Pengawasan Klinis Ethambutol
Pengawasan klinis pemberian obat ethambutol terletak pada pengawasan efek samping obat seperti gangguan penglihatan akibat neuritis optik, gangguan kulit, gangguan neurologi, gangguan kardiovaskuler.
Sebagai bagian dari regimen pengobatan tuberukulosis paru dan ekstraparu, pemberian ethambutol dengan antituberkulosis lainnya memerlukan pengawasan klinis. Terapi anitituberkulosis dilanjutkan hingga terjadi konversi bakteriologis permanen dan pemulihan klinis maksimal.[3]
Evaluasi pasien tuberkulosis meliputi evaluasi klinis, bakteriologik, radiologik, efek samping terapi, dan keteraturan mengonsumsi antituberkulosis. Evaluasi klinik meliputi keluhan, berat badan, dan pemeriksaan fisik. Evaluasi bakteriologik menilai adanya konversi sputum, dengan biakan bila fasilitas tersedia. Evaluasi radiologik menilai foto toraks sebelum terapi dan sesudah terapi untuk monitoring secara objektif.[7]
Diperlukan pemeriksaan secara berkala untuk melihat efek samping akibat pemberian obat ethambutol dengan obat antituberkulosis lainnya. Pemeriksaan dilakukan di awal dan secara periodik. Beberapa pemeriksaan tersebut adalah :
Pemeriksaan Mata untuk Fungsi Penglihatan
Ethambutol dapat menyebabkan penurunan visus akibat neuritis optik. Efek ini terkait dengan dosis dan durasi pengobatan. Pengaruh ini umumnya bersifat reversibel setelah obat dihentikan beberapa minggu hingga bulan. Namun, kasus dengan kebutaan ireversibel pernah dilaporkan. Sehingga dibutuhkan pemeriksaan fungsi mata secara berkala termasuk cek visus, oftalmoskopi, perimetri jari, dan tes diskriminasi warna. Koreksi refraksi perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang akurat.[3]
Pemeriksaan Fungsi Ginjal
Pada pasien dengan gagal ginjal kronis, perlu dilakukan penyesuaian dosis oleh karena akumulasi ethambutol pada ginjal. Dianjurkan pemberian separuh dosis ethambutol pada pasien dengan creatinine clearance <10 mL/menit. Lakukan penilaian fungsi ginjal sebelum dan selama pengobatan berlangsung.[1-3]
Pemeriksaan Fungsi Hepar
Toksisitas hepar hingga kematian pernah dilaporkan. Sebaiknya dilakukan penilaian fungsi hepar baseline dan secara periodik.[3] Walaupun belum ada standar dalam pemeriksaan fungsi hepar secara global, namun berdasarkan penelitian terkait dianjurkan pemantauan enzim hati selama 2 bulan terapi standar.[11]