Kontraindikasi dan Peringatan Rivaroxaban
Kontraindikasi rivaroxaban ditentukan berdasarkan perdarahan aktif maupun risiko kejadian perdarahan seperti ulkus gastrointestinal dan riwayat hipersensitivitas. Peringatan utama pada penggunaan rivaroxaban terutama terkait efeknya sebagai antikoagulan, interaksi obat, dan metabolismenya.
Kontraindikasi
Rivaroxaban dikontraindikasikan pada:
- Perdarahan aktif
- Terdapat faktor risiko perdarahan mayor, seperti riwayat ulkus gastrointestinal, varises esofagus, riwayat operasi, perdarahan intrakranial, neoplasma, dan aneurisma vaskular.
- Pasien dengan sindrom koroner akut yang memiliki riwayat stroke atau transient ischemic attack
- Insufisiensi ginjal dengan klirens kreatinin <15 mL/menit atau sedang menjalani dialisis
- Gangguan fungsi hepar sedang-berat atau penyakit hepar dengan gangguan koagulopati
- Riwayat reaksi hipersensitivitas berat terhadap rivaroxaban seperti syok anafilaktik[1,3,4]
Peringatan
Beberapa peringatan utama dalam penggunaan rivaroxaban terkait dengan efek obat sebagai antikoagulan.
Peningkatan Kejadian Trombosis
Penghentian mendadak antikoagulan apapun tanpa disertai penggunaan antikoagulan alternatif dapat meningkatkan risiko kejadian trombosis, salah satunya stroke trombotik. Bila tidak ada kontraindikasi, penghentian rivaroxaban sebaiknya diikuti dengan pemberian antikoagulan lainnya.[1]
Risiko Perdarahan
Penggunaan rivaroxaban meningkatkan risiko perdarahan. Rivaroxaban harus dihentikan pada pasien dengan perdarahan patologis yang aktif.
Penggunaan bersamaan obat yang menyebabkan gangguan hemostasis, seperti aspirin, agen antitrombotik, dan terapi fibrinolisis, dapat meningkatkan risiko perdarahan.[1,4]
Pungsi atau Tindakan Anestesi Spinal atau Epidural
Tindakan pungsi atau anestesi spinal dan epidural pada pasien yang mengonsumsi antikoagulan berisiko menyebabkan hematoma spinal atau epidural yang dapat menyebabkan efek jangka panjang hingga paralisis permanen. Untuk mencegah kejadian tersebut, tindakan sebaiknya dikerjakan saat efek antikoagulan rivaroxaban dalam kadar rendah.[1]
Penggunaan pada Gangguan Ginjal
Rivaroxaban dikontraindikasikan pada klirens kreatinin < 15 ml/menit. Pada pasien dengan klirens kreatinin 15-30 ml/menit, rivaroxaban dapat digunakan untuk indikasi tertentu, walaupun sebaiknya dihindari.
Penggunaan pada pasien dengan klirens kreatinin 30-50 ml/menit harus diobservasi ketat dan secara berkala dilakukan evaluasi tanda dan gejala perdarahan. Hentikan penggunaan rivaroxaban bila terjadi gagal ginjal akut.[1,2]
Penggunaan pada Gangguan Hepar
Farmakokinetik rivaroxaban meningkat sebanyak 15% pada pasien dengan gangguan hepar ringan (Child-Pugh A), tetapi tidak memberikan perbedaan yang tampak secara klinis. Hindari penggunaan rivaroxaban pada pasien dengan gangguan hepar sedang (Child-Pugh B) dan berat (Child-Pugh C).
Efek farmakodinamik dari rivaroxaban meningkat sebanyak 159% pada pasien dengan gangguan hepar sedang dan menyebabkan perubahan signifikan terhadap pemanjangan prothrombin time (PT). Penggunaan rivaroxaban pada pasien dengan gangguan hepar yang menyebabkan koagulopati, meningkatkan risiko perdarahan.[1,2,5]
Overdosis
Overdosis rivaroxaban dapat menyebabkan perdarahan. Bila didapatkan perdarahan, hentikan penggunaan rivaroxaban dan terapi yang sesuai perlu dilakukan segera.
Antidotum spesifik terhadap rivaroxaban tidak tersedia. Terapi suportif seperti kompresi secara mekanis dan stabilisasi hemodinamik diperlukan sesuai kondisi klinis pasien.
Bila perdarahan tidak dapat dikontrol, prokoagulan dapat diberikan, seperti activated prothrombin complex concentrate, prothrombin complex concentrate, dan rekombinan faktor VIIa. Hemodialisa tidak dapat mengatasi overdosis dari rivaroxaban karena ikatan yang kuat obat ini terhadap protein plasma.[1,11]