Diagnosis Pollen Allergy
Diagnosis alergi serbuk sari dilakukan dengan melihat adanya rentetan keluhan dan gejala rhinitis alergi atau hay fever, yang terjadi akibat respon imun tubuh terhadap alergen serbuk sari. Penegakkan diagnosis dan menentukan alergen penyebab alergi dilakukan dengan melakukan skin prick test dan pemeriksaan IgE spesifik.[2]
Anamnesis
Alergi serbuk serbuk sari muncul dengan gejala rhinitis alergi, atau lebih dikenal dengan sebutan hay fever, sehingga anamnesis meliputi keluhan dan gejala yang berkaitan dengan hal tersebut serta riwayat atopi.[2,11]
Anamnesis yang dapat ditanyakan pada pasien mengenai gejala yang muncul akibat alergi serbuk sari, yaitu keluhan umum seperti hidung tersumbat, gatal, mata berair bersin, dan hilang penciuman. Keluhan lain dapat berupa gatal di telinga, tenggorokan, dan palatum mulut; nyeri telinga, serta rasa penuh di telinga. Selain itu, dapat ditanyakan mengenai gejala sesak terkait serangan asma. Keluhan sistemik seperti kelelahan dan malaise juga dapat muncul.[2,11]
Alergi serbuk sari juga dapat melibatkan mata, sehingga pasien juga dapat mengeluhkan gejala konjungtivitis alergi, seperti mata merah, gatal, berair, dan perih. Selain itu, dapat pula ditemukan mata bengkak dan kemerahan pada area palpebra.[2,11]
Selain gejala di atas, pasien juga harus ditanyakan mengenai durasi gejala dan frekuensi serangan. Alergi serbuk sari dikatakan intermitten apabila gejala rhinitis muncul kurang dari 4 hari/minggu, atau kurang dari 4 minggu berurutan. Apabila gejala muncul lebih dari 4x/minggu dan lebih dari 4 minggu berurutan, pasien mengalami alergi serbuk sari persisten.[12]
Apabila gejala alergi yang muncul tidak mengganggu waktu tidur dan tidak mengganggu aktivitas harian normal, pasien diklasifikasikan mengalami gejala alergi ringan. Apabila pasien mengalami keluhan saat tidur atau aktivitas ringan, pasien diklasifikasikan mengalami gejala sedang - berat. Anamnesis perlu dilakukan dengan baik untuk mengklasifikasikan gejala yang muncul pada pasien, untuk menentukan terapi selanjutnya.[12]
Pasien juga perlu ditanyakan mengenai riwayat atopi di keluarga dan penyakit komorbid yang menyertai, seperti asma, sinusitis, otitis media, maupun polip nasal. Pasien dengan alergi serbuk sari seringkali sudah pernah menggunakan antihistamin, seperti chlorpheniramine maleat dan cetirizine, baik dengan anjuran klinisi maupun keputusan sendiri, sehingga penggunaan antihistamin, obat-obatan lain, dan efeknya terhadap gejala yang dialami juga perlu ditanyakan.[17]
Riwayat penggunaan dekongestan, seperti pseudoephedrine, obat antihipertensi, seperti captopril, dan narkotika juga perlu ditanyakan.[17]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada alergi serbuk sari seringkali ditemukan berbagai kondisi khas rhinitis alergi, seperti Dennie-Morgan lines dan allergic shiners. Selain itu, dapat ditemukan adanya kecenderungan napas lewat mulut akibat kongesti mukosa nasal, napas cepat, dan wheezing pada pemeriksaan paru.[1,10,17]
Pada pemeriksaan mata, dapat ditemukan tanda konjungtivitis alergi, seperti hiperemi dan injeksi konjungtiva sampai dengan chemosis, disertai produksi air mata yang berlebih. Selain itu, dapat pula ditemukan edema palpebra, Dennie-Morgan lines dan allergic shiners. Dennie-Morgan lines adalah lekukan yang dominan di bawah kelopak mata bagian bawah, sedangkan allergic shiners adalah kebiruan di bawah mata karena stasis vena akibat kongesti nasal.[1,11]
Pada pemeriksaan hidung, dapat ditemukan adanya nasal crease dan rhinorrhea dengan sekret jernih. Anosmia juga dapat ditemukan akibat hidung tersumbat. Deviasi nasal septum dapat ditemukan akibat gejala rhinitis kronis.[1,11]
Pada pemeriksaan telinga dapat ditemukan adanya retraksi bagian luar telinga akibat rasa gatal dan membran timpani yang kaku. Pada orofaring dapat ditemukan cobblestoning jaringan limfoid pada faring posterior, hipertrofi tonsil, serta high-arched palate pada pemeriksaan palatum.[1,11]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari alergi serbuk sari meliputi berbagai jenis rhinitis dan polip hidung, yang memiliki manifestasi berupa keluhan hidung tersumbat, kongesti nasal dan rhinorrhea. Bedanya pollen allergy disebabkan oleh alergen yang berbeda, yaitu serbuk sari.[11,13]
Rhinitis Vasomotor
Rhinitis vasomotor merupakan rhinitis yang muncul akibat perubahan temperatur, kelembaban, atau bau tertentu. Rhinitis vasomotor dapat memiliki gejala menyerupai alergi serbuk sari, seperti kongesti nasal dan rhinorrhea. Akan tetapi, rhinitis vasomotor merupakan rhinitis non alergi, dengan kata lain tidak ada alergen yang berperan pada penyakit ini.[11,13,18]
Polip Nasal
Polip nasal memiliki gejala yang mirip dengan alergi serbuk sari, yaitu perasaan hidung tersumbat. Dibedakan dengan alergi serbuk sari, yaitu polip nasal tidak dipengaruhi alergen dan biasanya pasien mengeluh rasa hidung tersumbat yang terus menerus dan seringkali unilateral.[11,13]
Rhinitis Infeksius
Rhinitis infeksius adalah gejala rhinitis yang muncul akibat infeksi virus atau bakteri dan banyak terjadi pada populasi anak-anak. Rhinitis infeksius memiliki gejala menyerupai common cold, seperti hidung tersumbat, bersin, dan pilek. Akan tetapi, rhinitis infeksius berbeda dengan alergi serbuk sari, dimana penyakit ini disebabkan oleh infeksi, sehingga pada hasil pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan peningkatan marker infeksi.[11,13]
Rhinitis Medikamentosa
Rhinitis medikamentosa merupakan gejala rhinitis yang muncul akibat penggunaan dekongestan, seperti oxymetazoline, obat antihipertensi, seperti captopril, dan narkotika seperti kokain. Berbeda dengan alergi serbuk sari, dimana gejala rhinitis disebabkan oleh stimulus serbuk sari.[11,13]
Rhinitis Hormonal
Rhinitis hormonal merupakan gejala rhinitis yang muncul akibat adanya perubahan hormon pada tubuh seperti pada kondisi hamil, pasien hipotiroid, dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Perbedaannya dengan alergi serbuk sari adalah pada etiologinya.[11,13]
Rhinitis Anatomis
Gejala rhinitis dapat muncul akibat adanya kelainan anatomis seperti deviasi septum nasal, atresia choanae, hipertrofi adenoid, benda asing, dan tumor kavitas nasal. Kondisi ini dapat dibedakan dengan alergi serbuk sari berdasarkan hasil pemeriksaan yaitu adanya struktur anatomis yang menyumbat jalan nafas. [11,13]
Non-Allergic Rhinitis With Eosinophilia Syndrome (NARES)
Pada non-allergic rhinitis with eosinophilia syndrome (NARES), gejala rhinitis yang muncul akibat adanya infiltrasi eosinofil pada jaringan nasal tanpa adanya sensitisasi allergen. Kondisi ini dapat dibedakan dengan alergi serbuk sari yaitu gejala rhinitis muncul walaupun tanpa paparan alergen.[11,13]
Rhinitis Kimia
Rhinitis kimia adalah gejala rhinitis yang muncul akibat paparan zat kimia seperti zat kimia rumah tangga. Kondisi ini dapat dibedakan dengan alergi serbuk sari yaitu dari jenis paparan yang pasien alami.[11,13]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis alergi serbuk sari terdiri atas 4 macam, yaitu pemeriksaan IgE, classic skin prick test, intradermal testing, dan patch test.[2,6]
Pemeriksaan yang paling mudah dilakukan yaitu memeriksa IgE. Pemeriksaan ini mengidentifikasi antibodi IgE yang ada akibat sensitisasi alergen tertentu. Pemeriksaan ini sayangnya dapat memberikan hasil positif palsu, karena adanya IgE spesifik memang menunjukkan pasien telah tersensitisasi, namun belum tentu gejala yang timbul disebabkan karena semua alergen yang antibodi IgE-nya terdeteksi.[2,6]
