Patofisiologi Sindrom Sjogren
Patofisiologi sindrom Sjogren berhubungan erat dengan pembentukan lesi focal lymphocytic sialadenitis (FLS). FLS adalah lesi yang terbentuk di kelenjar eksokrin. Pembentukan FLS terjadi akibat serangan limfosit dan berbagai sebukan sel radang lain yang menginfiltrasi jaringan kelenjar eksokrin di sekitar pembuluh darah dan duktus ekskretorius. Seiring perjalanan penyakit, maka lesi akan berkonfluensi.
Proses infiltrasi yang terjadi pada pembentukan FLS akan menyebabkan kelenjar eksokrin mengalami gangguan fungsi, dimana umumnya gejala yang paling mudah terlihat adalah berkurangnya produksi air mata kelenjar lakrimal dan penurunan produksi saliva oleh kelenjar liur. Lebih lanjut, kelenjar eksokrin di seluruh bagian tubuh lain juga akan terpengaruh dan bermanifestasi sebagai kulit kering ataupun kekeringan pada area vagina dan tracheobronchial.[7]
Sindrom Sjogren dan Infeksi Virus
Pembentukan lesi fokal pada sindrom Sjogren diyakini dipicu oleh infeksi virus, contohnya virus hepatitis C (HCV), human immunodeficiency virus (HIV), virus Epstein–Barr (EBV), cytomegalovirus (CMV), coxsackievirus, dan human T-lymphotropic virus-1 (HTLV-1) yang bersifat persisten pada kelenjar saliva. Hal ini diyakini terutama pada orang-orang yang rentan mengalami sindrom Sjogren, yaitu individu karier gen isotip HLA-DR dan HLA-DQ.[4]
Sindrom Sjogren dan Limfoma Non-Hodgkin
Selain gangguan kelenjar eksokrin, penumpukan kompleks imun di kulit, sendi, dan organ tubuh lain akan menyebabkan terjadinya vaskulitis sistemik. Pada proses yang berlangsung kronik, infiltrasi sel radang ini dapat berlanjut dan bertransformasi menjadi lesi maligna. Sel limfosit B normal akan berubah dan berakhir dengan limfoma non-Hodgkin.[4,7]