Farmakologi Cefazolin
Secara farmakologi, cefazolin bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Obat ini merupakan antibiotik spektrum luas yang efektif melawan berbagai jenis infeksi bakteri, terutama bakteri gram positif seperti Streptococcus dan Staphylococcus aureus.
Farmakodinamik
Cefazolin merupakan antibiotik spektrum luas yang bersifat bakterisidal karena dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri. Obat ini merupakan sefalosporin generasi satu yang berikatan dengan penicillin-binding proteins (PBP), yang akan menghambat tahap akhir transpeptidase dalam sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri. Hambatan sintesis tersebut berujung pada kematian bakteri.[1,8]
Cefazolin juga diketahui mengaktivasi autolisis dalam sel bakteri yang berkontribusi pada lisis bakteri. Hubungan antara PBP dan autolisin belum jelas, tetapi ada hipotesis yang mengatakan bahwa antibiotik beta laktam mengganggu inhibitor autolisin.[9,10]
Farmakokinetik
Cefazolin diberikan secara injeksi intravena atau intramuskular. Obat ini beredar dalam darah dengan ikatan bersama protein plasma. Sebagian besar cefazolin tidak akan dimetabolisme di dalam tubuh melainkan langsung diekskresikan melalui urine.
Absorpsi
Cefazolin tidak diserap dengan baik melalui saluran cerna, sehingga diberikan secara injeksi. Waktu untuk mencapai kadar tertinggi di plasma melalui injeksi intramuskular adalah 1–2 jam.[2,8]
Distribusi
Dalam darah, cefazolin berikatan dengan protein plasma, yaitu sekitar 85% dari total obat yang beredar dalam darah. Cefazolin terdistribusi hampir ke seluruh jaringan dan cairan tubuh termasuk vesika felea, hepar, renal, tulang, miokardium, sputum, cairan empedu, perikardium, pleura, dan cairan sinovial.[8,10]
Konsentrasi cefazolin dalam urine lebih tinggi daripada dalam serum. Cefazolin dapat menembus sawar darah otak dalam jumlah yang sangat kecil. Cefazolin tidak mencapai kadar terapeutik dalam cairan serebrospinal.[10]
Cefazolin dapat masuk dalam ASI dalam jumlah yang kecil dengan rasio kadar dalam susu berbanding plasma adalah 0,02.[8,10]
Cefazolin dapat menembus sawar darah plasenta, serta masuk ke tulang, cairan peritoneum, pleura, dan cairan sinovial. Cefazolin terdistribusi ke dalam cairan sinovial dan mencapai kadar yang kurang lebih sama dengan kadar serum dalam 4 jam setelah administrasi.[2,8]
Metabolisme
Sebagian besar cefazolin tidak dimetabolisme (langsung diekskresikan). Sebagian kecil cefazolin dimetabolisme di hepar.[8]
Eliminasi
Cefazolin diekskresikan melalui urine, yakni 80–100% dalam bentuk utuh dan tidak dimetabolisme. Dalam 6 jam pertama, 60% obat akan diekskresikan melalui urine. Persentase ini naik menjadi 70–80% dalam 24 jam. Waktu paruh cefazolin adalah 1,8 jam bila diberikan secara intravena dan 2 jam bila diberikan secara intramuskular.[2,8]
Resistansi
Terdapat resistansi bakteri terhadap cefazolin, yakni bakteri yang menghasilkan beta laktamase dan enzim hidrolisis. Semua methicillin-resistant Staphylococci diketahui resistan terhadap cefazolin. Bakteri lain yang resistan cefazolin adalah Enterobacter cloacae, Morganella morganii, Providencia rettgeri, Serratia, Pseudomonas, Mima, Herellea, dan strain bakteri Proteus dengan indol positif seperti Proteus vulgaris.[2,11]
Apabila memungkinkan, lakukan tes kerentanan sebelum cefazolin diberikan. Teknik disk diffusion mengukur diameter zona rentan organisme pada cawan petri terhadap antimikroba. Sementara itu, teknik dilusi menghitung minimal inhibitory concentration (MIC), yaitu konsentrasi cefazolin paling kecil yang mampu menginhibisi bakteri, dengan hasil susceptible dan resistant. Hasil yang dapat diharapkan dari pemeriksaan resistansi adalah susceptible (S), intermediate (I), dan resistant (R).[2,11]
Susceptible menunjukkan bahwa organisme rentan terhadap cefazolin. Intermediate berarti bahwa organisme rentan terhadap cefazolin dalam dosis tinggi atau apabila infeksi terlokalisasi pada jaringan dan cairan seperti urine. Lokasi-lokasi tersebut memiliki kadar antibiotik yang lebih tinggi daripada bagian tubuh lain. Sementara itu, hasil resistant berarti bahwa penggunaan cefazolin tidak adekuat untuk mengeradikasi organisme tersebut, sehingga pasien membutuhkan antibiotik lain.[2]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur