Farmakologi Ethambutol
Secara farmakologi ethambutol bekerja sebagai antibiotik dan antituberkulosis dengan cara menghambat enzim arabinosyl transferase mycobacteria yang terlibat dalam pembentukan dinding sel bakteri. Hal ini menyebabkan terhentinya metabolisme sel yang berujung pada kematian bakteri mycobacterium.
Farmakodinamik
Mekanisme kerja ethambutol bekerja dengan cara menghambat arabinosyl transferase yang memiliki peranan penting dalam pembentukan dinding sel mycobacterium. Arabinosyl transferase merupakan enzim yang diperlukan dalam reaksi polimerisasi arabinoglycn pada dinding sel dari arabinogalactan dan lipoarabinomannan dan dikode oleh operon embCAB.[1]
Terhambatnya enzim arabinosyl transferase oleh ethambutol menyebabkan akumulasi D-arabinofuranosyl-P-decaprenol (perantara penting dalam biosintesis dinding sel mycobacterium) yang menyebabkan terhentinya fase growth mycobacterium.[4] Hambatan sintesis arabinoglycan menyebabkan terhentinya metabolisme sel, multiplikasi, dan berujung pada kematian sel.[3]
Farmakokinetik
Farmakokinetik ethambutol meliputi beberapa proses meliputi absorbsi, distribusi, metabolisme, dan resistensi dari ethambutol.
Absorbsi
Sekitar 75-80% dari ethambutol oral diserap melalui usus.[1-3]
Setelah konsumsi dosis tunggal 25 mg/kg ethambutol, kadar puncak darah 2-5 μg/mL tercapai dalam 2-4 jam. Waktu paruh ethambutol adalah 3-4 jam untuk pasien dengan fungsi ginjal normal dan mencapai 8 jam pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.[1-3]
Distribusi
Plasma Protein Binding ethambutol berkisar antara 20 - 30%. Ethambutol terdistribusi secara luas ke seluruh tubuh dan cairan tubuh.
Konsentrasi tertinggi ditemukan pada eritrosit, ginjal, paru dan saliva dan konsentrasi terendah ditemukan dalam cairan asites, cairan pleura, otak serta cairan serebrospinal.
Metabolisme dan Eliminasi
Jalur utama metabolisme ethambutol adalah oksidasi awal alkohol menjadi intermediet aldehidik, diikuti konversi menjadi asam dikarboksilik.
Eliminasi ethambutol sebagian besar diekskresi melalui urine (50 -75%) diikuti oleh feses (20-22%). Sebanyak 8-15% ethambutol diekskresi dalam bentuk dua metabolit: aldehida dan turunan asam dikarboksilik.[1-3]
Resistensi
Resistensi terhadap ethambutol terjadi akibat mutasi yang menyebabkan overekspresi produk gen emb atau mutasi dalam gen structural embB. Seperti halnya obat antituberkulosis lain, resistensi terbentuk dengan cepat bila obat digunakan sebagai monoterapi, sehingga ethambutol digunakan secara kombinasi.[1]
Berdasarkan temuan ethambutol mengurangi insiden resistensi isoniazid bila keduanya digunakan bersamaan. Tidak terdapat resistensi silang antara ethambutol dan obat antituberkulosis lain. Pada pasien yang pernah menerima terapi antituberkulosis sebelumnya, resistensi terhadap obat yang digunakan dalam terapi inisial sering terjadi.
Pada kasus-kasus pengobatan ulang, ethambutol sebaiknya dikombinasikan dengan minimal satu obat lini kedua yang belum pernah diberikan pada pasien sesuai dengan studi kerentanan in vitro.
Obat antituberkulosis yang digunakan bersama ethambutol di antaranya isoniazid, pyrazinamide, streptomycin, cycloserine, ethionamide, viomycin, dan asam aminosalisilat.[3]