Penatalaksanaan Pollen Allergy
Penatalaksanaan alergi serbuk sari diawali dengan mengidentifikasi alergen serbuk sari, kontrol lingkungan dan pencegahan paparan terhadap alergen, terapi farmakologi untuk mengontrol gejala alergi yang timbul, serta imunoterapi.[11]
Berobat Jalan
Terapi berobat jalan pada pasien dengan alergi serbuk sari adalah mengidentifikasi alergen penyebab, dalam hal ini, jenis serbuk sari; dan mengurangi kontak dengan alergen. Menurut European Academy of Allergy and Clinical Immunology (EAACI), menghindari paparan alergen adalah cara paling aman dan paling efektif sebagai terapi untuk gejala rhinitis yang muncul karena alergi.[5]
Pasien dapat disarankan untuk melakukan cuci hidung di rumah. Hal ini bertujuan untuk menyingkirkan alergen dari mukosa nasal. Selain itu, karena serbuk sari juga merupakan alergen yang berasal dari udara di luar rumah, maka cara mengurangi paparannya adalah dengan menutup jendela dan pintu rumah dan mobil, tetap berada di dalam ruangan, menggunakan air conditioner dan filter udara, serta menggunakan masker.[20]
Pasien juga harus disarankan untuk mandi setelah dari luar rumah dan sebelum tidur untuk menyingkirkan alergen dan mengurangi kontaminasi alergen pada benda-benda di rumah, seperti ranjang dan sofa.[20]
Terapi Medikamentosa
Penatalaksanaan medikamentosa pada alergi serbuk sari yaitu pemberian antihistamin, kortikosteroid, dan dekongestan dengan tujuan untuk mengurangi gejala yang muncul akibat alergi serbuk sari.[5]
Kortikosteroid Nasal Spray
Kortikosteroid nasal spray digunakan untuk mengurangi respon inflamasi yang menyebabkan hidung tersumbat dan menghambat reaksi alergi. Jenis kortikosteroid yang digunakan sebagai nasal spray yaitu budesonide, fluticasone propionate, dan mometasone.[5]
Obat ini memiliki efek samping sistemik yang lebih sedikit karena diberikan secara topikal, namun penggunaannya harus tetap hati-hati karena efek samping rebound congestion pada penggunaan jangka panjang, yaitu 4 sampai 6 minggu. Efek samping lain yang dapat muncul yaitu perasaaan kesemutan di hidung, hidung terasa kering, dan rasa pahit di mulut. [5,26]
Pada anak usia 7-12 tahun dapat digunakan mometasone spray 200 μg atau budesonide spray 400 μg selama 2 minggu. Pada orang dewasa, pemberian fluticasone spray diberikan pada masing-masing hidung sebanyak 50 mcg, total dosis pemberian harian maksimal yaitu 200 mcg.[5,21]
Antihistamin
Antihistamin tersedia dalam bentuk tablet, sirup, atau spray hidung, namun di Indonesia tersedia dalam sediaan tablet dan sirup. Antihistamin generasi 2, seperti cetirizine dan loratadine, serta generasi 3, seperti fexofenadine, lebih direkomendasikan karena lebih aman, efikasinya lebih baik, onset kerja juga lebih cepat, dan lebih poten.[5,13,22,30]
Antihistamin yang digunakan contohnya generasi antihistamin H1 seperti chlorpheniramine maleat, kurang dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang karena kurang selektif pada reseptornya, dan berinteraksi juga dengan reseptor muskarinik, serotonin, and α-adrenergik. Adanya interaksi dengan berbagai reseptor ini salah satunya berisiko toksik pada jantung. Selain itu, antihistamin H1 juga dapat melewati blood brain barrier, sehingga juga menyebabkan supresi sistem saraf pusat (SSP).[5,13,14,22,30]
Dekongestan
Dekongestan dapat berbentuk tablet, sirup, spray hidung, atau tetes hidung. Obat ini mengurangi bengkak pada saluran hidung dan mengurangi gejala hidung tersumbat. Obat ini digunakan dalam jangka pendek karena memiliki efek samping rebound congestion. Selain itu, efek samping yang paling banyak terjadi adalah nyeri kepala, mual, dan berdebar-debar.[5,14,23]
