Farmakologi Artemether
Farmakologi artemether sebagai antimalaria berupa katalisasi besi darah yang akan menghasilkan radikal bebas sehingga menghambat perkembangan parasit. Artemether merupakan schizonticide poten yang bekerja secara cepat dan efektif untuk malaria falciparum yang resisten terhadap klorokuin.
Farmakodinamik
Artemether merupakan turunan metil eter dari artemisinin, berupa sesquiterpene endoperoxide lactone yang diekstraksi dari tanaman antimalaria Artemisia annua. Sifat antimalaria artemether diperoleh melalui katalisasi besi intraparasit. Katalisasi besi akan menghasilkan radikal bebas carbon-centered dan alkalisasi protein spesifik malaria.
Mekanisme ini melibatkan dekomposisi jembatan endoperoksida yang dimediasi oleh heme. Struktur peroksida artemether dibutuhkan agar obat dapat berikatan dengan struktur makromolekul parasit.
Adanya radikal bebas dan alkalisasi protein, akan menyebabkan perkembangan parasit terhambat. Secara khusus, artemether bekerja terhadap Plasmodium falciparum fase eritrosit, dengan cara menghambat sintesis asam nukleat dan protein. Efikasi artemether diketahui meningkat bila diberikan bersamaan dengan lumefantrine. Artemether tidak memiliki efek terhadap Plasmodium tahap hepatik.[1,2,5,13]
Farmakokinetik
Artemether bersifat larut lemak, dan absorpsinya akan meningkat jika dikonsumsi bersama makanan. Artemether akan mengalami hidrolisis membentuk metabolit berupa dihydroartemisinin.
Absorpsi
Artemether merupakan obat larut lemak. Artemether memiliki tingkat absorpsi dan onset kerja yang cepat, serta efikasi tinggi untuk menurunkan jumlah parasit dalam tubuh, sehingga sesuai digunakan pada malaria falciparum.
Konsentrasi plasma puncak obat dicapai dalam 2 jam setelah penggunaan per oral. Konsentrasi puncak plasma artemether lebih lambat bila digunakan secara suppositoria rektal. Penggunaan artemether intramuskular akan menyebabkan konsentrasi puncak plasma tercapai lebih cepat, yaitu 1 jam.
Absorpsi artemether akan meningkat bila dikonsumsi bersama makanan. Pada orang dewasa sehat, bioavailabilitas artemether yang dikonsumsi bersama makanan dapat meningkat 2–3 kali lipat dibandingkan bila dikonsumsi sebelum makan.[2,4,12,13]
Distribusi
Artemether berikatan dengan protein plasma dalam jumlah besar, yaitu sekitar 95%, dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Studi pada hewan menunjukkan artemether menembus sawar darah otak dalam konsentrasi rendah.
Setelah 1 jam penggunaan, artemether dan metabolitnya akan ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam plasma, diikuti dengan otak, jantung, dan otot, dengan konsentrasi terkecil ditemukan pada hati. Konsentrasi artemether akan meningkat sekitar 4,6 kali lipat pada pasien meningitis, dibandingkan dengan manusia sehat. Artemether ditemukan dalam jumlah kecil pada air susu ibu (ASI).[4,10,14]
Metabolisme
Artemether dimetabolisme di hati oleh enzim-enzim CYP450, seperti CYP1A2, CYP3A4, CYP2B6, CYP2C9, dan CYP2C19. Selain di hati, artemether juga dimetabolisme di usus halus oleh enzim CYP3A4.
Metabolisme artemether akan menghasilkan metabolit aktifnya, yaitu dihydroartemisinin (DHA). Selain DHA, metabolit artemether lain berupa deoxydihydroartemisinin dan ester artemether furan. Karena metabolisme artemether melibatkan enzim CYP3A4, konsumsinya bersamaan dengan penghambat CYP3A4, seperti ketoconazole, akan meningkatkan konsentrasi plasma.[2,13]
Eliminasi
Waktu paruh eliminasi artemether setelah pemberian intramuskular atau oral adalah sekitar 4–11 jam. Artemether yang tidak mengalami metabolisme dan metabolit artemether ditemukan dalam jumlah yang kecil pada feses dan urin.[4,14]
Resistensi
Resistensi artemether belum menjadi masalah yang luas dalam tata laksana malaria. Namun, telah dilaporkan perlambatan eliminasi infeksi Plasmodium falciparum dan penurunan efikasi pengobatan dengan artemether pada beberapa daerah di Asia Tenggara.[2,12]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra