Penggunaan pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Sulfasalazine
Penggunaan sulfasalazine pada kehamilan masuk FDA kategori B. Pada ibu menyusui, sulfasalazine dikeluarkan ke ASI.[1,6,9,17]
Penggunaan pada Kehamilan
Sulfasalazine masuk dalam FDA Kategori B. Studi pada binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya risiko terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil.[1]
Sementara itu, TGA memasukkan sulfasalazine dalam Kategori A. Obat telah digunakan oleh sejumlah besar wanita hamil dan wanita usia produktif tanpa bukti adanya peningkatan frekuensi malformasi atau efek buruk, baik direk atau indirek, terhadap fetus.[6]
Studi reproduksi telah dilakukan pada tikus dan kelinci dengan dosis hingga 6 kali dosis pemeliharaan manusia berdasarkan luas permukaan tubuh dan tidak didapatkan bukti adanya gangguan kesuburan wanita atau bahaya pada janin akibat sulfasalazine. Meski begitu, penelitian pada hewan tidak selalu memprediksi respons manusia, sehingga sulfasalazine digunakan selama kehamilan hanya jika benar-benar dibutuhkan.[18]
Sulfasalazine dan sulfapyridine telah diketahui mampu melintasi plasenta. Dalam mempertimbangkan penggunaan sulfasalazine, dokter perlu memikirkan potensi kernikterus pada neonatus meskipun telah dilaporkan bahwa sulfapyridine memiliki kapasitas displacing-bilirubin yang buruk.[1]
Penggunaan pada Ibu Menyusui
Sulfasalazine diketahui dikeluarkan ke ASI. Terdapat laporan pada 8 bayi yang ibunya mengonsumsi sulfasalazine dengan dosis rata-rata 2,6 gram saat menyusui. Sulfapyridine dapat dideteksi pada serum dari 5 orang bayi, dengan kadar mulai dari 1 hingga 4,8 mg/L. Meski begitu, kadar ini dianggap rendah dan jauh di bawah kadar yang diperlukan untuk menggantikan bilirubin dari tempat pengikatan albumin serum. Gunakan sulfasalazine secara hati-hati pada ibu menyusui.[1,18]