recovery yang lebih tinggi dibandingkan grup hemodialisis intermiten.

Selain itu, kesintasan tanpa dialisis dalam 28 hari dan kidney recovery status sebanding di antara kedua grup. Data percobaan PD dosis atau volume tinggi (36-44 liter/hari, 18-22 siklus untuk weekly delivered Kt/Vurea 3,6) dengan hemodialisis intermiten standar menemukan hasil serupa, yakni tanpa perbedaan bermakna pada mortalitas, dialysis-dependence, maupun kidney recovery.

Hampir semua pasien di grup PD mencapai target Kt/Vurea 2,2 seperti yang direkomendasikan oleh International Society of Peritoneal Dialysis untuk pasien penyakit kritis. Studi ini menemukan dosis KRT yang lebih rendah pada grup hemodialisis intermiten akibat dari kejadian hipotensi intradialisis, interupsi terapi, maupun aritmia jantung. Meski demikian, analisis statistik tidak menemukan perbedaan bermakna pada Kt/Vurea di antara kedua grup yang dibandingkan.

Dalam hal komplikasi terkait prosedur, ditemukan lebih banyak episode aritmia dan hipotensi intradialisis pada grup hemodialisis intermiten (komplikasi umum dari hemodialisis). Sedangkan di grup PD, ditemukan lebih banyak kejadian hipokalemia yang mengindikasikan perlunya terapi suplemen kalium pada protokol PD.

Kekuatan Penelitian

Studi ini merupakan penelitian pertama yang mengevaluasi perbandingan luaran pada dialisis peritoneal dosis rendah terhadap hemodialisis. Adapun metode penelitian telah melibatkan protokol acak terkontrol multisenter. Selain itu, setiap pusat kesehatan yang terlibat pada penelitian ini merupakan rumah sakit tersier atau rumah sakit universitas yang sudah berpengalaman dalam melakukan PD akut ataupun hemodialisis intermiten akut pada pasien AKI.

Limitasi Penelitian

Dalam uji klinis ini, hampir semua pasien grup hemodialisis intermiten tidak mencapai sasaran Kt/Vurea sebagaimana yang disarankan pedoman. Hal ini disebabkan beberapa hal, seperti >50% pasien di grup tersebut mendapat sokongan inotropik saat memulai dialisis, serta insidensi aritmia (29%) dan hipotensi intradialisis (32%) yang tinggi. Kondisi ini seolah lebih menguntungkan bagi penilaian luaran untuk dialisis peritoneal, sehingga penilaian aspek Kt/Vurea studi ini perlu diinterpretasikan secara hati-hati.

Selain itu, belum ada data akumulasi fluid balance sebelum proses randomisasi dilakukan. Peneliti juga menetapkan margin non-inferioritas hanya berdasarkan absolute risk difference saja. Perbedaan metode untuk waktu pengambilan sampel darah bagi pengukuran Kt/Vurea juga terdapat perbedaan antara kedua grup.

Studi ini juga tidak merepresentasikan praktek KRT akut pada semua sebab. Dalam studi ini juga masih dijumpai populasi yang heterogen pada karakteristik baseline. Sebagian besar pasien (>50%) mengalami gangguan hemodinamik, dan penyebab terbanyak AKI di studi ini didominasi oleh sepsis atau acute tubular necrosis. Hal ini bisa membatasi generalisasi dari hasil studi.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Sebagai negara berkembang dengan sumber daya yang masih terbatas pada penanganan kasus AKI, dialisis peritoneal bisa menjadi salah satu solusi yang efisien di Indonesia. Meski demikian, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menarik kesimpulan yang lebih konklusif sebelum dapat merekomendasikan dialisis peritoneal dosis rendah sebagai alternatif dari hemodialisis intermiten untuk penanganan kasus AKI.

Referensi