Kontraindikasi relatif penggunaan dekongestan adalah hipertensi, glaukoma, gangguan tiroid, dan urinary incontinence terutama karena benign prostatic hyperplasia (BPH). Dekongestan seperti phenylephrine dalam sediaan tetes hidung ada dalam sediaan larutan 0.25 sampai 1%, pada pasien dewasa dapat diberikan 2-3 tetes atau spray pada masing-masing lubang hidung setiap 4 jam. Pada anak dengan usia >12 tahun, dapat diberikan dosis seperti pada pasien dewasa.[23,27]
Leukotriene Receptor Antagonists (atau Modifiers)
Leukotriene receptor antagonist (LRA) seperti montelukast dan zafirlukast merupakan obat yang menghambat terjadinya pengikatan antara leukotrien sebagai mediator inflamasi dengan reseptornya, sehingga reaksi inflamasi, seperti edema dan bronkokonstriksi berkurang.[5,14,28]
Penggunaan LRA pada rhinitis alergi akibat alergi serbuk sari diindikasikan untuk gejala sedang sampai berat untuk kelompok usia 12 tahun atau lebih dan belum pernah diterapi sebelumnya. Contoh LRA, yaitu zafirlukast 20 mg diberikan dua kali sehari dan montelukast 10 mg sehari sekali sebelum tidur.[5,14,28]
Kromolin Sodium
Kromolin sodium merupakan cell mast stabilizer. Obat ini merupakan spray hidung yang menghambat pelepasan mediator proinflamasi yang menyebabkan reaksi alergi, seperti histamin dan leukotrien. Obat ini dalam sediaan inhalasi (spray), disemprotkan satu kali pada tiap lubang hidung 3 sampai 6 kali/hari. Obat ini memiliki sedikit efek samping seperti rasa gatal di hidung dan nyeri kepala.[5,24]
Imunoterapi
Imunoterapi dapat diberikan pada pasien alergi serbuk sari dengan gejala berat, pasien yang tidak respon dengan pemberian terapi sebelumnya, dan adanya penyakit komorbid seperti asma, sinusitis, infeksi pernafasan, dan otitis media.[11,29]
Imunoterapi dapat dikombinasi dengan terapi medikamentosa lain. Prinsip pemberian imunoterapi yaitu memodifikasi mekanisme desensitisasi dengan pemberian alergen bertahap dalam dosis tertentu untuk membentuk kondisi yang tidak menimbulkan reaksi alergi.[11,29]
Imunoterapi merupakan terapi jangka panjang yang dapat mencegah reaksi alergi atau mencegahnya menjadi lebih parah. Ada 2 jenis imunoterapi yaitu subcutaneous immunotherapy (SCIT) dan sublingual immunotherapy (SLIT).
Subcutaneous Immunotherapy (SCIT):
Subcutaneous Immunotherapy (SCIT) dilakukan dengan menyuntikan alergen spesifik secara subkutan dan berulang, dengan perlahan-lahan dosis ditingkatkan. Penyuntikan dilakukan per minggu dan dilanjutkan dengan dosis maintenance, interval 4 sampai 8 minggu. Beberapa orang mengalami perbaikan gejala alergi setelah dilakukan penyuntikan dalam waktu satu hingga tiga tahun.[29]
Sublingual Immunotherapy (SLIT):
Sublingual immunotherapy (SLIT) dilakukan dengan memberikan tablet yang mengandung alergen secara sublingual selama 1-2 menit, kemudian ditelan. Sublingual Immunotherapy (SLIT) dapat diberikan setiap hari menjelang dan selama musik serbuk sari dari tanaman tertentu berbunga.[29]
Pemberian ekstrak alergen menstimulasi regulasi sel T sehingga menghambat reaksi inflamasi alergi dengan menekan sel Th2, produksi IL-10, dan TGF-b. Dosis SLIT diberikan secara bertahap, dari dosis kecil kemudian ditingkatkan perlahan sampai dosis optimal.[29]
Terapi Suportif
Terapi suportif yang dapat diberikan untuk alergi serbuk sari yaitu mencegah paparan terhadap alergen yang dapat memicu reaksi alergi. Mengurangi paparan dengan alergen dapat dilakukan dengan irigasi nasal, menggunakan air purifier untuk membantu membersihkan udara yang sudah terpapar serbuk sari, dan hidrasi yang cukup.