Etiologi Pollen Allergy
Etiologi alergi serbuk sari atau pollen allergy meliputi berbagai serbuk sari yang dapat terbang dan bercampur dengan udara menjadi alergen yang kemudian mensensitisasi mukosa nasal dan konjungtiva.[3,4]
Etiologi
Alergen serbuk sari dibagi menjadi 3 jenis, yaitu pepohonan dengan serbuk sari (tree pollen allergy), rumput dengan serbuk sari (grass pollen allergy), dan rumput liar dengan serbuk sari (weed pollen allergy).
Alergi Serbuk Sari Akibat Pepohonan (Tree Pollen Allergy)
Beberapa pepohonan yang dapat menyebabkan alergi serbuk sari akibat pepohonan (tree pollen allergy), antara lain pohon birch, alder, aspen, cedar, kapas, elm, juniper, maple, mountain elder, mulberry, ek, olive, dan pecan.[3]
Alergi Serbuk Sari Akibat Rerumputan (Grass Pollen Allergy)
Beberapa rerumputan yang dapat menyebabkan alergi serbuk sari akibat rerumputan (Grass Pollen Allergy), antara lain bermuda, Johnson, Kentucky, orchard, gandum hitam, dan sweet vernal.[3]
Alergi Serbuk Sari Akibat Rumput Liar (Weed Pollen Allergy)
Beberapa rumput yang dapat menyebabkan alergi serbuk sari akibat rumput liar (weed pollen allergy), antara lain rumput liar, burning bush, cocklebur, lamb’s-quarters, mugwort, pigweed, Russian thistle, sagebrush, dan tumbleweed.[3]
Faktor Risiko
Faktor risiko alergi serbuk sari meliputi faktor host dan faktor lingkungan yang membantu penyebaran serbuk sari sebagai alergen lewat udara.[2,8]
Faktor Host
Faktor host pada alergi serbuk sari yaitu faktor hereditas sebagai faktor paling penting, usia, ras, dan jenis kelamin.[2,8]
Faktor Herediter:
Faktor herediter, yaitu genetik merupakan faktor yang paling berperan dalam terjadinya alergi, dalam hal ini alergi serbuk sari. Proses terjadinya alergi berhubungan dengan genetik dan malfungsi sistem imun.[8]
Angka kejadian alergi pada kedua orang tua dengan alergi yaitu 60-80%, angka kejadian alergi anak pada salah satu orang tua dengan alergi yaitu 50%, dan angka kejadian alergi sebanyak 12% pada anak dengan orang tua tanpa riwayat alergi.[8]
Usia:
Usia mempengaruhi angka kejadian sensitisasi alergi dan gangguan atopik. Sensitivitas alergi banyak terjadi pada anak-anak, terutama pada anak dengan riwayat atopi. Kadar IgE maksimal adalah pada bayi dan berkurang pada usia antara 10-30 tahun. Manifestasi alergi pada anak yang paling sering yaitu asma. Selain itu, manifestasi rhinitis akibat alergi serbuk sari lebih sering terjadi pada anak yang lebih besar dan remaja.[8]
Ras:
Pengaruh ras pada kejadian asma dan alergi akibat serbuk sari sulit dibedakan dengan pengaruh lingkungan yang menyebabkan timbulnya gejala. Orang berkulit gelap memiliki level IgE lebih tinggi dibanding ras kaukasia, sehingga lebih sering mengalami respon alergi. Risiko kejadian anafilaksis 2 hingga 3 kali lebih tinggi pada anak berkulit hitam dibanding pada anak berkulit putih.[8]
Jenis Kelamin:
Risiko atopi lebih dominan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan. Kondisi ini dipengaruhi sensitisasi yang lebih tinggi pada laki-laki dibanding pada perempuan, terutama pada alergen bulu kucing, grass pollen, dan house dust mite. Walaupun disparitas ini berkurang seiring dengan usia, secara umum antibodi IgE spesifik, hasil positif pada skin test, dan level IgE total tetap lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan.[8]
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan adalah faktor yang mempengaruhi penyebaran serbuk sari lewat udara, antara lain burung, serangga, dan angin. Selain itu, pergantian musim juga merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi penyebaran serbuk sari.[2,8]
Musim:
Gejala alergi dapat muncul pada musim tertentu, terutama pada musim dengan suhu yang lebih dingin. Di beberapa negara dengan 4 musim, alergi muncul pada musim semi di bulan februari dan berakhir di awal musim panas. Hal ini terjadi karena pada musim ini serbuk sari mulai tersebar, hal ini diikuti oleh persebaran serbuk sari pada musim semi dan musim panas.[9]
Pada pertengahan musim salju, tumbuhan dapat bersemi lebih cepat. Pada kondisi hujan di musim semi, dapat menstimulasi pertumbuhan serbuk sari yang menyebabkan banyaknya gejala alergi yang muncul pada musim gugur. Sedangkan di Indonesia, kejadian alergi dapat terjadi sepanjang tahun (perennial), karena hanya memiliki 2 musim.[9,25]