Farmakologi Sodium Tiosulfat
Farmakologi sodium tiosulfat atau natrium tiosulfat adalah dapat mendetoksifikasi sianida dalam tubuh melalui reaksi transulfurasi enzimatik yang dikatalisis oleh enzim rhodanese menjadi bentuk tiosianat (SCN-). Bentuk tiosianat ini relatif kurang toksik dan siap diekskresikan ke dalam urin.[1,7]
Farmakodinamik
Farmakodinamik sodium tiosulfat adalah dengan mengubah sianida menjadi tiosianat yang tidak beracun, dengan menggunakan enzim rhodanase. Sodium tiosulfat juga bermanfaat untuk mencegah akumulasi sianida pada pasien yang mendapatkan penanganan dengan infus nitroprusside jangka lama. Sodium tiosulfat saat ini juga sedang dalam uji klinik fase III sebagai obat untuk proteksi ototoksisitas, yang merupakan efek samping pemberian cisplatin pada anak penderita hepatoblastoma.[1,4,5]
Antidotum Keracunan Sianida
Sianida di dalam tubuh akan berikatan dengan sitokrom c oksidase (CcOX) a3 sehingga menyebabkan hipoksia sitotoksik. Hal ini mengakibatkan tertimbunnya laktat pada mitokondria dan terjadi penurunan fungsi organ vital secara cepat. Oleh karena efek toksisitas yang sangat ekstrim tersebut, maka evaluasi eksperimental mengenai efikasi sodium tiosulfat hanya menggunakan uji hewan dan tidak pada manusia. Pada anjing, dengan paparan sodium tiosulfat kadar stabil (steady state) 2 μmol/mL dapat memberikan rerata konversi sianida menjadi tiosianat di atas 30 kali lipat.[4,7]
Sodium tiosulfat akan merubah sianida menjadi tiosianat (SCN-) yang relatif tidak terlalu toksik. Sodium tiosulfat dapat dikombinasikan dengan sodium nitrit atau hidroksikobalamin untuk penatalaksanaan keracunan sianida. Sodium nitrit akan bereaksi dengan hemoglobin membentuk methemoglobin. Sianida akan lebih memilih berikatan dengan methemoglobin dibandingkan dengan sitokrom a3, sehingga membentuk sianomethomoglobin yang tidak beracun. Methemoglobin akan mengisi sitokrom a3 sehingga metabolisme aerobik kembali berjalan normal. Selain itu, sianida juga lebih memilih berikatan dengan hidroksikobalamin dibandingkan dengan sitokrom a3 dan membentuk sianokobalamin yang tidak beracun. Perbedaan cara kerja ketiga obat tersebut menghasilkan efek sinergisme dan memberikan respon yang baik dalam penanganan keracunan sianida.[7,13]
Uji efikasi dan keamanan sodium tiosianat pada manusia hanya berdasarkan laporan kasus dari berbagai negara. Suatu laporan kasus dari Italia melaporkan penggunaan sodium tiosulfat dosis 10 gram yang diinfus cepat dalam waktu 30 menit, diikuti dengan infus 5 gram hidroksikobalamin 2 jam setelahnya, memberikan efek yang aman untuk mengatasi keracunan sianida. Asidosis metabolik menghilang dalam waktu 12 jam dan tidak dilaporkan adanya efek samping.[4,7]
Suatu laporan kasus dari Praha juga menunjukkan hasil yang serupa. Penatalaksanaan diawali dengan infus 7,5 gram hidroksikobalamin dan diikuti dengan infus sodium tiosulfat 10% 1 ml/jam/kgBB, dengan dosis total 12 gram. Tidak ditemukan efek samping penggunaan sodium tiosulfat, dan pada follow up 5 bulan kemudian tidak ditemukan kerusakan di ganglia basalis dan serebelum pada pemeriksaan MRI.[7,8]
Menurunkan Toksisitas Cisplatin
Sodium tiosulfat juga dapat menurunkan toksisitas cisplatin pada pasien yang sedang menjalani kemoterapi. Sebagai thiol yang bersifat elektrofilik, sodium tiosulfat bersifat membersihkan radikal bebas (free radical scavenging). Sodium tiosulfat juga dapat berikatan kovalen secara permanen dengan cisplatin, membentuk Pt(S2O3)4 sehingga komponen platinum dari cisplatin menjadi tidak aktif. Sodium tiosulfat memiliki konsentrasi tinggi pada ginjal, sehingga dapat menurunkan penghantaran cisplatin ke ginjal dan memberikan efek proteksi terhadap nefrotoksisitas penggunaan cisplatin pada pasien yang sedang menjalani kemoterapi.[2,5]
Sodium tiosulfat memiliki kemungkinan untuk berinteraksi langsung dengan sel rambut pada koklea dan melepas ikatan platinum dengan sel rambut koklea tersebut. Efek ini diteliti untuk dapat menurunkan risiko terjadinya ototoksisitas.[2,5]
Menangani Penyakit Langka Calciphylaxis
Sodium tiosulfat juga bersifat vasodilator dan antioksidan sehingga memiliki efek antikalsifikasi. Karena itu, sodium tiosulfat merupakan salah satu obat yang digunakan untuk menangani penyakit langka calciphylaxis, yaitu suatu lesi trombotik yang muncul terutama pada kulit pasien dengan penyakit ginjal kronik.[6,14]
Farmakokinetik
Belum banyak data yang dapat menjelaskan farmakokinetik sodium tiosulfat. Sodium tiosulfat tidak dapat diabsorpsi secara sistemik bila diberikan per oral.
Absorbsi
Sodium tiosulfat oral tidak dapat diabsorbsi secara sistemik. Setelah pemberian sodium tiosulfat oral pada sukarelawan sehat, hanya 4% sodium tiosulfat yang ditemukan pada urin. Hal ini menunjukkan bioavailabilitas sediaan oral yang rendah, yaitu sekitar 7,6%.[7,9]
Distribusi
Sodium tiosulfat dapat didistribusikan ke seluruh cairan ekstraseluler pada pemberian intravena. Setelah sodium tiosulfat 1 gram disuntikkan intravena, maka waktu paruhnya dalam serum adalah 20 menit.[7,9]
Metabolisme
Sebagian besar sodium tiosulfat dioksidasi menjadi sulfat, atau bergabung dengan komponen sulfur endogen. Hanya sebagian kecil yang diekskresikan melalui ginjal. [7,11]
Eliminasi
Setelah injeksi sodium tiosulfat dengan dosis 150 mg/kgBB, atau 9 gram untuk berat badan 60 kg, pada sukarelawan pria sehat di injeksi ditemukan waktu paruh eliminasi adalah 182 menit. Sekitar 20-50% sodium tiosulfat dieliminasi dalam bentuk utuh melalui ginjal. [7,9]