Farmakologi Botulinum Toxin Tipe A
Farmakologi toksin botulinum tipe A (Botox®) berikatan dengan reseptor ekstraseluler pada terminal saraf kolinergik. Obat ini menyebabkan penghambatan reversibel pelepasan asetilkolin oleh vesikel presinaptik intraseluler sehingga terjadi kelumpuhan otot di area injeksi.[2,9]
Terdapat juga beberapa versi toksin botulinum tipe A yang lain, yang diduga memiliki properti berbeda dan efikasi berbeda. Namun, bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna.
Farmakodinamik
Neurotoksin yang disebut toksin botulinum dihasilkan oleh bakteri Clostridium botulinum. Toksin ini mampu menyebabkan kelumpuhan otot dengan menghalangi pelepasan asetilkolin pada taut neuromuskular otot lurik. Di antara beberapa jenis toksin botulinum, subtipe A merupakan yang paling poten.[1,2,10]
Mekanisme Kerja Secara Umum
Asetilkolin merupakan neurotransmiter utama pada taut neuromuskular. Pemberian toksin botulinum intramuskular akan menyebabkan kelumpuhan otot dengan menghambat pelepasan asetilkolin dari neuron motorik presinaptik.
Toksin botulinum bekerja di 4 lokasi berbeda dalam tubuh, yaitu taut neuromuskular, ganglia autonom, ujung saraf parasimpatis pascaganglion, dan ujung saraf simpatis pascaganglion yang melepaskan asetilkolin. Rantai berat toksin berikatan secara selektif dan ireversibel terhadap reseptor afinitas tinggi pada permukaan presinaptik neuron kolinergik. Kompleks reseptor-toksin dibawa ke dalam sel melalui endositosis.
Rantai ringan toksin berinteraksi dengan protein terkait sinaptosomal (SNAP) 25 di terminal saraf untuk mencegah fusi vesikel asetilkolin dengan membran sel. Puncak efek paralitik umumnya terjadi 4-7 hari setelah injeksi.[2,10]
Mekanisme Kerja Terkait Nyeri
Toksin botulinum diduga mampu memodulasi jalur nyeri dengan mengganggu pelepasan substansi P, glutamat, dan calcitonin gene-related peptide (CGRP). Pelepasan terminal berbagai pemancar aferen, seperti asetilkolin, substansi P, dan CGRP, menyebabkan ekstravasasi protein yang berperan dalam penjalaran stimulus nyeri.
Pemberian toksin botulinum tipe A diduga dapat memblokade pelepasan peptida aferen ini dan mengurangi rasa nyeri. Meski demikian, mekanisme pasti toksin botulinum tipe A sebagai analgesik masih dalam penelitian lebih lanjut. Obat ini diduga juga memberi efek antiinflamasi dan modulasi nyeri pada sistem saraf pusat dan perifer melalui mekanisme lain.[3]
Farmakokinetik
Toksin botulinum tipe A tersedia dalam bentuk sediaan injeksi yang diberikan secara intramuskular, subkutan, intradermal, atau intradetrusor sesuai dengan indikasi pemberian.[6]
Absorpsi
Secara umum, pemberian sesuai rekomendasi dosis tidak menyebabkan absorpsi sistemik bermakna. Awitan dan durasi kerja toksin botulinum tipe A berbeda-beda tergantung dosis dan cara pemberiannya.
Pada blefarospasme, awitan kerja toksin botulinum tipe A berkisar 3-4 hari dengan durasi 3-4 bulan, pada strabismus, toksin botulinum tipe A memiliki awitan kerja dan durasi 1‒2 hari. Pada distonia servikal, obat ini memiliki awitan kerja 2 minggu dengan durasi 3‒4 bulan. Pada overaktivitas detrusor, obat ini memiliki awitan kerja 2 minggu dengan durasi 42‒48 minggu.[5-7]
Distribusi
Toksin botulinum tipe A tidak terdeteksi di darah perifer setelah pemberian secara injeksi intramuskular atau intradermal sesuai dosis anjuran. Pemberian sesuai dosis yang direkomendasikan umumnya tidak menghasilkan efek sistemik.[6,7]
Metabolisme
Belum ada data pasti terkait metabolisme toksin botulinum tipe A.
Eliminasi
Data terkait ekskresi toksin botulinum tipe A belum adekuat. Karena obat ini tidak diharapkan diabsorpsi secara sistemik, kemungkinan obat tidak diekskresikan melalui ginjal atau feses.[6]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini