Efek Samping dan Interaksi Obat Telbivudin
Efek samping telbivudin paling sering adalah infeksi saluran nafas dan nasofaringitis. Efek samping bisa bersifat ringan hingga fatal, seperti eksaserbasi akut hepatitis, asidosis laktat, rabdomiolisis, dan neuropati perifer. Telbivudin berinteraksi dengan obat tenofovir, peginterferon alfa-2a, aminoglikosida, loop diuretik, vankomisin, amphotericin B, anti jamur golongan azole, kortikosteroid, eritromisin, dan peginterferon alfa-2a. [2,8,10-12]
Efek Samping
Efek samping telbivudin dapat derajat ringan, sedang, hingga fatal. Studi de Fraga et all tahun 2020, dengan 3556 pasien yang mendapat terapi telbivudin, menyebutkan efek samping yang sering terjadi pada penggunaan telbivudin adalah infeksi (28,2%), yaitu nasofaringitis. Terbanyak kedua adalah gangguan gastrointestinal dengan manifestasi diare (17,6%), diikuti dengan kelainan laboratorium (15,1%), sistem saraf (11%), dan keluhan umum lainnya (9,3%). [2,3,11]
Kelainan laboratorium yang paling sering dilaporkan adalah peningkatan kreatinin kinase. Ying et all dalam laporannya pada tahun 2018 mencantumkan bahwa telbivudin lebih meningkatkan serum kreatinin fosfokinase hingga 7 kali dari nilai normal dalam 2 tahun terapi, jika dibandingkan dengan lamivudin.[3,11,12]
Efek samping penggunaan telbivudin yang pernah dilaporkan adalah:
- Sistem saraf: sefalgia, pusing
- Sistem respirasi: nasopharingitis, batuk
- Sistem gastrointestinal: diare, mual, nyeri abdominal, peningkatan serum amilase dan lipase
- Sistem hepatobilier: peningkatan serum SGOT (serum glutamic oxaloacetic transaminase) dan SGPT (serum glutamic pyruvic transaminase)
- Sistem integumen: ruam
- Sistem muskuloskeletal: myalgia, atralgia, miopati, rabdomiolisis, dilaporkan miopati dapat muncul setelah mengonsumsi obat lebih dari 1 tahun dengan keluhan myalgia atau kelemahan otot.
- Darah dan sistem limfatik: peningkatan kreatinin kinase, hiperbilirubinemia
- Lainnya: fatigue, insomnia[2,3,11,12]
Kasus lain dilaporkan efek samping yang berpotensi bersifat fatal, yaitu eksaserbasi akut berat dari hepatitis, asidosis laktat, dan rabdomiolisis.[2,8,12]
Eksaserbasi Akut Hepatitis B
Eksaserbasi akut hepatitis B dapat terjadi selama atau setelah pengobatan dengan telbivudin, dapat bersifat ringan hingga berat. Eksaserbasi yang muncul pada awal terapi telbivudin biasanya bersifat ringan, dan tidak menunjukkan gejala atau tanpa ikterik.[2,5]
Eksaserbasi akut hepatitis B juga dikaitkan dengan adanya resistensi terapi atau setelah pengobatan telbivudin dihentikan. Eksaserbasi hepatitis pada kasus tersebut bersifat berat dengan kondisi peningkatan serum SGPT, gagal hati akut, hingga kematian. Oleh karena itu, pasien yang telah menyelesaikan pengobatan dan menghentikan terapi telbivudin harus selalu dimonitor tanda dan gejala eksaserbasi akut pasca penghentian terapi [2,5]
Asidosis Laktat
Asidosis laktat dilaporkan menjadi efek samping fatal terapi telbivudin, tetapi jarang terjadi. Asidosis laktat terjadi karena toksisitas mitokondria, di mana telbivudine selain menghambat polimerase virus hepatitis B juga menghambat polimerase DNA mitokondria sehingga terjadi disfungsi replikasi mitokondria. Hal ini mengakibatkan rendahnya adenosin trifosfat (ATP) dan akumulasi asam laktat sehingga terjadi asidosis laktat.[2,10,12]
Gejala awal berupa mual, muntah, nyeri perut, dan akan berkembang menjadi takipnea dan hipoksia. Asidosis laktat dapat disertai dengan komplikasi gagal ginjal akut, gagal hati, gangguan koagulopati, kejang, aritmia, hingga kematian. Kejadian ini dapat terjadi pada terapi telbivudin sebagai monoterapi atau kombinasi.
Ying et al melaporkan pasien dengan asidosis laktat saat mengkonsumsi telbivudin kombinasi dengan tenofovir. Diduga tenofovir menjadi pencetus asidosis laktat pada pasien yang juga mendapat terapi telbivudin.[2,10,12]
Rabdomiolisis
Rabdomiolisis akibat telbivudin merupakan kasus yang jarang terjadi (3−27%), tetapi dapat bersifat sangat fatal. Rabdomiolisis ditandai dengan kerusakan striae sel otot yang menyebabkan hilangnya sebagian besar ion potasium, mioglobin, dan kreatinin fosfokinase.[2,10,12]
Gejala awal bersifat tidak spesifik, seperti malaise, lemah, dan hipotonus otot. Manifestasi klinis yang paling penting adalah myoglobinuria, dilihat dari warna urin kehitaman dan tingginya berat molekul urin (>1.025). Rabdomiolisis dapat berkembang menjadi gagal ginjal akut hingga kematian.[2,10,12]
Ying et al melaporkan pasien rabdomiolisis akibat mengkonsumsi telbivudin kombinasi dengan tenofovir. Diduga tenofovir menjadi pencetus rabdomiolisis, sehingga diperlukan pengawasan ketat.[2,10,12]
Neuropati Perifer
Neuropati perifer pada pasien yang mendapat terapi telbivudin akan meningkat jika pasien mendapat terapi kombinasi telbivudin dengan peginterferon alfa-2a. Studi Marcellin et al menunjukkan sebesar 14% pasien mengalami neuropati perifer akibat terapi kombinasi telbivudin dan peginterferon alfa-2a, tetapi kejadian ini jarang terjadi jika diberikan telbivudin sebagai monoterapi. 2,10]
Interaksi Obat
Telbivudin berinteraksi dengan obat yang mempengaruhi fungsi ginjal, seperti aminoglikosida, loop diuretik, vankomisin, dan amphotericin B. Interaksi telbivudin dengan obat-obat tersebut akan merubah konsentrasi dalam plasma, tidak diketahui apakah akan meningkatkan atau menurunkan konsentrasi plasma.[2,8]
Selain itu, telbivudin dapat meningkatkan risiko miopati jika berinteraksi dengan obat seperti anti jamur golongan azole, siklosporin, kortikosteroid, eritromisin, golongan fibrat, penisilamin, dan zidovudin.[2,8]
Ying et all dalam melaporkan kasus asidosis laktat pada pasien yang diberikan telbivudin bersamaan dengan tenofovir. Telbivudin juga berpotensi fatal jika diberikan bersama dengan peginterferon alfa-2a. Studi Marcellin et al menunjukan interaksi antara telbivudin dengan peginterferon alfa-2a dan meningkatkan kejadian neuropati perifer.[2,10,12]