Farmakologi Azathioprine
Farmakologi azathioprine sebagai analog purin yang menghambat pertumbuhan sel limfosit T.
Farmakodinamik
Azathioprine merupakan analog purin yang bekerja dalam level DNA. Azathioprine dimetabolisme menjadi 6-mercaptopurine (6-MP). 6-MP terbentuk dengan reduksi azathioprine oleh glutation dan sulfidril lainnya. 6-MP kemudian dimetabolisme lebih lanjut membentuk metabolit lain yakni 6-metil-MP, 6-thiouric acid, dan 6-tioguanin.
Blokade Replikasi DNA
Azathioprine bekerja pada proses sintesis DNA dan memblokade jalur pembentukan purin secara de novo. Hal ini menyebabkan penghambatan pertumbuhan sel limfosit T sehingga berakibat pada penurunan produksi antibodi. Mekanisme kerja azathioprine dalam memblokade replikasi DNA belum dapat dijelaskan sepenuhnya.[10,11]
Apoptosis Sel Limfosit T
Pada penelitian in vitro, ditemukan bahwa azathioprine atau 6-Mp bekerja pada sel limfosit T dengan mekanisme peningkatan apotosis. Mekanisme ini terjadi akibat interaksi langsung 6-MP dengan GTP-binding protein Rac1 yang kemudian memblokade peningkatan RNA Bcl-xL dan protein. 6-thioguanine triphosphate (6-ThioGTP) mengikat Rac1 tanpa melalui ikatan dengan GTP-binding protein.[10,11]
Blokade Stimulasi oleh CD28
Proses lain yang juga berhubungan dengan mekanisme kerja azathioprine adalah toleransi terhadap antigen spesifik. Ditemukan bahwa selain menekan respon sistem imun primer, azathioprine juga menurunkan toleransi spesifik pada antigen tertentu pada paparan ulang walaupun penggunaan azathioprine sudah dihentikan. Hal ini dapat dijelaskan dengan azathioprine memblokade kostimulasi oleh CD28 sehingga terjadi anergi sel T dan apoptosis.[10,11]
Blokade stimulasi oleh CD28 menyebabkan tidak terjadi aktivasi limfosit T secara optimal. Akibatnya, terjadi stimulasi reseptor sel T tanpa kostimulasi oleh sel CD28 menyebabkan sel T tidak responsif pada pajanan antigen (anergi) dan dapat menyebabkan apoptosis. Proses apoptosis merupakan faktor penting dalam induksi toleransi perifer pada proses penolakan transplantasi organ.[10,11]
Pasien yang mendapatkan azathioprine biasanya memiliki respon imun suboptimal pada pemberian vaksin, jumlah sel T yang lebih rendah dan fungsi fagositosis yang lebih rendah pada peredaran darah perifer. Namun, respon mitosis, serum imunoglobulin dan respon pembentukan antibodi sekunder biasanya tidak mengalami masalah.[10,11,12]
Farmakokinetik
Farmakokinetik azathioprine terdiri dari aspek absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasinya.
Absorbsi
Azathioprine diserap dengan baik di saluran cerna pada pemberian oral dan akan mencapai kadar maksimum dalam darah dalam 1-2 jam. Azathioprine memiliki waktu paruh selama 5 jam dengan kadar puncak plasma < 1 cmg/mL.[2,6,10]
Distribusi
Azathioprine membentuk ikatan sedang dengan protein serum, sebanyak 30%. Bioavaibilitas 50%. Azathioprine menembus sawar darah plasenta.[2,6,10]
Metabolisme
Azathioprine dimetabolisme di hepar. Hasil metabolisme azathioprine adalah 6-mercaptopurine (6-MP). Aktivasi 6-MP terbentuk melalui hypoxanthine-guanine phosphoribo-syltransferase (HGPRT) dan serangkaian aktivitas enzimatik, termasuk kinase, menghasilkan metabolit utama berupa 6-thioguanine nucleotides (6TGNs). Tioguanin nukleotida merupakan prekursor sintesis DNA dan berfungsi pada polimerase DNA.
Inaktivasi 6-MP terjadi melalui 2 proses, yakni:
- Metilasi thiol membentuk metabolit inaktif metil-6-MP (6-MeMP). Proses ini dikatalis oleh enzim thiopurine S-methyltransferase (TPMT). Pada Kaukasian dan Afrika-Amerika, terdapat polimorfisme gen yang mengatur TPMT sehingga menyebabkan terjadinya malfungsi TPMT. Alel TPMT non fungsional lebih jarang ditemukan pada orang Asia. Aktivitas TPMT berkorelasi negatif dengan kadar 6TGN pada eritrosit dan jaringan darah lain.
- Mekanisme oksidasi xantin oksidase membentuk 6-thiouric acid. Pada pasien yang mendapatkan penghambat kerja xantin oksidase seperti allopurinol, harus dilakukan penyesuaian dosis azathioprine.
Proses inaktivasi dan bentuk metabolit inaktif bervariasi pada masing-masing pasien.[2,6,10,11]
Eliminasi
Baik azathioprine maupun 6-MP dieliminasi dengan cepat dari peredaran darah. Kedua komponen tersebut dioksidasi atau dimetilisasi di eritrosit dan hepar menjadi bentuk tidak aktif untuk diekskresikan melalui urin. Setelah 8 jam konsumsi, tidak ditemukan azathioprine maupun 6-MP di urin.
Eliminasi pada renal tidak dipengaruhi oleh pembersihan kreatinin, namun perlu dilakukan penyesuaian dosis pada penderita gangguan fungsi ginjal. Hal ini disebabkan karena ekskresi azathioprine lebih lama pada pasien dengan gagal ginjal. Azathioprine terdialisa parsial.[2,6,10]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri