Farmakologi Siklofosfamid
Siklofosfamid secara farmakologi merupakan sebuah prodrug yang harus dimetabolisme dengan bantuan sitokrom P450 di hepar untuk berubah menjadi bahan aktif. Setelah teraktivasi, metabolit ini bersifat sitotoksik dan dapat bereaksi dengan molekul DNA sehingga menyebabkan kematian sel.[2,7]
Farmakodinamik
Prinsip kerja alkylating agents adalah dengan membentuk ikatan kovalen dari suatu struktur alkil yang sangat reaktif dengan asam nukleat pada DNA. Lebih lanjut, hubungan antara terbentuknya ikatan ini dan kejadian kematian sel tumor masih belum dipahami secara jelas.
Siklofosfamid, seperti alkylating agents lainnya, menghancurkan sel-sel tumor melalui mekanisme apoptosis yang dimulai dari adanya kerusakan DNA dan gangguan regulasi siklus sel. Konsep yang diyakini para peneliti saat ini adalah adanya ikatan tersebut akan menghambat pemisahan untaian pita DNA saat proses replikasi, sehingga replikasi tidak dapat berlangsung.
Berdasarkan konsep ini, maka dikatakan efek sitotoksisitas siklofosfamid bersifat tidak spesifik pada fase sel. Artinya, siklofosfamid dapat menyebabkan kerusakan DNA pada seluruh fase sel. Selain itu, di luar mekanisme molekuler, beberapa metabolit aktif dari siklofosfamid terbukti memicu apoptosis dengan cara menekan sintesis glutathione (GSH) dalam sel yang merupakan suatu antioksidan poten untuk melawan berbagai macam toksin dalam tubuh.[4,7]
Efek Imunomodulator pada Siklofosfamid
Siklofosfamid memiliki efek regulasi sistem imun seluler dan humoral. Pada penyakit autoimun, efek yang menguntungkan didapat dari aksi supresi sistem imun. Siklofosfamid juga dapat memperbesar tingkat respons imunitas antitumor dengan menekan sintesis sel regulator T (CD4+/CD25+).
Temuan akan tingginya angka sel regulator T pada pasien dengan keganasan menunjukkan bahwa sel ini memegang peranan penting dalam munculnya toleransi terhadap antigen sel tumor. Hal ini secara tidak langsung akan menekan sistem imunitas antitumor itu sendiri.
Sebagai gantinya, siklofosfamid akan meningkatkan proliferasi sel limfosit T sitotoksik sebagai sel efektor primer dalam imunitas antitumor. Selain itu, siklofosfamid juga dapat menghilangkan sel-sel progenitor endotel yang beredar di sirkulasi.
Hilangnya progenitor ini akan menghambat proses angiogenesis oleh sel-sel tumor. Pada kasus keganasan sel darah, di mana siklofosfamid utamanya diindikasikan, salah satu bahan metabolit aktif obat ini yang berupa 4-hydroxycyclophosphamide bekerja secara spesifik menghancurkan sel-sel progenitor darah termasuk pada sumsum tulang.
Hasil-hasil penelitian ini yang kemudian menjadi dasar penggunaan siklofosfamid sebagai agen imunosupresif pada terapi penyakit autoimun dan sebagai komponen integral dalam kombinasi dengan agen imunoterapi lain pada terapi penyakit kanker.[7,8]
Efek Antineoplastik pada Siklofosfamid
Prinsip utama patofisiologi kanker adalah abnormalitas pertumbuhan sel-selnya. Dua mekanisme utama untuk mencapai keberlangsungan pertumbuhan ini adalah terjaminnya proses angiogenesis yang menyediakan suplai nutrisi untuk sel-sel kanker dan replikasi sel yang tidak terkontrol melalui biosintesis material genetik saat proses pembelahan. Sehingga berdasarkan teori ini, DNA ditetapkan menjadi target terapi efektif pada kasus keganasan.
Kebanyakan agen antineoplastik bersifat DNA-interactive yang dapat memodulasi sel di tingkat molekuler. Alkylating agent melalui mekanisme cross-link DNA merupakan agen kemoterapi paling aktif yang tersedia saat ini.
Siklofosfamid adalah salah satu yang paling banyak digunakan dalam terapi keganasan sel darah seperti leukemia dan beberapa kasus tumor padat, seperti kanker payudara, kanker paru tipe small cell, kanker ovarium, dan kanker prostat.