Pemeriksaan skin prick test dan intradermal testing dilakukan dengan melihat adanya reaksi degranulasi sel mast sebagai respon terhadap alergen yang dipaparkan.[6,11]
Kontraindikasi relatif pemeriksaan yang menggunakan paparan alergen, antara lain pasien dengan asma tidak terkontrol, dermatitis atopik, gangguan fungsi paru, urtikaria akut atau kronis, angina pektoris aktif, aritmia, pasien usia lanjut, dan wanita hamil. Pasien dengan riwayat syok anafilaksis dapat melakukan uji ini, namun alergen yang digunakan harus didilusi terlebih dahulu sampai konsentrasinya 10 kali lipat lebih rendah dari yang biasa digunakan.[6,11,19]
Skin Prick Test (SPT)
Skin prick test (SPT) merupakan uji untuk mengidentifikasi alergen penyebab reaksi alergi. Uji ini dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan serum IgE untuk mengkonfirmasi diagnosis alergi.[6]
Uji ini dilakukan dengan menggores kulit, kemudian larutan alergen diteteskan (1-10g/L) diatas kulit di dua sisi, sebagai kontrol dan tes positif. Hasil pemeriksaan dibaca dalam 10-20 menit. Apabila pasien positif alergi terhadap suatu alergen, maka akan muncul kemerahan, bengkak, dan gatal dalam 15-20 menit.[2,6]
Sebelum dilakukan pemeriksaan, pasien harus berhenti menggunakan antihistamin 1 minggu sebelumnya, antagonis reseptor H2, seperti ranitidin dan cimetidine 48 jam sebelumnya; antidepresan trisiklik, seperti amitriptyline 2 minggu sebelumnya, dan omalizumab 6 bulan sebelumnya.[6]
Pasien yang mengalami reaksi anafilaksis 30 hari sebelumnya, tidak boleh menjalani pemeriksaan SPT karena dapat menimbulkan hasil false-negative. Hasil tes false-positive juga dapat timbul karena eczema sebelumnya.[6]
Specific IgE Blood Test
Pemeriksaan Specific IgE Blood Test merupakan pemeriksaan darah spesifik yang dilakukan untuk menilai respon alergi, namun orang yang diperiksa sedang menggunakan obat anti alergi yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Pemeriksaan ini juga dapat dilakukan pada anak yang tidak kooperatif bila dilakukan uji pada kulit. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menghitung jumlah antibodi IgE spesifik terhadap alergen tertentu yang dihasilkan tubuh sebagai respon alergi.[2,11]
Hasil pemeriksaan perlu dibandingkan dengan keluhan pasien. Peningkatan level IgE tidak mempengaruhi beratnya reaksi alergi. Risiko anafilaksis tetap ada walaupun hasil pemeriksaan IgE terhadap alergen tertentu titernya rendah. Tingginya hasil IgE tidak selalu berkorelasi dengan beratnya reaksi alergi, namun berkorelasi dengan tingginya kemungkinan terjadi reaksi alergi.[2,11]
Intradermal Testing (Uji Intradermal)
Intradermal testing (uji intradermal) dilakukan dengan menyuntikan alergen secara intradermal, kemudian akan membentuk benjolan atau wheel. Konsentrasi alergen yang diberikan adalah 1/500 atau 1/1000. Hasil positif didapatkan apabila muncul wheel dengan ukuran minimal 5 mm. Hasil pemeriksaan ini bisa menjadi positif walaupun hasil pemeriksaan SPT negatif.[2,6]
Intradermal testing tidak sepenuhnya akurat. Hasil pemeriksaan dapat positif palsu apabila diberikan alergen dalam konsentrasi yang tinggi, sehingga apabila paparan alergen alami tidak cukup, maka reaksi alergi tidak muncul.[2,6]
Pada pemeriksaan alergi, pemeriksaan intradermal memiliki risiko yang lebih besar untuk terjadinya anafilaksis dibandingkan dengan skin prick test karena pemberian dosis alergen yang lebih besar.[6]
Patch Test
Patch test dilakukan dengan menempelkan alergen pada kulit, biasanya di punggung selama 48 jam. Hasil tes dibaca setelah 15-60 menit setelah patch dilepas. Hasil pemeriksaan positif ditandai dengan munculnya manifestasi menyerupai dermatitis kontak pada area yang dipaparkan alergen.[2,6]