Kontraindikasi dan Peringatan Diltiazem
Beberapa kontraindikasi diltiazem, antara lain pada sick sinus syndrome yang tidak menggunakan alat pacu jantung dan pada infark miokard akut. Peringatan penggunaan diberikan pada pasien dengan gangguan hepar dan ginjal, serta terkait risiko hipotensi.
Kontraindikasi
Diltiazem dikontraindikasikan pada penderita sick sinus syndrome dan blok atrioventrikular (AV) derajat 2 dan 3, kecuali jika alat pacu jantung telah terpasang. Kontraindikasi lain adalah pada pasien hipotensi, yaitu sistolik di bawah 90 mmHg, dan pada bradikardia, atau denyut jantung di bawah 50 kali/menit,
Pasien yang sedang mengalami infark miokard akut, atau edema pulmoner yang diketahui dari rontgen toraks juga tidak boleh mengonsumsi diltiazem. Selain itu, kontraindikasi diltiazem adalah pada pasien yang memiliki riwayat hipersensitivitas terhadap obat ini.[3,5,9]
Peringatan
Peringatan penggunaan diltiazem diberikan bagi pasien gagal jantung, sebab penggunaan obat ini dapat memperburuk fungsi jantung pasien. Peringatan juga diberikan terkait kemungkinan diltiazem menyebabkan hipotensi dan perlambatan konduksi jantung.
Gagal Jantung
Penggunaan obat diltiazem pada pasien gagal jantung dengan penurunan fungsi ventrikel kiri dapat berisiko memperburuk fungsi jantung terkait efek inotropik obat ini. Penggunaan bersamaan diltiazem dengan beta blocker, seperti propranolol, perlu dilakukan dengan berhati-hati pada pasien ini.[3]
Risiko Hipotensi dan Perlambatan Konduksi Jantung
Penggunaan obat ini dapat menimbulkan hipotensi simtomatik, terutama ketika digunakan sebagai kombinasi dengan obat antihipertensi lainnya. Diltiazem dapat mengakibatkan denyut jantung yang sangat lambat, terutama pada pasien dengan sick sinus syndrome dan blok AV derajat 2 atau 3.
Penggunaan diltiazem bersamaan dengan obat beta blocker atau digoxin dapat memperpanjang konduksi nodus AV. Jika terjadi blok AV derajat tinggi, segera hentikan terapi diltiazem.[3,5,8]
Kerusakan Hepar Akut
Diltiazem dapat menyebabkan peningkatan enzim hepar, seperti SGOT, SGOT, laktat dehidrogenase (LDH), dan alkali fosfatase. Peningkatan enzim biasanya bersifat transien, bahkan tanpa menghentikan terapi diltiazem. Kerusakan hepar akut dapat terjadi dalam 1–8 minggu sejak terapi diltiazem dimulai, dan bersifat reversible bila terapi dihentikan.[6,8]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra