Diagnosis Sindrom Sjogren
Diagnosis sindrom Sjogren dibuat berdasarkan gejala xerophthalmia dan xerostomia yang menetap setiap hari selama setidaknya 3 bulan, dikonfirmasi dengan bukti autoimunitas pada pemeriksaan serologi dan histopatologi, serta setelah penyebab mata dan mulut kering lain telah disingkirkan. Tidak ada pemeriksaan diagnostik spesifik untuk diagnosis sindrom Sjogren.
Manifestasi ekstraglandular dapat berupa kulit kering, kelelahan, gangguan muskuloskeletal, dan ruam. Kriteria diagnostik sindrom Sjogren yang banyak digunakan adalah kriteria tahun 2016 oleh American College of Rheumatology dan European League Against Rheumatism (ACR/EULAR).[4,23]
Anamnesis
Gejala glandular pada sindrom Sjogren umumnya berfokus pada kelenjar lakrimal dan liur, sehingga keluhan pasien akan berupa mata kering (xerophthalmia) dan mulut kering (xerostomia). Gejala umum yang dapat menyertai antara lain demam, kelelahan, dan nyeri yang tersebar luas.[4,15]
Pasien dengan keluhan mata kering dapat menyampaikan keluhannya sebagai mata yang terasa berpasir, gatal, ataupun nyeri, dengan gejala yang memberat pada siang hari. Pasien juga dapat mengeluhkan mata belekan saat bangun tidur hingga kesulitan membuka mata.[15]
Pasien dengan keluhan mulut kering dapat datang dengan karies dan stomatitis rekuren. Mulut dan esofagus yang kering dapat menyebabkan pasien mengalami kesulitan menelan.
Pasien juga bisa datang dengan keluhan kulit yang terasa sangat kering dan gatal. Pasien juga dapat datang dengan keluhan dispareunia akibat mukosa vagina kering. Pada pasien juga perlu ditanyakan mengenai ada tidaknya riwayat menderita parotitis rekuren, terutama yang terjadi bilateral.[15,16]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien sindrom Sjogren akan memperlihatkan kelainan dari manifestasi akibat gangguan fungsi kelenjar eksokrin. Pada pasien dewasa, gambaran pemeriksaan fisik yang paling sering ditemui adalah xerophthalmia dan xerostomia. Sedangkan pada anak, lebih umum ditemukan pembengkakan kelenjar parotis bilateral sebagai tanda awal manifestasi klinis sindrom sjogren.[15]
Gangguan Kelenjar Lakrimal
Xerophthalmia. Dari pemeriksaan dengan slit lamp akan tampak konjungtiva kemerahan, terkeratinisasi dengan chalasis dan pungtata atau keratitis filamentosa.
Gangguan Kelenjar Saliva
Xerostomia. Membran mukosa oral akan tampak kering dan bisa tampak fisura pada sudut mulut. Pasien sindrom Sjogren juga sering mengalami karies dan kandidiasis.
Gangguan Kelenjar Eksokrin
Gambaran xerotic skin, mukosa nasal tampak kering, mukosa vagina tampak kering.
Gangguan Sistemik Ekstraglandular
Pada pasien dapat ditemukan hepatomegali, fenomena Raynaud, dan purpura.
Limfoma
Pada pasien sindrom Sjogren dengan komplikasi limfoma, dari pemeriksaan fisik akan tampak pembesaran kelenjar saliva, palpable purpura, limfadenopati servikal, dan splenomegali.[3,4,17,18]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding sindrom Sjogren mencakup berbagai kondisi atau obat-obatan yang dapat memberikan manifestasi gejala seperti sindrom Sjogren. Diagnosis banding dapat mencakup penggunaan antikolinergik, infeksi virus tertentu, dan gangguan endokrin.
Obat-Obatan
Obat-obatan tertentu dapat menyebabkan terjadinya penurunan sekresi kelenjar eksokrin khususnya kelenjar saliva dan lakrimal. Obat ini mencakup golongan antikolinergik seperti ipratropium dan scopolamine; antihistamin seperti fexofenadine dan loratadine; antidepresan trisiklik seperti amitriptyline; dan diuretik seperti furosemide.[11]
Infeksi Virus
Infeksi virus seperti infeksi virus hepatitis C (HCV), human immunodeficiency virus (HIV), dan cytomegalovirus (CMV) juga dapat menyebabkan pembengkakan kelenjar saliva dan keluhan mulut kering. Infeksi dari virus-virus ini juga menyebabkan demam dan rasa kelelahan yang juga ditemukan pada sindrom Sjogren. Pemeriksaan serologi dapat membedakan keduanya.[3]
Gangguan Endokrin
Gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, hipotiroid, dan hipertiroid dapat menyebabkan keluhan xerostomia yang mirip dengan sindrom Sjogren. Pemeriksaan gula darah dan profil tiroid dapat membedakan gangguan endokrin tersebut dari sindrom Sjogren.[19]
Tumor Kelenjar Saliva
Tumor kelenjar saliva dapat menyebabkan pembengkakan pada sekitar leher yang menyerupai pembengkakan parotis pada sindrom Sjogren. Kedua penyakit ini dapat dibedakan berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti histopatologi.[20]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis sindrom Sjogren terutama bertujuan untuk menilai derajat kekeringan akibat disfungsi kelenjar eksokrin. Penegakan diagnosis sindrom Sjogren dengan metode skor ACR/EULAR 2016 membutuhkan setidaknya beberapa metode pemeriksaan penunjang yang positif.[4,6]
Pemeriksaan Okular
Pemeriksaan penunjang untuk memeriksa kondisi mata kering antara lain adalah pemeriksaan uji Schirmer dan break up time (BUT) yang berfungsi untuk memeriksa produksi dan fungsi kelenjar lakrimal. Pemeriksaan tambahan dengan teknik pewarnaan okular bermanfaat untuk menentukan derajat destruksi pada konjungtiva dan permukaan kornea yang kering.[4]
Uji Schirmer dilakukan dengan menginsersi strip kertas pada kelopak mata inferior selama 5 menit. Kertas selanjutnya diambil kembali dan diukur panjang bagian kertas yang basah oleh produksi air mata pasien. Hasil pemeriksaan mengindikasikan diagnosis sindrom Sjogren bila panjang sisi kertas yang basah hanya sekitar 5 mm atau kurang dalam kurun pemeriksaan 5 menit.
Pemeriksaan break-up time (BUT) dilakukan untuk memeriksa stabilitas film air mata. Pemeriksaan dilakukan dengan mengukur waktu sebelum munculnya titik kering pertama pada film air mata yang terfluoresensi pada permukaan kornea dengan alat slit lamp.
Pemeriksaan pewarnaan kornea yang umum dilakukan adalah metode skor Van Bijsterveld dan skor pewarnaan okular (OSS). Metode Van Bijsterveld dilakukan dengan mengukur intensitas pewarnaan hijau lissamine secara kualitatif pada zona temporal dan konjungtiva nasal dan di kornea. Pada ketiga zona tersebut diberikan nilai dengan rentang antara 0 hingga 3, dengan nilai maksimum total ketiga zona adalah 9. Skor 4 atau lebih mengindikasikan diagnosis sindrom Sjogren.[21]
Pemeriksaan Saliva
Pemeriksaan saliva dilakukan dengan pengukuran jumlah seluruh air liur yang diproduksi pada suatu waktu tertentu yang umumnya dilakukan tanpa stimulasi. Nilai fisiologis normal air liur yang diproduksi adalah 0,3–0,4 mL/menit. Hasil pemeriksaan saliva total dikatakan abnormal apabila kadar air liur hanya berada di rentang 0,1 mL/menit atau kurang.[4,21]
Fungsi kelenjar saliva juga dapat diperiksa dengan teknik dynamic salivary scintigraphy. Untuk mengevaluasi perubahan anatomi kelenjar saliva dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi, dimana ditemukan area hypoechogenic sebagai penanda spesifik sindrom Sjogren di kelenjar saliva.[4]
Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi yang dilakukan sebagai alat diagnostik dan observasi perkembangan penyakit sindrom Sjogren adalah teknik minor salivary glands biopsy (MSGB). MSGB dilakukan di bagian tengah dari sisi lateral bibir bawah. Namun saat ini tindakan MSGB masih terhalang oleh keterbatasan teknik yang tergolong invasif dan risiko komplikasi.[4,21]
Gambaran histopatologi yang mengindikasikan pada sindrom Sjogren adalah gambaran infiltrat limfositik fokal periduktal terlokalisasi pada jaringan kelenjar eksokrin bersama unit acinar yang intak. Infiltrat terutama didominasi oleh sel CD4+ T, CD8+ T, sel CD19+ B, sel plasma, dan sel dendritik. Nilai minimum sel monosit 50/4 mm² yang disebut dengan istilah focus score (FS) 1 mengindikasikan diagnosis sindrom Sjogren.[11]
Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi yang bermanfaat pada diagnosis sindrom Sjogren adalah pemeriksaan antibodi anti-SSA/Ro dan SSB/La. Pemeriksaan immunofluoresensi untuk antinuclear antibodies (ANA), rheumatoid factors, dan polyclonal hypergammaglobulinemia juga bermanfaat sebagai penunjang diagnosis sindrom Sjogren dan penanda peningkatan aktivitas sel B. Sekitar 83% pasien sindrom Sjogren memiliki hasil positif pada pemeriksaan ANA dan 60–75% pasien memiliki hasil positif pada pemeriksaan rheumatoid factors.[4,11]
Kriteria Diagnostik
Sindrom Sjogren dapat ditegakkan berdasarkan kriteria ACR/EULAR 2016.
Kriteria diagnostik tertera pada Tabel 1. Kriteria ini tidak dapat digunakan bila pasien memiliki riwayat radiasi kepala dan leher, infeksi hepatitis C aktif (dengan pemeriksaan PCR), HIV, adanya limfoma, dan sarkoidosis. Diagnosis ditegakkan bila skor lebih dari 4.[2,4]
Tabel 1. Kriteria Diagnosis Sindrom Sjogren berdasarkan Kriteria ACR/EULAR 2016
Kriteria | Skor |
Histopatologi pada biopsi kelenjar ludah minor sialadenitis fokal limfositik dengan skor fokus ≥1; satu fokus didefinisikan sebagai ≥50 limfosit per 4 mm2 dari jaringan kelenjar dibandingkan dengan normal mucous acini | 3 |
Hasil positif pada pemeriksaan antibodi anti-SSA/Ro | 3 |
Skor pengecatan okular (OSS) ≥ 5 (atau skor van Bijsterveld ≥ 4) | 1 |
Uji Schirmer ≤ 5 mm/5 menit pada sekurang-kurangnya satu mata | 1 |
Laju aliran air liur tanpa stimulasi ≤ 0,1 mL/menit | 1 |
Sumber: dr. Reren, Alomedika, 2021.[2,4]