Siklofosfamid bekerja melalui dua mekanisme utama. Mekanisme kerja pertama adalah membentuk ikatan pada DNA melalui metabolit aktifnya sehingga menghambat terjadinya replikasi dan transkripsi. Kemudian, siklofosfamid juga memiliki kemampuan untuk menghancurkan sel-sel progenitor pada endotel yang berperan dalam angiogenesis dan pertumbuhan massa tumor.[7,9]
Farmakokinetik
Aspek farmakokinetik siklofosfamid terutama adalah onset kerja yang baru dimulai setelah obat ini dimetabolisme menjadi bentuk metabolitnya, sekitar 2-3 jam.
Absorbsi
Siklofosfamid bersifat larut dalam air sehingga dapat diberikan secara oral.
Siklofosfamid terserap dengan baik dan konsentrasi puncak pada plasma tercapai dalam 1 jam setelah pemberian oral. Namun, onset kerja baru dimulai dalam 2-3 jam mengingat siklofosfamid merupakan prodrug yang perlu dimetabolisme menjadi metabolit terlebih dahulu sebelum menunjukkan efek kerja.
Kadar siklofosfamid secara oral yang mencapai peredaran darah berkisar antara 85-100% di mana sebagian dari obat ini telah sebelumnya melalui metabolisme tingkat pertama di hepar dan gastrointestinal. Oleh karena ini, pemberian secara oral akan menghasilkan aktivitas alkilasi yang lebih tinggi dibanding pemberian secara parenteral.
Bioavailabilitas obat sebesar 75%. Onset kerja obat dicapai dalam 2-3 jam.[6,7]
Distribusi
Siklofosfamid didistribusikan di dalam tubuh dengan cepat setelah pemberian secara oral dan parenteral. Sebanyak 20% dari kandungan siklofosfamid berikatan dengan protein. Setelah teraktivasi di hepar, kemampuan berikatan dengan protein untuk metabolit aktifnya meningkat hingga lebih dari 60%.
Siklofosfamid dalam bentuk aktif dapat melewati sawar darah otak dengan sangat terbatas dan terdeteksi pada cairan serebrospinal. Siklofosfamid juga dapat melewati sawar plasenta sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan janin dan siklofosfamid terdeteksi pada ASI. Volume distribusi obat ini meningkat pada individu dengan obesitas, sehingga akan meningkatkan waktu paruh untuk eliminasinya.[6,7]
Metabolisme
Siklofosfamid dimetabolisme oleh enzim hepatik P450 CYP2A6, CYP2B6, CYP3A4, CYP3A5 dan menghasilkan metabolit utama berupa 4-hydroxycyclophosphamide. Konsentrasi puncak metabolit ini tercapai dalam 2-3 jam.
Metabolit aktif lainnya meliputi phosphoramide mustard, acrolein, dan aldophosphamide. Enzim aldehida dehydrogenase (ALDH) dan glutathione (GSH) berperan dalam mendetoksifikasi sifat toksik dari metabolit-metabolit ini.[6,7]
Eliminasi
Siklofosfamid diekskresikan terutama dalam bentuk metabolit aktifnya, sebanyak 70% melalui urine. Namun hanya 10-20% yang diekskresikan tanpa perubahan bentuk. Sebanyak 4% diekskresikan lewat empedu. Rata-rata waktu paruh untuk eliminasi obat ini adalah 6,5-7 jam.[6,7]
Resistensi
Resistensi pada siklofosfamid terjadi akibat rendahnya sensitivitas beberapa jenis tumor terhadap obat ini. Resistensi sering terjadi pada kasus tumor padat yang akhirnya menyebabkan fenomena kegagalan terapi kanker.
Pada kasus autoimun, suatu studi pernah melaporkan kejadian resistensi di mana terdapat sebanyak 40% pasien dengan nefritis lupus akibat penyakit lupus yang gagal mencapai remisi meski sudah mendapat terapi siklofosfamid jangka panjang (30 bulan).
Kurangnya aktivasi oleh sitokrom-sitokrom di hepar yang berperan dalam metabolisme siklofosfamid diyakini menjadi salah satu faktor terjadinya resistensi. Selain itu, pada sel-sel kanker yang resisten terhadap terapi siklofosfamid, ditemukan kadar enzim detoksifikasi yang lebih tinggi.[4,7]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja