Farmakologi Cytarabine
Farmakologi cytarabine adalah mengganggu sintesis pirimidin, dengan menghambat DNA polimerase pada fase S dari siklus sel. Cytarabine intravena digunakan untuk menginhibisi replikasi DNA pada sel leukemia. Selain itu, obat ini juga memiliki aktivitas sebagai antivirus dan imunosupresan.[2,8-12]
Farmakodinamik
Cytarabine diberikan seringkali melalui rute intravena. Dosis tinggi dapat ditoleransi dengan lebih baik ketika diberikan secara bolus daripada perinfus. Hal ini karena clearance cytarabine yang cepat.[2,5]
Cytarabine merupakan analog pirimidin yang terinkorporasi dengan DNA, sehingga mengganggu sintesis pirimidin. Mekanisme kerja utama obat ini yaitu dengan menghambat DNA polimerase sehingga menyebabkan penurunan sintesis dan repair DNA. Cytarabine juga memiliki aktivitas antivirus dan imunosupresan.[8]
Cytarabine bekerja dengan menginhibisi sintesis deoxyribonucleic acid (DNA) secara spesifik pada fase S dari siklus sel (memblokade progresi dari G1 ke fase S). Regulasi progresi sel dari fase G1 ke fase S merupakan proses yang kompleks dan melibatkan aktivasi berbagai siklin melalui fosforilasi.[9-12]
Inhibisi replikasi DNA oleh cytarabine pada sel leukemia pada check point fase G1/S menyebabkan tidak terjadinya progresi sel leukemik ke fase S. Namun, blokade fase G1/S oleh cytarabine bersifat parsial sehingga dapat menyebabkan fraksi kecil dari sel leukemia terhindar dari kerja kemoterapeutik ini.[9-12]
Farmakokinetik
Cytarabine dapat diadministrasikan lewat injeksi intravena, subkutan, dan intratekal. Absorpsi dan konsentrasi puncak obat pada plasma tergantung cara pemberian tersebut.
Absorpsi
Pada sediaan injeksi vena, cytarabine memiliki waktu paruh plasma sekitar 10 menit, sedangkan secara injeksi subkutan akan memiliki waktu mencapai konsentrasi puncak pada plasma sekitar 20‒60 menit. Cytarabine tidak efektif jika diberikan secara oral karena mengalami deaminasi secara cepat di saluran cerna dan hanya 20% yang dapat diabsorpsi secara oral.[1,5]
Distribusi
Volume distribusi cytarabine berkisar antara 3±11,9 L/kg dan distribusi secara luas dan cepat. Cytarabine berikatan dengan protein plasma hingga 13%. Cytarabine dapat masuk plasenta dan dapat berdifusi melewati sawar darah otak setelah injeksi intravena.
Namun, karena aktivitas deaminasi yang rendah di cairan serebrospinal, konsentrasi dapat tercapai setelah infus intravena kontinyu atau injeksi intratekal hingga kadar pada cairan serebrospinal 40‒50% dari kadar plasma dengan waktu paruh eliminasi terminal selama 3,5 jam.[5]
Metabolisme
Metabolisme cytarabine utamanya terjadi di hepar. Cytarabine dimetabolisme oleh deoksisitidin kinase dan nukleotida kinase lain melalui proses fosforilasi menjadi bentuk aktifnya yaitu arasitidin trifosfat. Sekitar 86-96% dimetabolisme menjadi bentuk inaktif yaitu arabinoside urasil (ARA-U) melalui proses deaminasi di hati dan ginjal.
Proses deaminasi dilakukan oleh cytidine deaminase (CR). Kadar CR deaminase tertinggi yaitu pada hati dan limpa sehingga organ-organ ini sulit untuk di invasi sel leukemik. Administrasi intratekal dapat menyebabkan konversi menjadi ARA-U lebih sedikit karena rendahnya kadar deaminase pada cairan serebrospinal.[13,14]
Eliminasi
Cytarabine diekskresikan melalui urine (80-90% sebagai metabolit inaktif dalam 24 jam, sekitar 10% sebagai senyawa obat yang tidak diubah). Waktu paruh eliminasi secara intravena pada inisial sekitar 7‒20 menit secara intravena, pada eliminasi terminal sekitar 1‒3 jam secara intravena. Sementara waktu paruh eliminasi secara intratekal yaitu 2‒6 jam hingga waktu paruh eliminasi terminal 100-263 jam.[5]
Resistensi
Resistensi terhadap cytarabine dapat terjadi akibat berbagai mekanisme, yaitu defisiensi CdR kinase dan peningkatan kadar dCTP intraseluler pada sel leukemia.
Defisiensi CdR Kinase
Cytarabine merupakan prodrug yang diaktivasi oleh fosforilasi oleh deoksisitidin kinase (CdR). Oleh karena gen CdR kinase pada manusia berada pada kromosom 4, terdapat dua salinan gen ini pada sel. Resistensi komplit terhadap obat ini akibat defisiensi CdR kinase sangat jarang terjadi karena perlu terjadi inaktivasi gen dari kedua alel.[15]
Untuk mengetahui apakah terdapat defisiensi CdR kinase, diperlukan pemeriksaan sensitivitas obat in vitro pada sel blast leukemia. Adanya defisiensi CdR kinase akan tampak dari kurangnya inhibisi sintesis DNA oleh cytarabine pada sel leukemia.[15]
Peningkatan Kadar dCTP Intraseluler pada Sel Leukemia
Mekanisme lain dari resistensi terhadap cytarabine yaitu adanya peningkatan kadar dCTP intraseluler pada sel leukemik. dCTP memiliki kerja ganda sebagai antagonis cytarabine. Pertama, dCTP bekerja sebagai inhibitor kompetitif dari inkorporasi cytarabine ke DNA. Kedua, dCTP merupakan inhibitor umpan balik CdR kinase sehingga mengurangi fosforilasi dari cytarabine.[9]
Deaminasi cytarabine oleh CR menyebabkan hilangnya aktivitas antineoplastik. Sel yang mengalami overekspresi CR deaminase akan menyebabkan terjadinya resistensi terhadap cytarabine. Pada studi ditemukan bahwa peningkatan ekspresi CR deaminase pada leukemia blast umumnya terjadi setelah terapi dengan decitabine.[15]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini